Oleh : Ulfah Novianti, S.T
Banyaknya Impor adalah bukti rezim yang teledor. Negara tidak bisa memperhitungkan kapan harus impor dan kapan harus membatasinya, sehingga pemerintah Indonesia di nilai tidak cerdas mengambil keputusan impor. Bukti yang terindra adalah saat pemerintah melakukan impor beras padahal bulog menyatakan persedian beras untuk rakyat Indonesia lebih dari cukup.
Kita pun menyadari Indonesia ini dianugerahi Allah subhanahu wa ta'ala kekayaan alam yang sangat berlimpah termasuk sumberdaya bahan pangan. Lalu kenapa pemerintah tetap mengimpor pangan? Hal ini disebabkan 2 faktor utama yang saling terkait yaitu 1.Buruknya sistem pengelolaan pangan yang dijalankan di negara ini karena mengadopsi konsep neoliberal
2. Terperangkapnya Indonesia dalam agenda liberalisasi global.
Faktor ke-2 juga sangat berpengaruh dalam mendorong masifnya impor pangan ini. Tekanan liberalisasi global tidak bisa dihindari karena Indonesia ikut-ikutan mengadopsi sistem kapitalisme liberal yang menyebabkan visi dan kebijakan pangan negara dikendalikan oleh kapitalis global. Diantaranya adalah kebijakan pasar bebas. Dengan bergabungnya Indonesia kedalam WTO maka Indonesia harus membuka pasarnya bagi berbagai produk luar negeri. Bahkan aturan WTO memaksa negara anggotanya untuk menghilangkan semua yang bisa menghambat berlangsungnya perdagangan bebas ini. Tekanan inilah yang menyebabkan diserbunya Indonesia oleh berbagai pangan impor mulai dari buah, sayur, pangan pokok hingga makanan olahan. Dan dibangun persepsi, seakan-akan kita akan kekurangan pangan jika tidak melakukan impor.
Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita pun menyatakan keputusan ini harus dijalankan apapun konsekuensinya karena dapat memancing respons negara tetangga. Presiden sebenarnya mengetahui bila dampak dari derasnya impor ini membuat defisit neraca perdagangan Indonesia. Namun, Jokowi tak menegur Enggar soal impor. Perhatian Jokowi lebih terarah pada mandeknya ekspor yang tak kunjung mampu mengimbangi impor.
Hal ini membuktikan rezim telah terjebak bahkan menjadi antek kepentingan kapitalisme global.
Lalu bagaimana islam memandang masalah impor?
Impor adalah bagian dari aktivitas jual beli, dan dalam islam jual beli itu halal. Sebagaimana firman Allah SWT,
“… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba…” (QS. Al Baqarah: 275)
Mengimpor barang dari negara kafir pada dasarnya boleh-boleh saja. Yakni selama aturan syariat tetap dipelihara. Demikian pula mengekspor barang ke negara kafir. Kegiatan ekspor-impor sebenarnya sudah ada sejak zaman jahiliyah. Bahkan hal ini diabadikan oleh Allah dalam Surat Quraisy, ketika Allah mengingatkan mereka tentang salah satu nikmat besar yang Ia berikan kepada mereka. Yaitu dengan membiarkan mereka bebas berniaga ke Negeri Syam saat musim panas, dan ke Negeri Yaman saat musim dingin.
Ekspor-impor bukanlah hal yang dilarang. Impor dilakukan demi kemaslahatan rakyat dan sebagai penjagaan kedaulatan negara. Namun hal ini tidak akan terwujud selama sistem neolib masih bercokol. Dibutuhkan Khilafah agar terwujud kemandirian masyarakat dan kesejahteraan pangan.
Wallahu'alam bis shawab.