Fenomena Hijrah, Gerbang Islam Dikenal Sebagai Ideologi



Oleh: Pietra Kharisma


Hijrah, sebutan akrab di telinga masyarakat kepada mereka yang tengah mantap mendalami Islam. Sayangnya kini hijrah seolah mengalami penyempitan makna, bila ditelusuri sejarah bagaimana nabi hijrah. Bukan hanya berpindah tempat atau sekadar  berpakaian menutup aurat, tapi berubah total cara hidup dan pandangannya dengan menerapkan Islam kaffah.

Jika kita amati realitas saat ini, hijrah menjadi  ajang perlombaan menampakkan style syari dan kajian-kajian mahdhah saja terlebih di kalangan kaum hawa. Padahal esensinya lebih dari itu. 

Hijrah menjadi momen memahami Islam sebagai ideologi, karena ketika seorang muslim sadar urgensi menebar islam sebagai ideologi, maka umat akan hijrah lillah dengan melihat perjalanan nabi, tidak berkiblat kepada selain itu. 

Ketika umat paham Islam sebagai ideologi maka ia akan menuntut diri agar kaffah dalam berislam, dan Islam kaffah hanya akan terealisasi bila kita hidup dalam kepemerintahan yang amanah, menjadikan Alquran dan Sunnah sebagai sumber dalam membuat kebijakan segala aturan yang menyangkut hajat hidup orang banyak. 

Tapi mirisnya saat ini, para pelaku sekuler-liberalisme seperti  membuat frame yang  menggiring umat agar memahami hijrah hanya sebatas meningkatkan kualitas ibadah mahdhah saja, hingga umat masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri. Tak ayal banyak  yang hijrah kemudian futur  kembali, tersebab tak memaknai Islam sebagai ideologi. 

Lain hal, bila umat hidup dalam kepemimpinan Islam, hijrahnya setiap muslim akan diikuti lahirnya idroksilabillah yang otomatis membawa kita kepada Islam kaffah, bukan sebatas rukun iman dan rukun Islam versi pandangan umat kebanyakan, tapi dari mulai muamalah, pendidikan, ekonomi hingga politik harus wajib menggunakan hukum islam sebagai rujukan.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak