Titik Terang Perjuangan Ulama dan Umat Islam



Oleh Alin FM

Praktisi Multimedia dan penulis

Di saat sebagian masyarakat sibuk mempersoalkan padamnya listrik selama 12 jam sebagian pulau jawa, hari Senin, 5 Agustus 2019, ratusan ulama di bawah bendera PA 212 dan GNPF serta FPI mengadakan Ijtima' Ulama di salah satu hotel lorin di Bogor.  Salah satu Hasil Ijtima' Ulama IV   menyatakan adanya kewajiban mewujudkan penegakkan khilafah bagi umat Islam.  Ijtima' ulama IV sontak mengejutkan banyak pihak. Dari pemerintah, partai politik bahkan komentar netizen dan menjadi viral beberapa hari terakhir. 

Banyak yang mempertanyakan arah perjuangan ulama. Ada yang berpendapat nekat dan menantang pemeritah. Bahkan salah satu ormas Islam terbesar di Indonesia dan beberapa partai politik menolak rekomendasi ijtima' ulama IV ini.  

Sebagaimana diketahui, Ijtima' ini menyatakan telah keluar dari barisan Prabowo usai Prabowo bertemu dengan Presiden Jokowi. Sebelumnya mereka adalah pendukung utama Prabowo sejak itjimak 1 sampai 3 dengan arahan Habib Rizieq dalam setiap pertemuannya. Pasca menyatakan bukan bagian dari Prabowo, mereka kemudian mengadakan ijtima' IV dengan keputusan yang sangat mengejutkan

Pada poin pertimbangan, Ijtima' Ulama IV menyebut seluruh ulama menyepakati penegakan khilafah adalah kewajiban agama Islam.

"Bahwa sesungguhnya semua ulama ahlussunah waljamaah telah sepakat penerapan syariah dan penegakan khilafah serta amar ma'ruf nahi munkar adalah kewajiban agama Islam," kata Penanggung Jawab Ijtima' Ulama IV Yusuf Muhammad Martak di Hotel Lorin Sentul, Bogor, Senin (5/8) , dikutip CNN Indonesia.

Kebangkitan ulama mulai terlihat dalam forum ini. Mengingat Ulama adalah rujukan bagi umat Islam sebagai tempat belajar dan bertanya tentang kehidupan di dunia, khususnya solusi Islam dalam menyelesaikan kehidupan. Ulama merupakan pewaris para nabi. Sosoknya sangat tepat untuk menjadi tumpuan harapan ummat dalam menyelesaikan persoalan hidup dan menentang kedzaliman. Ulama penyambung lidah para Nabi dalam memahamkan umat tentang arti Kehidupan. Ulama menjadi pelita terang di tengah kesulitan hidup semakin menghimpit. Sekaligus garda terdepan dalam amar ma'ruf nahi mungkar terutama amar ma'ruf nahi mungkar di hadapan penguasa. 

Ijtima' ulama IV tentang wajibnya Khilafah bisa menjadi titik terang perjuangan  ulama dan umat Islam.  Khilafah adalah bagian dari ajaran Islam sebagaimana shalat, puasa, zakat, haji, dan lainnya. Apalagi menegakkan Khilafah adalah wajib menurut syariah Islam. Bahkan Khilafah merupakan “tâj al-furûd (mahkota kewajiban)”. Pasalnya, tanpa Khilafah—sebagaimana saat ini—sebagian besar syariah Islam di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, pemerintahan, politik, politik luar negeri, hukum/peradilan, dsb terabaikan. Di bidang pendidikan, misalnya, negara menerapkan sistem pendidikan sekular. Di bidang ekonomi, negara menerapkan sistem ekonomi kapitalisme-neoliberal. Di bidang sosial, negara mengadopsi HAM Barat sehingga zina dan LGBT dibiarkan dan tidak dianggap kriminal padahal mengancam kelangsungan generasi.

Allah SWT berfirman:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً…

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sungguh Aku akan menjadikan di muka bumi khalifah…” (TQS al-Baqarah [2]: 30).

Saat menafsirkan ayat di atas, Imam al-Qurthubi menyatakan bahwa wajib atas kaum Muslim untuk mengangkat seorang imam atau khalifah. Ia lalu menegaskan, “Tidak ada perbedaan pendapat mengenai kewajiban (mengangkat khalifah) tersebut di kalangan umat dan para imam mazhab; kecuali pendapat yang diriwayatkan dari al-‘Asham (yang tuli terhadap syariah, red.) dan siapa saja yang berpendapat dengan pendapatnya serta mengikuti pendapat dan mazhabnya.” (Al-Qurthubi, Al-Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, 1/264).

sabda Rasulullah saw.:

مَنْ مَاتَ وَ لَيْسَ فِي عُنُقِهِ بَيْعَةٌ مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً

“Siapa saja yang mati, sedangkan di lehernya tidak ada baiat (kepada imam/khalifah), maka ia mati jahiliah.” (HR Muslim).

Berdasarkan hadis di atas, menurut Syaikh ad-Dumaiji, mengangkat seorang imam (khalifah) hukumnya wajib (Ad-Dumaiji, Al-Imâmah al-‘Uzhma ‘inda Ahl as-Sunnah wa al-Jamâ’ah, hlm. 49).


Lebih dari itu, Rasulullah saw. menegaskan bahwa imam/khalifah atas kaum Muslim sedunia tidak boleh lebih dari satu:

إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخِرَ مِنْهُمَا

“Jika dibaiat dua orang khalifah maka perangilah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim).

Wajar ijtima' ulama IV pada senin lalu senada dengan Ijmak Ulama Aswaja. Berdasarkan dalil-dalil di atas—dan masih banyak dalil lainnya—yang sangat terang-benderang wajar jika kewajiban menegakkan Khilafah telah menjadi ijmak para ulama Aswaja, khususnya imam mazhab yang empat (Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafii dan Imam Hanbali). Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Syaikh Abdurrahman al-Jaziri (w.1360 H):

إِتَّفَقَ اْلأَئِمَّةُ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ أَنَّ اْلإِمَامَةَ فَرْضٌ…

Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib…” (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, 5/416).

Hal senada ditegaskan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal (Ibn Hajar, Fath al-Bâri, 12/205).

Pendapat para ulama terdahulu di atas juga diamini oleh para ulama muta’akhirîn (Lihat, misalnya: Syaikh Abu Zahrah, Târîkh al-Madzâhib al-Islâmiyah, hlm. 88; Dr. Dhiyauddin ar-Rais, Al-Islâm wa al-Khilâfah, hlm. 99; Abdul Qadir Audah, Al-Islâm wa Awdha’unâ as-Siyâsiyah, hlm. 124; Syaikh Taqiyyuddin an-Nabhani (Pendiri Hizbut Tahrir), Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah, 2/15; Dr. Mahmud al-Khalidi, Qawâ’id Nizhâm al-Hukm fî al-Islâm, hlm. 248; dll).

Ulama Nusantara, Sulaiman Rasyid, dalam kitab fikih yang terbilang sederhana namun sangat terkenal berjudul Fiqih Islam, juga mencantumkan bab tentang kewajiban menegakkan Khilafah. Bahkan bab tentang Khilafah juga pernah menjadi salah satu materi di buku-buku madrasah (MA/MTs) di Tanah Air. Berdasarkan dalil diatas, masih adakah yang berani menolak Khilafah sebagai ajaran Islam?! Jika ada, pertanggung jawabannya langsung di hadapan Allah SWT kelak.

Maka dari itu Pentingnya peran ulama dalam Memahamkan sistem Khilafah dengan gambaran utuh tentang sistem Khilafah yang berasal dari metode sahih sebagaimana dicontohkan Rasul Saw dalam menegakkan Daulah Madinah harus dilakukan. Menyatukan pemikiran Inilah yang sekarang penting dilakukan. Pemikiran yang mengikuti metode kenabian. Bukan perjuangan penegakan syariat secara penerapan yang parsial atau bahkan subtasial semata. Jalan perjuangan melalui thariqah  Nabi Saw yang  memberi peluang pada tampilnya sistem politik Islam secara paripurna. Dengan umat menghendaki penerapan Syariah secara sempurna dalam Naungan Khilafah. Butuh Kekuatan semua elemen sistem termasuk dukungan masyarakat agar tercipta penegakkan Khilafah tanpa kekerasan. Allahu Akbar!!!


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak