Oleh: Widhy Lutfiah Marha
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Media massa merupakan media komunikasi yang berfungsi dalam menciptakan sebuah opini publik yang kemudian menjadi opini umum. Melalui media masa baik itu gambar, audiovisual, termasuk film, mempunyai kesempatan yang lebih baik, dan jauh lebih cepat ditangkap pesannya oleh masyarakat dibanding buku bacaan. Film lebih mudah diterima masyarakat untuk membuat orang memahami pesan-pesan tertentu.
Maka tidak heran jika film kerap kali dijadikan sebagai sarana yang dipilih masyarakat apapun kontennya karena mudah dicerna dan mudah ditangkap pesannya, mudah juga mendapatkannya. Bagaimana tidak jika kita ingin menontonnya dengan kemudahan teknologi sekarang tinggal download dan tonton sampai selesai. Seperti film baru yang sedang booming dibicarakan masyarakat ini “Dua Garis Biru”.
FILM remaja garapan Starvision Plus, Dua Garis Biru telah menghiasi layar bioskop di seluruh Indonesia sejak 11 Juli 2019 lalu. Sebelum muncul di muka publik, film yang disutradarai Gina S Noer itu cukup mencuri perhatian. Bahkan Dua Garis Biru meraup setengah juta penonton setelah tiga hari tayang. Mengusung isu yang kerap kali tabu diperbincangkan membuat Dua Garis Biru mendapatkan pro kontra di awal kemunculan teaser-nya.
Namun, dikabarkan sebelum tayang di bioskop di Indonesia, Film Dua Garis Biru ini menuai kontroversi. Pasalnya, Dua Garis Biru dianggap film yang tidak pantas untuk dikonsumsi hak layak umum. Karena adanya adegan-adegan dewasa yang di pertontonkan serta menggambarkan kehidupan para remaja dengan pergaulan bebasnya. Maka, sangat disayangkan jika film semacam ini tayang dibioskop dan lolos oleh Lembaga Sensor Indonesia padahal menuai Kontraversi di tengah-tengah masyarakat.
Dilansir didetik.com “Belum selesai polemik film Kucumbu Tubuh Indahku yang diboikot oleh beberapa pemerintah kota. Kini muncul petisi untuk film Dua Garis Biru yang belum tayang di bioskop. Namun, film yang dibintangi Zara JKT48 dan Angga Aldi Yunanda telah merilis teaser trailer sebagai materi promosi”.
Beberapa cuplikan adegan di teaser itulah yang membuat Gerakan Profesionalisme Mahasiswa Keguruan Indonesia (Garagaraguru) membuat petisi di Change.org. Mereka menilai ada beberapa scene di trailer yang menunjukkan situasi pacaran remaja yang melampaui batas. "Beberapa scene di trailer menunjukkan proses pacaran sepasang remaja yang melampaui batas, terlebih ketika menunjukkan adegan berduaan di dalam kamar yang menjadi rutinitas mereka. Scene tersebut tentu tidak layak dipertontonkan pada generasi muda, penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa tontonan dapat mempengaruhi manusia untuk meniru dari apa yang telah ditonton", isi di dalam petisi.
Walaupun menuai banyak kritik dan kontroversi film ini semakin booming dikalangan masyarakat karena bisa jadi industri perfilman sengaja membuat kontroversial dalam masyarakat agar meningkatkan produktivitas filmnya. Canggihnya teknologi sekarang jika semakin kontroversial maka akan semakin viral dan semakin banyak orang yang penasaran melihatnya pada saat itulah pundi-pundi keuangan pun bertambah melalui teknologi ini.
Inilah akibatnya jika kemajuan teknologi tidak didasari aqidah yang shahih. Industri perfilman yang seharusnya membawa kemaslahatan, justru menjadi ancaman yang berbahaya bagi manusia, yang seharusnya menjadi wasilah untuk terwujudnya rahmat bagi seluruh alam, namun dalam kendali sistem yang memiliki landasan sekulerisme, kemajuan teknologi dimaknai sebagai sarana untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya meskipun didalamnya menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat.
Ditambah lagi, tidak adanya regulasi yang membatasi industri film saat ini, bahkan sebaliknya didukung oleh pemerintah sebagai industri kreatif yang menggiurkan keuntungannya. Industri media yang memanfaatkan kemajuan teknologi RI 4.0 sungguh dianggap sebagai sumber pundi-pundi emas pada negara kapitalis yang mengendalikan bisnis ini.
Kecewa sudah pasti, disaat generasi muda membutuhkan perlindungan dalam mencari jati diri, malah dimanfaatkan oleh beberapa oknum yang haus akan materi, hingga menghalalkan berbagai cara demi meraup keuntungan.
Jikalau demikian, pernahkah kita bayangkan bagaimana nasib negeri kita dimasa depan? Apabila generasi mudanya di usia remaja, usia yang masih produktif sudah di perlihatkan dengan konten-konten negatif? Diperlihatkan dengan Film-film yang menjerumuskan mereka pada pergaulan bebas. Akibat dari teknologi yang salah fugsi dan tujuannya. Padahal mereka, para remaja masih labil bahkan tidak memiliki filter yang kuat ketika berhadapan dengan dunia nyata dan maya yang tidak terkontrol. Maka bisa kita prediksi mereka akan mudah terbawa arus dan meniru apa saja yang mereka lihat/tonton. Karena film bisa dengan mudah mempengaruhi siapa saja untuk bertindak dan berfikir tanpa disadari.
Ini semua akibat sistem kapitalisme- liberalisme yang mengagungkan paham kebebasan. Sehingga akan membawa dampak kebebasan seseorang, dalam meraih sesuatu yang diinginkan. Dimana seseorang tidak mempedulikan bahaya atau dampak negatif yang akan merugikan orang lain, seperti pembuatan film yang bernilai bisnis yang sangat menguntungkan. Si pembuat film lebih condong memikirkan pangsa pasar perfilman daripada edukasi yang benar terhadap para penontonnya. Dengan kata lain, selama ada yang berminat dan menjanjikan keuntungan materi, maka film akan dibuat dengan judul dan trailer yang "menjual". Sama sekali tidak mempedulikan norma-norma yang berlaku di masyarakat, baik norma kesopanan, norma kesusilaan, norma agama sekalipun.
Dan yang lebih mengecewakan adalah rezim saat ini tidak berdaya mengendalikan arus liberalisasi, terutama yang menyerang dan menghancurkan generasi melalui film. Melalui adanya adegan pacaran, ketidaksopanan pada orang tua, adegan kecanduan rokok, game, narkoba dll. Meskipun berdalih untuk pembelajaran, Agar banyak anak muda yang tahu akibat dari suatu perbuatan buruk itu. Tapi, disisi lain malah menjadi racun bagi para penontonnya. Beberapa adegan buruk itu, seakan memberi contoh pada generasi milenial ini. Begitulah sistem kapitalisme- liberalisme, tidak akan dapat ditemukan kebaikan-kebaikan didalamnya. Sebab aturan dan hukumnya tidak bersumber dari Sang Khaliq, Allah Azza wa Jalla.
Islam Mengatur Pembuatan Film
Sebagai karya seni, film adalah salah satu produk seni berupa gambar visual dan suara. Pada dasarnya, mubah saja membuat atau menikmati karya seni selama tidak ada unsur yang diharamkan didalamnya.
Ketika institusi Islam tegak, sangat dimungkinkan menggunakan film sebagai sarana propaganda untuk menyebarkan aqidah dan ide-ide Islam. Apalagi di abad 21 ini. Kecanggihan efek animasi dalam sebuah film yang mempropagandakan Islam akan semakin memberikan pengaruh yang besar bagi penonton film. Propaganda ide-ide Islam akan lebih diterima oleh masyarakat.
Islam mengatur, seluruh aktivitas individu ataupun masyarakat senantiasa bersumber kepada Syariat Islam yang pasti akan membawa kebahagiaan dunia dan akhirat. Islam tidak melarang pembuatan film karena memang film bisa dipergunakan untuk hal-hal yang positif. Semisal pembelajaran tentang hukum-hukum Islam, penyampaian dakwah Islam ke seluruh dunia, membangkitkan ghiroh Islam dan lain-lain.
Jadi, adanya pembuatan film tetap dalam rambu-rambu Syariat Islam. Produsen film dilarang menampilkan sesuatu yang tidak sesuai dengan aturan-aturan Allah SWT, contohnya: membuka aurat. Banyak kita jumpai saat ini, di antara pemain film atau artis, seringkali memakai pakaian minim (mempertontonkan bagian tubuh yang sensitif dan lekuk tubuh) sehingga menimbulkan nafsu birahi meningkat.
Sungguh, dengan penerapan sistem Islam, negara mempunyai peran utama dalam mengendalikan produksi film. Film yang merusak karakter dan tatanan masyarakat tidak akan pernah bisa tayang dimana pun, tidak seperti saat ini, film-film perusak generasi muda banyak beredar di seantero bumi Nusantara. Hingga menimbulkan pro- kontra di masyarakat, akhirnya masyarakatlah yang merasakan resah dan senantiasa khawatir terutama pada generasi muda yang notabene belum memiliki pondasi agama yang kuat.
Dengan demikian, penerapan Syariat Islam dalam suatu negara sangatlah penting, salah satunya untuk membentengi beredarnya film-film yang merusak generasi muda, film-film yang hanya mencari keuntungan materi semata, tanpa didasari adanya edukasi yang benar ataupun dakwah pada masyarakat