Aroma Korupsi dan Liberalisasi Dibalik Padamnya Listrik



Oleh: Naini Mar  A

Listrik padam secara massal di Jabodetabek dan sebagian wilayah Jawa Tengah, Ahad (4/8/2019) kemarin. Wilayah yang terdampak pemadaman listrik, gelap gulita dan lumpuh hingga berjam-jam. Jakarta dan sekitarnya seolah-olah seperti kota mati, roda perekonomian dan transportasi sempat terhenti. Pasalnya, empat kereta MRT sempat terjebak di bawah tanah, kereta jarak jauh terlambat pergi hingga berjam-jam, jaringan telekomunikasi semua operator lumpuh, orang-orang jadi susah memesan ojek daring--yang kini makin jadi kebutuhan warga di kota besar dan masih banyak kerugian lain yang dirasakan rakyat karena padamnya aliran listrik saat itu.
Terlebih, pemadaman listrik selama berjam-jam itu, tanpa ada pemberitahuan dari instansi terkait. Sebelumnya, PLN melalui akun Twitternya, @_pln_id mengunggah permohonan maaf akibat gangguan listrik yang padam secara massal pada Ahad (4/8/2019).
Perusahaan Listrik Negara (PLN) awalnya mengatakan penyebab listrik padam adalah karena gangguan pada gas turbin 1 sampai 6 di Pembangkit Listrik Tenaga Uap Cilegon, Banten dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin di Cilegon. Tapi pernyataan ini diralat. Penyebab blackout, kata PLN, adalah gangguan transmisi Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran dan Pemalang (tirto.id, 5/8/2019).
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono, mengatakan bahwa pemadaman listrik secara masal yang terjadi sejak Minggu (4/8/2019) siang itu menjadi bukti kencangnya praktik korupsi di tubuh PLN. Hal itu diungkapkan Arief lantaran kerusakan terjadi di dua transmisi listrik yakni di Ungaran-Pemalang. Selain itu Arief juga menyoroti terkait dengan tidak adanya respon darurat atau emergency plan yang disiapkan oleh PLN ketika pembangkit listrik atau transmisinya rusak. Karena itu Arief malah mencurigai kalau ada praktik korupsi yang mengakibatkan turunnya kualitas transmisi listrik (suara.com).
Tak hanya itu, kejanggalan demi kejanggalan terus bermunculan, hingga ditengarai ada aroma liberalisasi. Itu terlihat dari pernyataan Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara yang menilai bahwa PLN perlu memiliki pesaing yang turut berperan menyediakan pasokan listrik kepada masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengkaji restu bagi perusahaan lain yang bisa menjadi distributor listrik di Tanah Air. Wacana tersebut kini tinggal mendapat restu dari Kementerian ESDM.
Saat ini manusia sangat bergantung pada pasokan listrik. Perannya sangat vital karena  listrik memegang urat nadi kehidupan. Karena itulah listrik tak lepas dari endusan tikus-tikus berdasi dan para kapitalis. Mulai dari pucuk pimpinan hingga bawahan yang akrab dengan korupsi. 
Hal terbaru, ada Sofyan Basyir yang baru lengser dari posisi Direktur Utama setelah menjadi tersangka di Komisi Pemberantasan Korupsi. Sofyan Basir diduga terlibat korupsi dalam proyek PLTU Riau 1. Sebelumnya, ada Direktur Utama PLN periode 2001-2008 Eddie Widiono yang divonis lima tahun penjara dalam kasus korupsi proyek outsourching Costumer Information System-Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Distribusi Jakarta Raya (Disjaya) Tangerang.
Selain itu, Direktur Utama PLN Nur Pamudji periode 2011-2014 dijerat dalam kasus korupsi pengadaan bahan bakar minyak (BBM) high speed diesel (HSD). Dahlan Iskan juga pernah dijadikan tersangka untuk dugaan korupsi yang dilakukan selama menjabat Direktur Utama PLN. 
Banyak yang menduga, bisa jadi padamnya listrik yang memakan waktu hingga belasan jam di beberapa wilayah di Jawa itu juga akibat korupsi yang belum terungkap. Teknologi dan spesifikasi yang tidak sesuai karena korupsi, bisa jadi blackout. Jadi bukan semata-mata hanya kendala teknis saja. Masyarakat juga menyesalkan penanganan pemadaman listrik yang lamban. Hal ini merugikan masyarakat dari berbagai aspek, terutama aspek ekonomi.
Semestinya, dalam proses perawatan harus ada kontrol berkala. Jika saja jaringan atau gardu listrik dipantau dengan baik, kemungkinan padamnya listrik serentak tersebut tak perlu terjadi karena sudah diantisipasi.
Buramnya pengelolaan listrik negara hingga menjamurnya praktik korupsi di tubuh PLN, ditambah aroma liberalisasi listrik yang akan diserahkan ke swasta membuktikan buruknya penanganan listrik di Indonesia. Padahal, rakyat sudah membayar mahal atas Tarif Dasar Listrik (TDL) yang sewaktu-waktu berubah.
Sesungguhnya, problematika kelistrikan ini bisa diatasi, apabila negara mampu meriayahnya dengan benar sesuai syariat Islam.
Menurut Islam, listrik merupakan kepemilikan umum yang wajib dikuasai dan dikelola oleh negara untuk kepentingan seluruh rakyat. Karena, Listrik merupakan kebutuhan pokok rakyat dan merupakan bentuk pelayanan masyarakat yang wajib dilakukan negara. Oleh karena itu, negara tidak boleh menyerahkan penguasaan dan pengelolaan listrik kepada swasta. Hal ini karena listrik dan barang tambang yang jumlahnya sangat besar adalah milik umum yang tidak boleh dikuasai oleh swasta dan individu.
Berkaitan dengan ini Rasulullah saw bersabda:
“Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Daud).
Termasuk dalam api disini adalah energi berupa listrik. Yang juga termasuk kepemilikan umum adalah barang tambang yang jumlahmya sangat besar.
Islam juga akan menghukum para pelaku korupsi dengan hukuman seberat-beratnya, sehingga praktik-praktik korupsi bisa dicegah dan membuat pelakunya jera, selain juga membentengi umatnya dengan akidah yang benar. Wallahu a’lam bi showab. 
Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin ? (TQS. Al Maidah : 50)

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak