Dara Millati Hanifah, S.Pd
(Pemerhati Pendidikan)
.
Lagi dan lagi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kembali menaikkan iurannya. Otomatis rakyatpun harus berfikir kembali, bagaimana cara untuk membayar BPJS sedangkan biaya beban hidup saat ini sangat sulit. Alih-alih BPJS meringankan beban rakyat, tetapi malah semakin membebani rakyat.
.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta masyarakat memahami rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Dengan kenaikkan itu, ia tak ingin masyarakat beranggapan sehat itu murah. Menurutnya, masyarakat perlu memahami bahwa sehat itu mahal dan perlu perjuangan.
"Saya pikir semua masyarakat harus memahami itu (iuran BPJS Kesehatan naik), karena nanti, jangan mengembangkan sehat itu murah, nanti repot. Sehat itu mahal, perlu perjuangan," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden (KSP), Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (4/9).
"Kalau (masyarakat beranggapan) sehat itu murah nanti orang menjadi sangat manja. Tidak mau mendidik dirinya untuk menjadi sehat. Sehat itu perlu perjuangan, perlu olahraga, perlu mengurangi rokok," ujarnya melanjutkan. (CNN Indonesia 04/09/2019)
.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) bekerja sama dengan banyak permangku kepentingan dan para ahli untuk mengevaluasi masalah kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional(JKN)-BPJS Kesehatan. Iuran disebut meningkat banyak karena selama empat tahun terakhir tidak ada kenaikan iuran.
"Apabila iuran tidak dinaikkan, maka diprediksi defisit JKN sebesar Rp33 triliun di akhir 2019, lalu menjadi Rp44,7 triliun di akhir 2020, dan Rp55,9 triliun di akhir 2021. Terakumulasi defisit bisa mencapai angka Rp133,6 triliun," ujar anggota DJSN Angger P Yuwono di Jakarta, Kamis (12/9/2019).
Defisit ini disebabkan karena adanya ketidakseimbangan antara biaya kesehatan dan iuran yang terkumpul. "Permasalahannya adalah ketidakseimbangan ini semakin lama semakin tajam apabila tidak ditutupi dengan kenaikan iuran," ungkap Angger.
Ia berharap kenaikan iuran JKN-BPJS Kesehatan ini bisa berdampak pada peningkatan mutu layanan, karena rencana ini sudah mempertimbangkan kemampuan bayar (ability to pay) peserta. "Kekurangan yang ada bisa disubsidi dari segmen lainnya, dan masih ada ruang untuk efisiensi biaya kesehatan," ujar Angger. (Sindonews.com 12/09/2019)
.
Meski sebagai badan publik, pengelolaan BPJS Kesehatan di atas prinsip-prinsip bisnis, bukan pelayanan. Konsep out of pocket , logikanya adalah “bayar dulu kalau mau mendapatkan pelayanan kesehatan”.
Bila ditelaah secara mendalam, pelayanan kesehatan BPJS ini, mengharuskan setiap orang membayar premi tiap bulan dengan ketentuan yang tidak mudah. Juga pelayanan berjenjang, yang seringkali mengabaikan kondisi fisik dan psikologis orang sakit. Demikian pula pembayaran tagihan casemix, yakni pembayaran tagihan oleh BPJS Kesehatan kepada rumah sakit tidak didasarkan pada real kebutuhan pasien yang sering kali lebih tinggi. Hal serupa juga terlihat pada penggajian kapitasi, yakni perhitungan biaya untuk obat, peralatan medis dan jasa dokter didasarkan perhitungan minimal kebutuhan bukan real kebutuhan.
.
Islam memiliki pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa, dilingkupi atmosfir kemanusiaan yang begitu sempurna. Hal ini karena negara bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan hajat pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik setiap individu publik. Sebab Rasulullah swt telah menegaskan yang artinya,” “Imam(Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari). Artinya, haram negara hanya berfungsi sebagai regulator dan fasilitator, apapun alasannya.
Kehadiran negara sebagai pelaksana hukum, harus menjamin pemenuhan hajat setiap orang terhadap pelayanan kesehatan. Gratis, berkualitas terbaik serta terpenuhi aspek ketersediaan, kesinambungan dan ketercapaian. Dalam hal ini negara harus menerapkan konsep anggaran mutlak, berapapun biaya yang dibutuhkan harus dipenuhi. Karena negara adalah pihak yang berada di garda terdepan dalam pencegahan dan peniadaan penderitaan publik. Demikianlah tuntunan ajaran Islam yang mulia.
Hasilnya, rumah sakit, dokter dan para medis tersedia secara memadai dengan sebaran yang memadai pula. Difasilitasi negara dengan berbagai aspek bagi terwujudnya standar pelayanan medis terbaik. Baik aspek penguasaan ilmu pengetahuan dan keahlian terkini, ketersediaan obat dan alat kedokteran terbaik hingga gaji dan beban kerja yang manusiawi.
Tidak seorangpun yang datang ke rumah sakit kecuali pulang dengan rasa terhormat dan perasaan bahagia. Sebab, semua diberi pelayanan terbaik hingga yang berpura-pura sakit sekalipun. Di setiap kota, termasuk kota kecil, terdapat rumah sakit, berikut dengan tenaga kesehatan (dokter, perawat, bidan, dan lain-lain) berkualitas lagi memadai, berikut peralatan medis dan obat-obatan. Bahkan disediakan rumah sakit berjalan, dipenuhi berbagai obat dan peralatan medis serta para dokter dan tenaga medis lainnya. Di bawa sejumlah unta mendatangi orang-orang yang beruzur untuk datang ke rumah sakit. Inilah fakta pelayanan kesehatan Khilafah yang diukir oleh tinta emas sejarah peradaban Islam.
.
Berbeda dengan pelayanan dalam BPJS. Memang, BPJS dirancang untuk menanggung segala jenis penyakit. Tetapi itu tergantung dari besaran premi yang dibayarkan setiap bulan bukan berdasarkan usia, riwayat kesehatan, atau tingkat penyakit yang diderita dan berdasarkan fasilitas kesehatan yaitu, fasilitas kelas I sampai kelas III
BPJS Kesehatan juga menganut pola rujukan berjenjang. Di mana, pasien tidak bisa bebas memeriksakan diri ke rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang diinginkan. Pasien harus berobat ke fasilitas kesehatan tingkat pertama yaitu puskesmas, klinik, atau dokter praktik perorangan yang bekerja sama dengan BPJS. Jika fasilitas kesehatan tersebut tidak sanggup mengobati, maka akan dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih tinggi atau sekelas rumah sakit. Keterbatasan rumah sakit atau fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS, membuat pasien BPJS Kesehatan seringkali harus mengantre untuk mendapatkan pelayanan.
.
Dari paparan di atas bisa dilihat perbedaan antara pelayanan kesehatan dalam Islam maupun BPJS. Adapun model pelayanan kesehatan terbaik hanya ada dalam Islam. Allah swt menegaskan dalam QS Al-Anbiya ayat 107, artinya, “Dan Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi seluruh alam".
Tapi jika negara masih menganut sistem kapitalisme, seperti pelayanan gratis, fasilitas dan sumber daya manusia (SDM) yang memadai, alat-alat kesehatan serta obat-obatan tersedia tidak akan pernah didapati oleh rakyat secara gratis dan menyeluruh. Berbeda dengan Islam. Semua pelayanan kesehatan, baik dari administrasinya serta pelayanan dokternya akan memuaskan rakyat. Apalagi tanpa dipungut biaya sepersen pun.
Namun, itu semua akan terjadi jika Negara menggunakan Islam sebagai peraturannya. Hanya Islam yang mampu mewujudkan pelayanan kesehatan berkualitas dan gratis bagi seluruh warga negaranya. Hal tersebut akan terwujud dalam Daulah Khilafah Islamiyah.
Wallahu 'alam bi shawab