Oleh: Fina Fadilah Siregar
'Sehat itu Mahal'. Kata bijak ini tak asing lagi di telinga kita dan memang benar adanya. Di tengah bencana yang silih berganti menimpa negeri ini, rakyat harus dihadapkan lagi pada mahalnya biaya pelayanan kesehatan yang ditandai dengan kenaikan iuran BPJS dua kali lipat. Tentu, masalah biaya kesehatan ini semakin menambah beban masyarakat dari beban-beban yang telah ada sebelumnya.
Menyikapi kenaikan iuran BPJS ini, Kepala Staf Kepresidenan dan Menteri Keuangan, angkat bicara. Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko meminta masyarakat memahami rencana pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Dengan kenaikkan itu, Moeldoko tak ingin masyarakat beranggapan sehat itu murah. Menurutnya, masyarakat perlu memahami bahwa sehat itu mahal dan perlu perjuangan. "Saya pikir semua masyarakat harus memahami itu (iuran BPJS Kesehatan naik), karena nanti, jangan mengembangkan sehat itu murah, nanti repot. Sehat itu mahal, perlu perjuangan," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden (KSP), Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (4/9). (m.cnnindonesia.com).
Sementara, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menegaskan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak akan menyusahkan masyarakat miskin. Justru pemerintah selalu berupaya membantu masyarakat kelompok kecil. Hal ini disampaikan Sri Mulyani di depan mahasiswa dan dosen di Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok, Senin (9/9/2019). Menurutnya, pemerintah masih menanggung iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk 150 juta orang yang masuk dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat sekitar 96 juta dan PBI Pemerintah daerah sekitar 37 juta serta Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) atau masyarakat biasa yang bukan pegawai pemerintah sebanyak 17 juta jiwa. Namun demikian, ia mengatakan pemerintah tidak bisa bekerja sendirian sehingga masyarakat mampu juga harus ikut membantu. (cnbcindonesia.com).
Pernyataan Moeldoko dan Sri Mulyani ini menunjukkan jahatnya sistem sekuler yang dianut negeri ini. Dari sistem sekuler, lahirlah para pejabat negara yang berakhlak buruk dan tidak punya empati atas penderitaan rakyat dan lepas tanggung jawab terhadap rakyat. Memang, pemerintah telah memberikan bantuan kepada rakyat yang tidak mampu. Tetapi bantuan tersebut hanya didapatkan oleh orang-orang tertentu dan pelayanannya pun berbeda, tergantung kelasnya masing-masing berdasarkan besarnya iuran yang di bayar. Adapun bagi orang-orang yang tidak menerima bantuan iuran, mereka harus membayarnya sendiri. Dalam hal ini, pemerintah bersikukuh bahwa semua Itu tidak memberatkan rakyat.
Mahalnya biaya kesehatan sebetulnya merupakan dampak riayah negara yang buruk. Negara tidak pernah serius dalam mengurusi urusan umat dan apa saja yang menjadi kebutuhan umat, termasuk dalam hal kesehatan. Rakyat dipaksa untuk membayar iuran yang mahal, namun tidak mendapatkan pelayanan yang memadai. Padahal melayani rakyat dalam segala bidang adalah tanggung jawab negara. Kondisi semacam ini wajar terjadi akibat Indonesia menerapkan sistem kapitalis. Negara hanya berfokus untuk mengurusi pihak yang mempunyai modal besar, yakni pihak asing. Apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan pihak asing dipenuhi, sementara rakyat terus-menerus dipalak dengan kenaikan tarif yang semakin tinggi di sejumlah fasilitas publik.
Berbeda halnya dengan sistem Islam. Dalam lslam, negara berfungsi meriayah dan menjaga umat melalui penerapan sistem Islam. Semua kebutuhan rakyat dipenuhi dan negara juga menjamin kesejahteraan, termasuk bidang kesehatan dengan murah bahkan gratis. Pada masa pemerintahan Khilafah, Kesehatan merupakan salah satu bidang di bawah divisi pelayanan masyarakat (Mashalih an-Nas). Pembiayaan rumah sakit seluruhnya ditanggung oleh pemerintah. Dokter dan perawat digaji oleh khalifah. Dananya diambil dari Baitul Maal dari pos harta kepemilikan negara (kharaj, jizyah, harta waris yang tidak dapat diwariskan kepada siapapun, dan lain-lain) dan pos harta kepemilikan umum (hasil pengelolaan sumber daya alam, energi, mineral, tanah, dan sebagainya). Pelayanan kesehatan gratis bagi pasien tidak hanya diterapkan saat kekhilafahan mencapai puncak kejayaannya, melainkan sudah diterapkan sejak awal kemunculan rumah sakit Islam. (mediasiar.com).
Untuk itu, marilah kita gunakan sistem Islam untuk mengatur tatanan kehidupan di negara kita, karena dalam Islam, negara berfungsi meriayah dan menjaga umat dengan sebaik-baiknya, tanpa ada satupun pihak yang terabaikan. Wallahu a'lam bish showab.