Sudah Haji, Mengapa Tidak Membawa Perbaikan?




Oleh : Lilik Yani

Ketika saya masih kecil, yang disebut pak Haji adalah orang yang sangat terhormat. Bukan sekedar orang kaya yang mampu mengeluarkan biaya mahal untuk perjalanan sucinya. Melainkan, orang yang setelah pulang dari menunaikan ibadah haji,  beliau benar-benar menjadi teladan bagi masyarakat sekitarnya.

Jika sebelum berangkat haji, beliau adalah orang yang suka berbagi. Maka sepulang haji, menjadi jauh lebih dermawan kepada para tetangga dan handai taulan yang membutuhkan pertolongan. Beliau telah mendapatkan pelajaran berkorban selama ditanah suci. Pelajaran inti dalam ibadah haji. Hingga Hari Raya Idhul Adha sering disebut juga Hari Raya Haji atau Hari Raya Qurban. 

Pak Haji adalah orang yang sangat sabar dalam bergaul dengan siapa saja. Mudah memaafkan kesalahan orang lain. Beliau menjadi orang yang sangat ikhlas dalam segala aktivitasnya. Perilaku dan ekspresi wajahnya tampak kesabaran dan keikhlasannya. Lisan dan tindak tanduknya tulus, benar-benar keluar dari hati nuraninya. Sungguh sangat menyenangkan ketika interaksi dengannya.

Masyarakat merasa betah dekat dengannya. Selalu saja beliau bisa memberikan solusi terbaik atas berbagai masalah yang muncul di lingkungan sekitarnya. Bahkan bisa menjadi sumber inspirasi untuk meningkatkan kwalitas hidup bermasyarakat. Beliau menjadi panutan dan teladan bagi keluarga dan orang-orang sekelilingnya.

Sementara saat ini, sudah sangat jarang terlihat. Padahal yang berangkat menjalankan ibadah ke tanah suci makin tahun semakin bertambah jumlahnya. Tetapi sulit menemukan kualitas haji seperti yang diperlihatkan Pak Haji di kampung ketika saya kecil dulu.

Hingga ada teman saya yang merasakan prihatin dengan kenyataan ini, lalu dia mengatakan, “sekarang banyak yang berangkat haji tapi jadi haji-hajian. Pulang haji memakai kopyah putih dan pakaian takwa, sebutannya menjadi pak Haji. Padahal perilakunya sama sekali tidak mencerminkan sifat seseorang yang sudah menjalankan serangkaian rukun haji.”

Ketaatannya dalam beribadah, keikhlasannya dalam berbuat, kesabarannya menghadapi berbagai masalah, juga sifat pengorbanannya yang demikian kurang, sehingga sama sekali tidak mencerminkan kwalitas muslim paripurna yang telah menuntaskan rukun Islamnya.

Maka dari itu, tidak mengherankan, meskipun setiap tahun umat Islam Indonesia semakin bertambah banyak yang berangkat Haji, tetapi dampak yang dirasakan negeri Indonesia ini tidak signifikan. Ketaatan, kesabaran, keikhlasan dan pengorbanan hanya menjadi buah bibir yang diucapkan, tetapi sangat langka dalam perbuatan nyata. 

Maka tidak heran, jika para politikus yang telah berhaji masih saja suka berebut kekuasaan dan main sikut-sikutan dalan menjalankan tugas kenegaraan. Karena mereka belum memahami makna pengorbanan yang menjadi hikmah utama ibadah haji.

Jangan heran pula, jika para pengusaha yang sudah menunauikan haji, tapi belum ikhlas dalam usahanya. Yang ada di benaknya hanyalah bagaimana mereguk keuntungan sebesar-besarnya, tanpa mau menebar kesejahteraan kepada orang-orang yang tak mampu. Mereka tidak peduli dengan jeritan warga sekitar karena kelaparan. Yang penting diri dan keluarganya hidup nyaman dan berkecukupan. Sungguh, di mana hati nuraninya yang sudah dibersihkan ketika ibadah di tanah suci itu.

Selain itu, banyak pula tokoh masyarakat, penyelenggara Negara, pemuka agama, dan semacamnya yang berhajinya tidak bermakna apa-apa, kecuali sudah gugur kewajibannya. Karena niat berhajinya masih tercampuri urusan lain. Berhaji karena ada agenda-agenda tersembunyi, untuk tujuan-tujuan duniawi, berhaji untuk wisata ruhani, ada pula yang berhaji berkali-kali untuk memamerkan kekayaannya. Astaghfirullah.

Kalau seperti itu, sungguh sangat disayangkan. Haji yang seharusnya menjadi ibadah sakral untuk menyempurnakan rukun islamnya. Haji yang memerlukan biaya mahal, tidak semua orang bisa berangkat ke tanah suci karena kepingan uang yang dikumpulkan tak kunjung mencukupi biaya haji. Sedangkan mereka yang sudah diberi kesempatan oleh Allah untuk diundang menjadi tamu Allah di tanah haram itu, tetapi tidak dimanfaatkan dengan maksimal.

Seharusnya, mereka berjuang untuk menjadi Haji Mabrur. Menjadi orang-orang yang benar-benar haji sepulang dari tanah suci. Hingga bisa mengaplikasikan hikmah-hikmah yang didapatkan ketika beribadah di baitullah, untuk diterapkan dalam kehidupan nyata di tanah air. Bukan sekedar napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim di tanah haram saja, tetapi juga diteruskan napak tilasnya di negeri Indonesia di mana pun berada.

Padang Arafahnya, mereka gelar sepanjang hidupnya dengan terus melakukan perenungan diri dan membangun komitmen untuk menjadi manusia yang bermanfaat untuk perbaikan negeri tercinta ini.

Medan lempar jumrahnya, diperluas hingga wilayah aktivitasnya ehari-hari. Dengan membuang sifat setaniyah yang mungkin masih berada dalam diri. Agar menjadi hamba yang selalu berbuat kebaikan dan manfaat buat sekitar.

Thawafnya, diperluas sampai ke tempat mereka berada, Hingga setiap harinya terus berputar, menjalankan aktifitas yang berorientasi akherat. Dan menyadari bahwa setiap apapun yang dilakukan selalu dalam pengawasan Allah dan akan dimintai pertanggungjawaban saat di akherat kelak.

Tempat sa’i nya, bukan sekedar antara bukit shafa dan marwah. Tetapi dipanjangkan, dari buaian hingga ajal datang. Berjuang tanpa lelah untuk meraih Ridlo Allah.

Saudaraku, andai semua orang memahami hikmah ibadah Haji yang sesungguhnya,. Maka mereka tidak akan menyia-nyiakan kesempatan yang diberikan Allah itu hanya dengan bersantai-santai atau ibadah asal gugur kewajiban. Andai mereka berjuang untuk napak tilas perjalanan Nabi Ibrahim berserta keluarga, dengan sepenuh jiwanya, maka akan ada hikmah yang bisa ditularkan kepada saudara, kerabat, dan orang-orang sekitar dengan teladan kebaikan yang nyata.

Saudaraku, akankah penduduk negeri tercinta ini hanya pertambahan jumlah pak Haji dan Bu Hajjah saja, tanpa ada perubahan signifikan yang bisa membawa perubahan peradaban menjadi negeri yang penuh berkah? Semoga Allah melembutkan hati kita semua untuk terus berbenah diri, berjuang menerapkan hikmah Haji walau masih di negeri sendiri. 

Wallahu a'lam bisshawab


Surabaya, 07 Agustus 2019


#HajiMabrurHadiahSyurga
#JadilahTamuAllahYangBaik

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak