Remaja Gaul Bebas Bikin Hidup Makin Bablas



Oleh: Hening Fazriyah


    Kisah pilu terjadi ditengah-tengah bencana alam melanda bangsa ini. Tercatat setidaknya 12 kasus pernikahan anak di kamp pengungsian korban gempa dan tsunami yang tersebar di Palu, Sigi, dan Donggala di Sulawesi Tengah dalam beberapa bulan terakhir. Fenomena ini menambah potret buram Sulawesi Tengah sebagai salah satu daerah dengan prevalensi pernikahan anak terbanyak. Dini, seorang remaja di pengungsian Palu, pada April lalu ketika usianya masih 17 tahun, ia menikah dengan teman sebayanya karena hamil terlebih dahulu (Kompas.com). 

    Kisah lain terjadi di Balikpapan, yakni kasus pembunuhan terhadap anaknya sendiri yang dilakukan oleh remaja berinisial SNI (18) di dalam toilet Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Beriman pada Rabu 24 Juli, perbuatan tersebut mendapat kritikan pedas dari masyarakat. Banyak yang mempertanyakan mengapa pelaku bisa tega membunuh dengan keji terhadap buah hatinya yang ia lahirkan.

    Sangat disayangkan namun inilah fakta yang lekat dengan kehidupan kita saat ini. Remaja merupakan generasi penerus bangsa kerapkali terjebak dalam kubangan berbagai permasalahan. Kriminalitas dan kemaksiatan dalam bentuk pacaran hingga pergaulan bebas acapkali dilakukan oleh remaja "zaman now". 

     Apa yang sebenarnya terjadi pada remaja kini merupakan buah hasil dari ide sekulerisme yang bersemi di negeri ini. Sehingga mereka dengan mudah memisahkan aturan agama dari kehidupan serta memberikan ruang kebebasan mereka dalam bertindak. Tawuran, narkoba, seks bebas seolah menjadi perbuatan yang sah-sah saja dilakukan dan merasa masa bodoh dengan perbuatan mereka benar atau salah menurut aturan masyarakat ataupun aturan agama. 

     Kebebasan inilah yang membentuk watak dan kepribadian mereka untuk bebas berbuat sesukanya dan kerapkali kebablasan keluar dari koridor kebenaran karena tanpa perlu memikirkan resiko dan pertanggungjawaban yang berarti. Seperti contoh fakta maraknya kasus remaja nekat membunuh anaknya sendiri, akibat pergaulan bebas. Hingga bisa dikatakan mereka berani berbuat tanpa siap bertanggung jawab. Negara yang diharapkan mampu melindungi remaja dari kemaksiatan justru masih melegalkan berbagai fasilitas pendukungnya misalkan budaya barat sah-sah saja masuk, banjirnya produk film-film yang mempengaruhi gaya hidup remaja serta sanksi hukum yang tidak tegas karena kerapkali terbentur aturan jika pelakunya suka sama suka. Negara pun dianggap abai dalam mendidik remaja untuk berkarakter mampu bertanggung jawab. 

     Remaja merupakan aset pengisi peradaban bangsa di masa depan. Islam hadir menyelamatkan generasi penerus suatu bangsa. Islam memandang bahwa remaja haruslah memiliki kepribadian Islam (asy-Syakhsiyyah al-Islâmiyyah) yang menjadikan ‘aqliyyah (pola pikir) dan nafsiyyah (pola sikap) berdasarkan satu standar yang sama, yaitu Akidah Islamiyah. Sehingga segala perbuatannya bukan lagi atas sesukanya sendiri, tetapi memiliki tolok ukur yang jelas, benar dan salah menurut aturan agama. Dan merasa takut jika berbuat tercela karena sadar Sang Pencipta, Allah swt selalu mengawasinya setiap saat untuk mempertanggungjawabkan segala aktivitas di dunia dan akhirat kelak.

      Negara pun secara serius melindungi remaja dari berbagai serangan baik itu pemikiran ataupun budaya asing yang dapat melemahkan kepribadian Islam mereka. Dan negara mempunyai kewajiban memberikan sistem kehidupan yang mampu menjamin remaja terselamatkan dari kemaksiatan dan pergaulan bebas yaitu dengan Islam Kaffah yang diterapkan di seluruh aspek kehidupan.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak