Oleh:Ummu Salman (Ibu Rumah Tangga, Komunitas Muslimah Peduli Negeri)
Sebanyak 5.227.852 jiwa yang terdaftar dalam Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan dinonaktifkan mulai hari ini. Hal tersebut dilakukan karena Kementerian Sosial menemukan adanya data kependudukan yang tak valid hingga peserta yang sudah meninggal dunia.(detik.com,1/8/2019)
Sistem yang tak menyehatkan
Sejak resmi diterapkan pada tahun 2014, sistem kesehatan ala BPJS ini terus menuai masalah. Di tahun pertama, institusi tersebut langsung mengalami defisit sekitar Rp 1,65 triliun. Ketimpangan dari jumlah iuran yang terkumpul dengan jaminan kesehatan yang dibayarkan, mengakibatkan kinerja keuangan institusi tersebut amburadul. Tahun berikutnya yaitu 2015, kinerja institusi tersebut semakin memburuk. Defisit semakin membengkak, hingga lebih dari Rp 4 triliun. Di 2016, kinerja sempat membaik. Insitusi tersebut mampu menghasilkan surplus hingga Rp 10 miliar. Namun pada 2017, kinerja kembali memburuk. Defisit menyentuh angka tertinggi, sekitar Rp 6 Triliun.(cnbcindonesia.com, 14/9/2018). Tahun ini diperkirakan angka defisit BPJS kesehatan mencapai 28 triliun.
Dengan jumlah defisit yang terus mengalami kenaikan, wacana menaikan iuran pun muncul, yang pada akhirnya pemerintah menyepakati akan kenaikan iuran BPJS tersebut. Tentu kenaikan ini akan semakin membebani rakyat. Sejak sebelum disahkannya UU BPJS ini, mantan menkes Siti Fadilah Supari, Sp.JP(K) pernah menyatakan bahwa disahkannya RUU BPJS jelas akan menambah beban rakyat, karena rakyat dipaksa untuk membayar iuran. UU BPJS adalah turunan atau implementasi dari UU No.40 tahun 2004 tentang SJSN (sistem jaminan sosial nasional) yang keberadaannya atas sponsorship kepentingan pengusaha asing. Meskipun namanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, tetapi cara mengumpulkan dana masyarakat secara paksa. Kesimpulannya, dampak sosial dari penerapan BPJS Kesehatan ini adalah memiskinkan rakyat yang belum miskin. Kenaikan iuran bpjs kesehatan ini juga dikhawatirkan akan semakin menambah tunggakan pada peserta mandiri.
Di satu sisi penonaktifan sebagian peserta PBI ini bisa saja menimbulkan masalah baru. Seperti pernyataan Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi. Beliau menilai, seharusnya Kementerian Sosial dan BPJS Kesehatan membuat posko pengaduan bersama untuk mengantisipasi masyarakat yang sebenarnya masih berhak menjadi peserta PBI tetapi ternyata dinonaktifkan.(kontan.co.id, 31/7/2019)
Hal ini semakin menunjukkan pemerintah yang berlepas diri dari urusan kesehatan rakyatnya. Sudahlah rakyat membiayai sendiri biaya kesehatan mereka melalui iuran yang mereka bayarkan setiap bulannya, para penerima bantuan iuran pun dinonaktifkan dengan berbagai alasan.
Beginilah sistem kesehatan ala kapitalisme. Sistem kapitalisme menyerahkan urusan kesehatan kepada mekanisme pasar. Artinya pelayanan kesehatan terbaik hanya untuk mereka yang sanggup membayar, sebaliknya bagi mereka yang tidak mampu, harus puas dengan pelayanan seadanya. Sistem kesehatan ala kapitalisme jelas adalah sistem yang tak menyehatkan.
Sistem Kesehatan Islam
Dalam sistem Islam, kesehatan adalah salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang harus mendapat perhatian besar dari negara. Sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat, maka negara harus memudahkan seluruh masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan ini.
Terdapat banyak dalil yang menunjukkan negara wajib menyediakan pelayanan kesehatan secara gratis untuk rakyat. Diantaranya hadits dari Jabir ra yang berkata: Rasulullah Saw telah mengutus seorang dokter kepada Ubai bin Kaab. Dokter itu memotong satu urat dari tubuhnya, lalu membakar bekas urat itu dengan besi bakar(HR Muslim). Hal yang sama juga dilakukan oleh Umar bin al-Khathab ra dalam posisinya sebagai khalifah pada masa kekhilafahan Islam. Khalifah Umar pernah mengutus seorang dokter kepada Aslam ra untuk mengobati penyakitnya(HR Al Mustadrak).
Indonesia adalah negeri yang oleh Allah, dianugerahi kekayaan alam yang melimpah. Jika saja pengelolaan kekayaan alam ini dilakukan secara benar, tentu mewujudkan pelayanan kesehatan gratis akan menjadi kenyataan. Hanya dengan sistem Islam, Indonesia mampu memenuhinya.
Wallahu 'alam bishowwab
Tags
Opini