Bagaimana Islam Menetapkan Pajak?




Oleh: Endang Setyowati


Di saat harga- harga melambung naik, seperti mahalnya harga cabe, kini rakyat harus merasakan beban pajak yang semakin tinggi. Dengan berbagai cara pemerintahpun menyuguhkan berbagai pelayanan yang mudah untuk membayar pajak.

Seperti di lansir Detikfinance  (02/8/2019), Demi mendorong kesadaran wajib pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan berbagai cara. Termasuk mengeluarkan tagline bayar pajak semudah isi pulsa.
Tagline itu ternyata ide dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Pajak semakin hari semakin tidak bersahabat dengan rakyat, sampai kantong plastikpun kena pajak. 
CNN Indonesia (2/7/2019), Kementerian Keuangan ( Kemenkeu ) meminta tarif cukai kantong plastik sekali pakai (kresek) sebesar Rp200 per lembar. Ini Membiarkan rencana membuat kantong  plastik sebagai Barang Kena Cukai (BKC) terbaru oleh pemerintah. 

Saat ini,  rakyat hanya dijadikan sebagai obyek pemerasan melalui berbagai aturan pajak yang memberatkan rakyat.
Sumber pendapatan sebegitu di genjotnya dari sektor pajak.
Membuktikan bahwa kebobrokan paham neoliberal 
yang diadopsi rezim penguasa adalah nyata.

Jika di dalam Islam, pengambilan pajak dikenakan apabila bait al-maal mengalami kekosongan dan kebutuhan negara untuk menarik pajak memang sangat dibutuhkan sementara sumber pemasukan negara yang lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut tidak ada.

Pajak yang diwajibkan oleh penguasa muslim karena keadaan darurat untuk memenuhi kebutuhan negara atau untuk mencegah kerugian yang menimpa, sedangkan perbendaharaan negara tidak cukup dan tidak dapat menutupi biaya kebutuhan tersebut.

Pajak yang ditarik wajib dialokasikan untuk berbagai kepentingan umat dengan cara yang adil. Bermusyawarah dengan ahlu ar-ra’yi dan anggota syura dalam menentukan berbagai kebutuhan negara  yang membutuhkan dana tunai dan batas maksimal sumber keuangan negara dalam memenuhi kebutuhan tersebut.

Disertai pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian dana tersebut dengan cara yang sejalan dengan syari’at.
Pajak bukan pula untuk menekan pertumbuhan, atau menambah pendapatan negara, kecuali diambil semata untuk membiayai kebutuhan yang ditetapkan oleh syara’.

Selain itu, di dalam sistem pemerintahan Islam juga tidak akan menetapkan biaya apapun dalam pelayanan publik, seperti biaya kesehatan, pendidikan, dan keamanan. 

Semuanya di berikan dengan gratis, dan terbaik. Begitu juga negara tidak akan memungut biaya-biaya administrasi, termasuk denda layanan publik, seperti PLN, PDAM, Telkom, dan sebagainya. 

Termasuk, tidak memungut biaya pembuatan SIM, KTP, KK, surat-menyurat dan sebagainya. Karena semuanya itu sudah menjadi kewajiban negara kepada rakyatnya.

Maka apakah kita masih tidak yakin dengan pemerintahan Islam? Yang dibangun diatas landasan hukum syara' yang mana itu berasal dari Allah SWT yang menciptakan alam semesta beserta kehidupan ini.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak