Saat Listrik Mati, Kegiatan Manusia pun Terhenti




Oleh Lulu Nugroho


Beberapa hari lalu (4/8/2019) terjadi mati listrik di sejumlah wilayah Pulau Jawa, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, hingga Banten. Padamnya listrik disebabkan gangguan pada Saluran Udara Tegangan Extra Tinggi (SUTET) 500 kV Ungaran- Pemalang. Butuh waktu yang tidak sedikit bagi PLN untuk memperbaiki situasi supaya kembali normal. Beberapa wilayah ada tidak mendapat listrik hingga lebih dari 12 jam.


Vice President Corporate Communications Telkomsel Denny Abidin mengatakan, Telkomsel melakukan inventarisasi akibat terjadinya gangguan pasokan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) di wilayah Jakarta, Banten, Jawa Barat, dan sekitarnya. "Kondisi jaringan Telkomsel hingga saat ini kami masih menginventarisasi jumlah perangkat jaringan yang terkena dampak penurunan kualitas akibat gangguan ini," ujar Denny di Jakarta, Ahad (4/8). (Republika.co.id, 5/8/2019)


Area yang memiliki pasokan listrik gedung yang cukup, misalnya mal, restoran, bandara, Rumah Sakit, atau area public services yang memiliki pasokan listrik genset. Tapi tetap saja hal ini menyulitkan masyarakat. Nampak betapa lumpuhnya manusia, tanpa listrik.


Beberapa saat tidak bisa bepergian menggunakan Moda Raya Terpadu (Mass Rapid Transit /MRT), Kereta Rel Listrik (KRL) terganggu, pesan gojek dan grab pun sulit. Telepon seluler mati. E-money tidak laku, semua harus bayar tunai. Lampu merah pun mati, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) tidak beroperasi, jalan-jalan menjadi macet. Saat listrik mati, kehidupan di dalam rumah hingga bernegara nyaris terhenti.


Listrik menjadi hak umat. Penguasa wajib memenuhi kebutuhan warganya. Tidak hanya memberi kemudahan untuk mendapatkan akses penerangan, tapi juga tidak membebani umat dengan problem kenaikan tarif dasar listrik. Bukankah seharusnya kebutuhan umat tercukupi dari pengelolaan sumber daya alam yang melimpah di negeri ini.


Kilas balik di masa peradaban Islam menguasai dunia, Eropa justru berada pada masa kegelapan. Penguasa tirani menindas rakyat, dan membebani dengan berbagai pajak dan pungutan. Masa kegelapan Eropa (Dark Ages) tidak hanya banyak wabah penyakit, kematian dan tingginya kriminalitas di sana. Akan tetapi di malam hari, memang gelap, tidak ada penerangan.


Berbanding terbalik dengan pemerintahan Islam, mereka berada pada masa keemasan (Golden Age). Banyak penemuan dari kalangan muslim. Ilmu dengan mudah diperoleh umat, sebab penguasa taat pada agamanya hingga takut melalaikan amanah pengurusan umat. Maka tidak hanya umat berjaya pada waktu itu. Wilayah negeri muslim pun terang benderang.


Masa Khalifah Al Manshur, kota-kota di Baghdad maupun Cordoba tertata rapi. Jalan yang bersih dengan saluran pembuangan yang teratur. Penerangan pada malam hari. Angka kiminalitas ditekan. Penguasa memperhatikan hak umat karena takutnya terhadap sanksi yang datang dari Allah. 


Inilah yang diperlukan sebuah negeri, yaitu pemimpin yang bersungguh-sungguh memperhatikan urusan rakyatnya atas dasar iman kepada Allah. Kesejahteraan akan mudah sekali dicapai jika seluruh aktivitas penguasa ditujukan semata hanya untuk mendapat rida Allah. Wallahu 'alam.




Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak