Antara Papua dan Referendum



Oleh: Sri Yana


Sudah kita ketahui bahwa Timor Leste atau Timor Timur merupakan provinsi ke-27 yang masuk Indonesia antara 17 Juli 1976 hingga 19 Oktober 1999, kemudian lepas dari Indonesia melalui referendum, dan diambil alih oleh PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Mungkinkah Papua juga akan lepas melalui referendum? Mungkin saja terjadi. Karena sinyal-sinyal itu sudah dirasakan, mulai dari pengibaran bendera bintang kejora saat berunjuk rasa hingga aksi mogok nasional yang menginginkan referendum.


Sebagaimana dilansir m.cnnindonesia.com,28/8/2019 bahwa puluhan mahasiswa Papua kembali mengibarkan bendera bintang kejora saat berunjuk rasa menuntut referendum di depan Istana Mereka, Jakarta, rabu(28/8). Mereka juga meminta Presiden Jokowi agar menemui massa.


Aksi-aksi ini terjadi, karena beberapa waktu ke belakang ini gencar diberitakan mengenai diskriminasi yang dilakukan terhadap warga Papua di Surabaya, Malang, dan Jawa Timur. Hal ini lalu kemudian memicu sejumlah tindakan anarkis di Papua untuk menentang perlakuan diskriminatif tersebut. Yang tujuannya ingin memisahkan diri dari Indonesia dengan alasan ketimpangan ekonomi.


Ketimpangan ekonomi di Papua memang memprihatinkan, wajar jika masyarakat Papua marah. Kemiskinan masyarakat Papua 8 kali lipat dibanding warga Jakarta. Padahal Papua adalah negeri yang kaya SDA (sumber daya alam) berupa mineral dan tambang. Tetapi kenapa orang-orangnya miskin? Di karenakan ada pihak-pihak kapitalis yang menguasai sumber daya alam disana. Sehingga sumber daya alamnya terkuras, namun masyarakatnya miskin.


Sudah seharusnya negara melindungi dan menjaga SDA milik umat, demi kesejahteraan umatnya, bukan negara pada rezim ini, yang tidak miliki kekuatan untuk menjaga Papua yang menjadi tanggung jawabnya. Sebab kedaulatannya telah digadaikan pada asing.


Relakah kita, jika bumi cendrawasih ini lepas melalui referendum? Tentu saja tidak. Dimana Papua banyak diminati oleh kepentingan Barat yang memang amat kentara pada kisruh Papua. Motifnya tentu tak lepas dari eksistensi kelompok kepentingan tertentu dan penjarahan SDA.


Sudah sejatinya, sebuah negara harusnya menjadi junnah (perisai) dan pemelihara urusan rakyat, bukan pion kekuasaan bangsa lain. Agar wilayah-wilayah yang dikuasainya tidak melepaskan diri, seperti Timor Timur. Dan seharusnya pemerintah harus menjadikan pelajaran, agar tidak terulang lagi. Karena rata-rata lepasnya suatu wilayah, disebabkan pemerintah yang kurang memperhatikan wilayah tersebut, seperti Papua. Oleh karena itu, pemerintah untuk merangkul bumi cendrawasih untuk maju dan sejahtera, baik ekonomi dan pendidikan.


Hal tersebut, dapat terwujud ketika Islam diterapkan. Negara-negara menjadi satu kekuasaan di bawah Daulah Islam dengan dipimpin oleh seorang khilafah. Meskipun mereka berbeda-beda suku, kulit, bahasa, namun mereka di persatukan oleh akidah Islam. Dengan begitu takkan ada satu wilayah pun yang akan meminta referendum, jika Islam telah diterapkan.

Wa'allahu a'lam bish shawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak