Oleh : Diajeng Tiara (Aktivis remaja Serdang Bedagai)
Membatasi perbuatan yang baik
dan membebasi yang buruk bukanlah hal yang asing untuk negeri yang menerapkan
sistem liberal seperti Indonesia saat ini.
Terkait berbagai aturan yang dibuat, dimana seolah menutup
pintu kebenaran bahwa sistem liberal terlihat buruk adanya.
Negeri tersebut tampak takut jika kebenaran merajalela,
tetapi nampak tenang jika keburukan nyata di depan mata, asal jalan
kekuasaannya bebas tanpa hambatan.
Banyak cara atau siasat yang dibuat oleh manusia disistem
liberal guna menjadikan islam sebagai agama yang menakutkan, atau menjauhkan
pemikiran islam dari rakyat, atau umat islam itu sendiri.
Adapun siasat yang mereka lakukan guna usaha menutup
kemuliaan islam adalah dengan membatasi generasi untuk menyuarakan islam
apabila isinya sangat berpengaruh bagi kekuasaan negeri dengan sistem kebebasan
tersebut , dan melebeli dengan sebutan radikal atau intoleran.
Terkait radikal dan intoleran , juru bicara atau para
intelektual di pemerintahan sering tidak memahami bagaimana yang disebut
radikal dan intoleran tersebut.
Itulah yang terjadi jika pencetus berada dalam lingkup
kekuasaan berbalut liberalis, dimana tolak ukur radikal yang mereka pikir
adalah mereka yang menyuarakan pemikiran berbahaya atau kekerasan versi mereka
antara lain seperti berbau khilafah, jihad dll . Padahal itu bagian dari ajaran
Islam dan Sah dimata hukum.
Dan intoleran menurut mereka adalah mereka yang berani tegas
mengatakan kebenaran menurut pandangan agama disaat ada pendapat berbeda dari
yang lain. Mereka menghendaki agar rakyat menghargai pendapat yang salah dengan
mengatas namakan toleransi dan meminta agar tidak membawa urusan agama dalam
pemecahan masalah publik.
Begitulah hasil pemikiran liberal ,penghasil cara pandangan
yang salah, dimana memisahkan agama dari kehidupan, padahal sudah jelas adanya
bahwa islam merupakan agama yang membawa rahmat bagi semesta alam.
Kebebasan yang mereka ciptakan adalah ia yang tetep
memuluskan jalan kekuasaan negara liberlis tetapi jika berbau agama maka mereka
sebut itu harus ada batasnya.
Saat islam ditutup untuk dikaji secara mendalam dan memberi
tuduhan bahwa itu bentuk pengkajian radikal.
Berbeda dengan berikut yang dapat dikutip soal pengkajian
yang dibolehkan oleh menteri kemenristekdikti padahal itu jalan pemahaman
komunis dll.
Dikutip dari tirto.id :
"Kalau itu di dalam ranah akademik, di kelas dilakukan
secara terbuka, ini [kajian Marxisme] silakan. Umpamanya mengkaji tentang
aliran Marxisme itu silakan. Tapi jangan sampai tidak terbuka. Dosen, pembina
mahasiswa harus ada di dalamnya, jangan melakukan gerakan sendiri tanpa ada
pendampingan. Ini yang penting," ujar Nasir saat di Kantor
Kemenristekdikti, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2019).
Dikutip dari tirto.id:
Selain paham Marxisme, dirinya pun mempersilakan apabila
mahasiswa ingin melakukan kajian terkait Lesbian, Gay, Transgender, dan
Biseksual (LGBT). Akan tetapi, kata dia, mengkajinya dari segi positif, seperti
mengenai dampak kesehatan yang diterima ketika seseorang melakukan hubungan
sesama jenis. (Baca:
https://tirto.id/ee76 )
Dapat disimpulkan pemerintah membuka lebar untuk mengkaji
paham-paham yang bisa merusak pemikiran dan menghancurkan generasi tetapi jika
yang terjadi mengkaji islam secara keseluruhan mereka bilang radikal dll.
Padahal jelas islam adalah rahmatan lil 'alamin yaitu
membawa rahmat bagi semesta Alam dimana setiap isi dan aturannya adalah
sempurna yang Allah ciptakan untuk kebaikan manusia, alam dan kehidupan.
Semoga islam bisa diterapkan kembali di naungan daulah
khilafah ala minhajin nubuwwah guna menjadikan islam sebagai perisai dunia.
Aamiin yaRabbal 'alamin
Allahu 'alam