BPJS Kesehatan Melonjak, Rakyat Terkoyak



Oleh Mufida (Alumni Universitas Sebelas Maret)

Akhir-akhir ini rakyat Indonesia dikejutkan dengan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, tidak tanggung-tanggung iuran BPJS melonjak hingga 100%. Kenaikan ini mulai berlaku pada 1 Januari 2020 dan disebutkan untuk menutupi defisit pada tahun 2019 yang mencapai Rp32,8 triliun. Tentunya kenaikan tersebut sangat membebani masyarakat ditengah kondisi perekonomian Indonesia yang memang sudah berat. Padahal dengan kenaikan tersebut pemerintah juga tidak menjamin bahwa pelayanan BPJS Kesehatan akan semakin membaik. Bahkan sering kali kita justru mendengar berbagai masalah muncul terkait pelayanan BPJS Kesehatan seperti kelangkaan obat, kamar penuh, pelayanan yang lambat dan sederet permasalahan lain. Kebijakan pemerintah dalam menaikkan tarif fasilitas kesehatan menunjukkan ketidak mampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan rakyatnya.
Ketika rencana awal pemerintah menetapkan kebijakan BPJS adalah untuk menegakkan asas saling bahu membahu antar sesama warga Indonesia. Iuran Jaminan Kesahatan yang wajib dibayar sudah disesuaikan berdasarkan kelas masyarakat tersendiri, sehingga bisa menopang golongan masyarakat yang kurang mampu. Namun dalam keberjalanannya sendiri banyak didapati kecacatan, dan justru rakyat menengah ke bawah yang merasakan kesulitan ketika berobat. Realita tersebut malah berkontradiksi jika dibandingkan dengan tujuan awal pembentukan BPJS. 
Sistem jaminan sosial sendiri menujukkan bahwa pemerintah malah berlepas tangan dari tanggungjawab menentaskan masalah kesehatan bagi rakyatnya. Kesehatan yang seharusnya ditanggung dan dikelola oleh pemerintah malah dilimpahkan begitu saja dengan dalih saling pikul memikul beban kesehatan antar sesama warga negara. Begitu BPJS devisit besar-besaran, pemerintah menutup mata dan melimpahkannya lagi kepada rakyat, berupa kenaikan iuran golongan satu dan dua menjadi dua kali lipatnya. Bahkan yang lebih miris adalah usulan menteri Luhut untuk membuka peluang investasi China dalam mentutupi devisit BPJS.
Kerugian dan segudang permasalahan BPJS Kesehatan ini menunjukkan betapa abainya negara dalam menjamin kesehatan rakyat. Fungsi utama negara adalah menjamin hak-hak rakyat, salah satunya adalah kesehatan. Pemimpin yang baik adalah yang mampu memberikan pelayanan kepada rakyat dengan semaksimal mungkin, bukan lagi menimbang segi kebermanfaatannya. Kita bisa melihat bagaiamana islam menyikapi dan mengatur kesehatan bagi rakyatnya, seperti yang sudah dibuktikan sejarah masa kekhilafahan Abbasiyah. Ketika itu negara memberikan pelayanan rumah sakit secara gratis, baik kepada muslim maupun non muslim. Pelayanan yang diberikan bukan sekadar dan seadanya saja, namun sebaik-baik pelayanan. Dikisahkan ada seorang pasien kafir tidak mau pulang dari rumah sakit ketika sudah sembuh, alasnnya karena rumah sakit memberi pelayanan yang baik, dan saat pulang nanti kehidupnya akan kembali sulit.  
Rasullullah SAW bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya; aman jiwa, jalan dan rumahnya; dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia seisinya” (HR al-Bukhari dalam Adab al-Mufrâd, Ibn Majah dan Tirmidzi). Dalam hadist tersebut menjelaskan bahwa kebutuhan akan kesehatan dan pangan kedudukannya sejajar. Hal ini menunjukkan bahwa kesehatan merupakan kebutuhan mendasar yang harus dipenuhi dan Negara berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar tersebut. Seperti sabda Rasullullah SAW, “Imam (Khalifah) laksana penggembala dan ia bertanggung jawab atas rakyatnya” (HR al-Bukhari). 
Jejak sejarah menunjukkan bahwa kebijakan terkait kesehatan telah dijalankan bahkan sejak era pemerintahan Rasullullah SAW. Pada masa Rasullulah SAW pelayanan kesehatan diberikan secara berkualitas dan gratis kepada seluruh rakyat tanpa adanya diskriminasi. Khalifah Umar bin al-Khaththab membiayai penderita lepra di Syam dari Baitul Mal.  Khalifah al-Walid bin Abdul Malik membangun rumah sakit untuk mengobati rakyatnya yang menderita leprosia, lepra dan kebutaan. Adapun dokter dan perawat digaji dari Baitul Mal. Berbagai fakta sejarah tersebut menunjukkan bahwa Negara (Khilafah) hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaffah, termasuk bertanggung jawab secara total dalam memenuhi kebutuhan mendasar rakyat terkait kesehatan pada setiap individu tanpa terkecuali.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak