Oleh. Siti Juni Mastia
Pemerintah berupaya meningkatkan pendapatan negara melalui kewajiban bayar pajak. Sehingga Direktorat Jenderal Pajak (DJP) melakukan berbagai cara, termasuk mengeluarkan tagline bayar pajak semudah isi pulsa. Ternyata ide tagline tersebut muncul dari Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat pengalaman beliau bersama suami dan anak nya ketika melakukan pengisian pulsa. Maka muncul lah ide nya “Tagline bayar pajak, semudah isi pulsa”. (detikfinance.com, 02/08/2019)
Negara kita saat ini mengandalkan pendapatannya dari pajak yang dipungut dari masyarakat baik kaya maupun miskin. Padahal sebenarnya pemasukan lain dari sumber daya alam yang dikelola baik oleh negara bisa menjadi pendapatan negara, seperti minyak bumi dan gas, pertambangan, kelautan dan perairan, hutan dan lain sebagainya. Jika hal tersebut benar – benar dikelola baik oleh negara, maka negara akan cukup memenuhi kebutuhan pengeluarannya.
Pajak yang kita kenal saat ini dalam pemerintahan kapitalis liberal yang dipungut oleh negara kita adalah pajak penghasilan, pajak bumi dan bangunan, pajak pertambangan nilai, pajak barang dan jasa, pajak penjualan barang mewah, dan sebagainya. Dalam pemerintahan Islam, pajak hanya diperuntukan bagi mereka non muslim demi keamanan dan kenyamanan mereka yang hidup di bawah pemerintahan Islam. Adapun pajak dari non muslim itu seperti Al Jizyah (upeti dari ahli kitab), Al Usyur (bea cukai bagi pedagang non muslim yang masuk ke negera Islam). Pajak yang dipungut dari kaum muslim adalah ketika dalam kondisi terpaksa yakni pada saat Kas Negara (Baitul Mal) kosong atau defisit, yang dimana pada saat kondisi tersebut negara banyak keperluannya untuk membiayai kebutuhan pengeluaran negara demi kemaslahatan masyarakatnya.
Maka jelaslah ketika pemerintah mengambil pajak secara paksa kepada rakyat, apalagi kondisi rakyat dalam keadaan susah, tindakan tersebut adalah tindakan zholim dan tidak adil sebagaimana sabda Rasulullah SAW : “Demi Zat yang jiwaku berada ditangan Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya seseorang pemungut pajak bertaubat sebagaimana taubatnya wanita itu, niscaya dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim III/1321 No. 1695).
Pada dasarnya, pemasukan rutin negara Islam (Baitul Mal) yang telah ditetapkan Allah Swt. sebagai hak kaum muslim, seperti dari fai, kharaj, ‘usyur, dan dari milik umum yang dialihkan menjadi milik negara, semua itu cukup untuk membiayai apa yang diwajibkan atas Baitul Mal, baik dalam kondisi ada harta maupun tidak, yang berhubungan degan pemeliharaan urusan umat, dan mewujudkan kemaslahatannya. Maka pada kondisi itu, negara tidak perlu melakukan pungutan pajak atas kaum muslim.
Dengan demikian hanya dalam Daulah Islam sajalah kita akan merasakan kehidupan yang adil dan terhindar dari kezoliman para penguasa, karena peraturan yang diterapkan bersumber dari Zat Yang Maha Adil ALLAH Subhanahu Wata’aala.