Oleh: Nur Rahmawati, S.Pd
Saat ini kita ketahui bahwasannya pemerintah mengajukan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual ( RUU PKS ) kepada Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) untuk mengesahkan undang-undang, selain itu juga ada Komisi Nasional Perempuan ( Komnas Perempuan ) yang seharusnya bisa melindungi kaum hawa berdalih melakukan berbagai upaya untuk mendorong percepatan pengesahan RUU PKS.
Sedangkan di ketahui banyak pasal dalam RUU tersebut yang tidak memiliki penjelasan secara rinci dan menjadi bias makna. Aturan dalam RUU itu tidak memiliki tolak ukur yang jelas.
Majelis Nasional Forhati juga menilai secara filosifis RUU PKS bertentangan dengan nilai-nilai agama yang mereka katakan, dianut bangsa Indonesia.
Akar masalahnya
Terlahirkan pengesahan tentang RUU PKS, masyarakat mengganggap hal ini tidak bisa melindungi perempuan dari kejahatan seksual. Pembahasan tentang RUU PKS secara filosofis dan yuridis, RUU ini dianggap berpotensi besar melegalkan pelanggaran syariat Islam dan moral masyarakat. Dengan adanya RUU ini sama saja pemerintah melegalkan perzinaan, aborsi, dan penyimpangan-penyimpangan seksual lainnya.
Aturan dalam RUU itu justru rentan bermasalah. Seperti kasus seorang pasangan muda yang bertemu disuatu tempat lalu melakukan hubungan intim diluar pernikahan dengan alasan suka sama suka, lantas tidak kena jerat hukum. Dan mereka baru akan dijerat hukum bila ada yang melaporkan.
Jika di negeri ini berpayungkan dengan hukum-hukum yang dibuat manusia, maka tidak heran apabila dinegeri ini semakin banyak kejahatan yang merajalela. Peluang bagi laki-laki untuk melakukan pelecehan sehingga sudah tidak lagi hormat kepada kaum perempuan. Fakta dilapangan banyak perempuan tidak terlindungi karena penegakan hukum diindonesia yang tidak benar.
Faktor lemahnya hukum diindonesia turut memicu kian derasnya kejahatan, hukuman bagi pelaku bernilai tidak membuat mereka jera dan melindungi perempuan.
Semua itu sudah menjadi bukti bahwa sekulerisme dan demokrasi adalah sistem dan hukum produk manusia. Tak berdaya membangun masyarakat yang bermoral, berakhlak mulia dan menjujunjung nilai-nilai luhur. Sistem saat ini justru menjadi bagian dari pemicu dan sebab mendasar kejahatan yang terjadi.
Syariat Islam solusinya
Negeri kita sedang di uji dengan adanya RUU PKS yang tidak berpihak kepada kemaslahatan umat, maka kejahatan seksual tidak akan terjadi apabila masyarakatnya memiliki ketakwaan yang kuat. Seorang muslim yang bertakwa ia tidak akan melakukan kejahatan kepada orang lain, karena ia takut perbuatannya akan dihisab oleh Allah Subhanahu Wa’Ta’ala. Setiap orang yang bertakwa akan memandang kaum perempuan sebagai insan yang setara dengan pria, bukan sebagai bawahan atau budak sebagaimana pandangan ajaran kapitalisme, liberalisme.
Dengan pandangan takwa maka hubungan antara laki-laki dan perempuan akan berjalan harmonis, saling menyayangi dan saling memuliakan. Rasulullah Salallah Alaihi Wasalam bersabda:
بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Aku wasiatkan kepada kalian untuk berbuat baik kepada para wanita.” (HR Muslim: 3729)
Begitulah Islam mengatur untuk memuliakan wanita. Begitu pula didalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan tidak boleh bercampur baur, untuk menghindari kejahatan seksual. Kecuali pertemuan dan interaksi yang dibenarkan oleh syariah. Seperti bermuamalah, urusan medis, dan pendidikan. Maka didalam Islam selain itu tidak di perbolehkan, seperti dijumpai laki-laki dan perempuan agar tidak bercampur baur di kafe, club dan dikolam renang dan sebagainya.
Negara berkewajiban untuk mengatur tata tertib pergaulan antara laki-laki dan perempuan agar tidak bebas dalam begaul. Negara juga diwajibkan untuk membina keimanan dan ketakwaan masyarakat. Termasuk mengajarkan hukum syara kepada mereka dan memberi saksi hukum yang tegas yang bisa mencegak kejahatan seksual dan memberi efek jera, yaitu dengan hukum yang sesuai dengan syara.