Oleh : Julia Astuti (Mahasiwi STI Tarbiyah Muara Enim)
Presiden Joko Widodo (Jokowi) resmi memilih Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) sebagai lokasi ibukota baru Indonesia, berlokasi di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kertanegera, Kalimantan Timur. Jokowi menyampaikan, kajian soal pemindahan ibu kota baru sudah dilakukan secara mendalam sejak tiga tahun lalu. Hal ini terungkap setelah akun YouTube resmi sekretariat Presiden mengunggah video mengenai rencana pengumuman ibu kota baru tersebut. Dalam wawancara dengan Tempo pada 19 Agustus 2019, dia mengatakan lokasi bakal ibukota mengerucut di dua lokasi yaitu Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah tepatnya di kabupaten penajam paser utara dan sebagian di kabupaten kutai kartanegara.
Dalam konferensi pers di istana Negara senin (26/08), Presiden menyampaikan berbagai pertimbangan yang menjadi alasan kenapa ibu kota harus di pindahkan ke Kalimantan di lokasi yang sudah menjadi pilihan. alasan utamanya karena lokasi yang di pilih sebagai calon ibu kota baru itu minim resiko bencana seperti gempa bumi, tsunami, longsor, banjir, kebakaran hutan, sedangkan kota Jakarta yang menjadi ibu kota Indonesia saat ini dinilai sudah tidak layak lagi untuk menanggung beban sebagai pusat ekonomi mata pencarian dan pusar berjalannya pemerintahan. Kondisi ibu kota Jakarta saat ini sudah mengalami penumpukan masalah yang semakin bertambah selain banjir, longsor, polusi, kemacetan, di tambah lagi beban penduduk yang semakin padat.
Pertimbangan kedua karena kawasan paser utara dan kutai kartanegara memiliki infrastruktur lengkap dengan tersedianya 180 hektar lahan milik pemerintah dan geografis yang tepat. alasan selanjutnya dengan tujuan untuk memajukan Negara Indonesia menjadikan Indonesia sebagai poros maritim.
Wacana pemindahan ibu kota ini mulai memunculkan berbagai konflik baru dari segi social, politik, ekonomi, pro dan kontra dalam masyarakat. Diantaranya menurut David Henley yang focus pada studi kontemporer tentang Indonesia, menilai kebijakan pemerintah dalam pemindahan ibu kota di Indonesia belum saatnya dilakukan, sebab pemindahan ibu kota justru akan memicu menumpuknya masalah baru.
menanggapi tindakan pemerintah perihal pemindahan ibu kota dengan alasan yang sudah di jabarkan tersebut sangat tidak masuk akal dan sepertinya para elit sudah tidak lagi memikirkan rakyat dengan segala rencananya seakan kedudukan kekuasaan bebas mereka mainkan dengan mata buta dan kerusakan akut parah.
Melihat estimasi anggaran pemindahan ibu kota dari Jakarta ke luar Pulau Jawa mencapai Rp466 Triliun atau US$33 Miliar. Pembiayaan tersebut direncanakan akan di bagi dalam 4 suber dan 1 rencana sumber. di antaranya dari dana APBN, KPBU, BUMN, SWASTA dan ditambah 1 rencana lain yaitu menjual sebagian wilayah yang ada di Kalimantan kepada pihak pribadi.
Jika kita lihat dari dana APBN ternyata hanya 19% yang siap di tanggung, bahkan dana anggaran pemerintah seperti gaji para PNS selama ini masih harus hutang pada luar. sedangkan hitang Indonesia 2019 sudah mencapai Rp5.135 triliun. Hutang pada satu BUMN saja mampu melunasi selama 336 tahun. Belum lagi bunga dari hutang pokok tersebut harus di bayar dan semakin membengkak berlipat-lipat.
Di samping itu alasan pemerintah memindahkan Ibu kota karena masalah kemacetan, polusi, banjir dan lainnya yang merupakan Program pemerintah dalam mengatasi masalah ibu kota menjadi sebuah Kegagalan total karena artinya pemerintah tidak mampu mengatasi masalah yang menjadi programnya tersebut. Bahkan seolah lari dari masalah yang bertumpuk. Jika Ibukota siap pindah bagaimana dengan para PNS dan pekerja lainnya yang harus ikut pindah membopong semua keluarga, anak dan kerabat mereka ke tempat yang tidak dekat. Tentu saja mereka harus memikirkan lagi tempat tinggal dan mengurus semua persyaratan kependudukan baru serta persyaratan baru di tempat pendidikan anak cucu mereka. Begitu juga para pejuang kerja yang mengadu nasib di ibukota sudah di pastikan akan bertambah banyak. Semakin menambah angka pengangguran.
Pemindahan ibu kota ini bukan hal yang mudah, seperti menelan ludah. Bukan pula perkara yang mendesak.
Setelah di telisik lebih dalam, ketika pemerintah mengumumkan pemindahan ibukota ini mulai semakin bermunculan para investor luar yang bersedia berinvestasi untuk Indonesia, tapi itu semua pasti tidak Cuma - Cuma, semakin banyak para pengusaha asing yang menawarkan bahan-bahan pokok untuk pembangunan bahkan ada yang sudah mulai mendirikan pabrik semen. Belum lagi lagi pekerja asing sudah siap sedia membantu. Di belahan bumi Kalimantan ada kota besar yang bernama Balikpapan, dua jam penerbangan dari Jakarta, Balikpapan disebut juga kota minyak. Sejak zaman Belanda ada kilang minyak disana di belum lagi lokasi tambang batubara, tentu saja itu kekayaan bumi yang tidak sedikit. Jika pemerintah bekerja sama dengan asing dalam pembangunan ibu kota baru ini maka akan semakin memudahkan asing dalam meluruskan misi OBORnya. Tentu saja semua itu akan menambah derita panjang rakyat Indonesia.
Alasan Pemerintah dalam wacana pemindahan ibu kota adalah untuk untuk memajukan Indonesia. Namun Pembangunan ibukota baru yang maju dengan segala fasilitas lengkap untuk menunjang jalannya pemerintahan juga harus di siapkan, pembangunan kantor-kantor dan gedung, tempat pendidikan, tempat pelayanan umum lainnya seperti Rumah sakit, sekolah, pasar, jalan umum, dan berbagai fasilitas lain, tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Namun jika dilihat dari empat sumber dana yang kurang meyakinkan tersebut, bahkan sampai ada rencana untuk menjual sebagian wilayahnya pada pribadi, masih mungkinkah Indonesia bisa maju dengan pemindahan ibu kota baru?
Mengibgat saat ini dengan kondisi masyarakatnya jauh dari kata sejatera.
Dilihat dari ekonomi yang tidak stabil, pengobatan yang sulit karena terhalangnya biaya dan naiknya BPJS bahkan dua kali lipat, BBM yang ikut naik seakan makin mencekik rakyat, sekolah yang tidak gratis dan fasilitas yang serba terbatas, harga hasil pertanian yang anjlok bahkan gagal panen akan semakin mencekik hidup mereka.
Begitu juga dengan jumlah pengangguran yang sampai saat ini semakin bertambah, belum lagi masalah Papua yang hingga hari ini masih kacau dan belum di temukan jalan keluarnya. Seharusnya hal itu yang jauh lebih penting dan l mendesak untuk di Carikan solusi daripada rencana pemindahan ibu kota.
Pemindahan ibu kota yang sifatnya tidak terlalu mendesak di banding dengan masalah kesejahteraan rakyat membuktikan bahwa pemerintah gagal dalam mensejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Permasalahan Negara dan rakyat dengan bersolusi pada pemindahan ibu kota bukan alasan yang masuk akal. Sebagai rakyat yang beriman kita yakini bahwa bencana kerusakan terjadi salah satunya adalah murkahAllah atas kemaksiatan dan kedzoliman yang di buat oleh manusia itu sendiri.
Seperti yang kita lihat saat ini, kemaksiatan merajalela, pembunuhan, perzinahan, pembuatan aturan yang bertentangan dengan Agama seperti melegalkan LGBT dan kdzoliman pemerintah itu sendiri yang mengundang murka ALLAH.
Solusi dari permasalahan yang sangat pelik ini bukanlah dengan memindahkan Ibukota Negara, namun dengan kembali pada Islam Kaffah (sempurna). Islam mampu mengatur semua aturan dari hal terkecil sampai hal terbesar, dari bangun tidur sampai tidur lagi. Islam juga mampu mengatur ketatanegaraan seperti yang pernah terjadi pada masa kejayaan Islam yang pernah berjaya menguasai dunia. Ketika aturan Allah yang diterapkan selain kesejahteraan yang di dapat juga Keridhoan Allah yang menyelimuti bukan malah mengundang murka Allah dengan turunnya segala bencana.
Hanya dengan kembali kepada Islam kaffah solusi yang mampu menyelesaikan problematika rakyat dan Negara. Dengan di terapkannya seluruh aturan Islam, maka kemaksiatan, kekacauan, keterikatan pada asing yang merugikan negara dan masyarakat akan tenggelam bersamaan dengan system kufur demokrasi yang di terapkan saat ini. semoga kita semua semakin menyadari bahwa sistem yang bobrok saat ini tidak akan pernah bisa memberikan ketenangan dan kesejahteraan pada negara dan masyarakat, jalan satu - satunya hanyalah hijrah pada system yang benar yaitu sistem Islam secara kaffah.
Wallahu a’lam bi ashowab