Ramai Dalam Sepi




Oleh : Lilik Yani

Hari-hari yang kumiliki, kuupayakan untuk mengisi dengan aneka agenda manfaat. Jelang tidur atau paling tidak pagi hari usai sholat Subuh, kususun agenda hari itu. Dengan harapan, tidak ada waktu terbuang karena aku harus memikirkan apa yang dilakukan.

Pentingnya managemen waktu, ku-upayakan untuk diterapkan dengan maksimal. Walau terkadang kenyataan tidak sesuai rencana. Rintangan dan godaan, bisa saja menghalangi agenda yang sudah disusun rapi. Tapi apapun adanya, dengan perencanaan agenda pasti lebih baik daripada tanpa perencanaan sama sekali. 

Alhamdulillah, hasilnya lebih baik. Agenda yang terprogram, memberikan hasil cukup memuaskan. Cuma kadang aku lupa menyisipkan waktu untuk berkhalwat dengan Rabb-ku. Di luar ibadah rutin tentunya. Kalau ibadah wajib, insyaAllah sudah tertata jadwalnya. Ibadah tambahan malam hari, juga sudah terprogram. 
Hingga saat itu, aku harus jaga ujian nasional dokter. Selama 10 jam sehari, berada di ruangan dingin bagaikan dalam kulkas. AC disetel dengan temperatur rendah. Dengan alasan mengurangi ketegangan para kandidat dokter yang diuji. Bisa dibayangkan, berada di ruang dingin, tanpa boleh bicara (kecuali urgent). Tidak boleh membawa buku, pulpen, hp, dan alat elektronik lainnya. 

Bagiku yang biasanya tak pernah lepas dari dunia literasi. Baik membaca, menulis, mencari materi di buku atau internert. Maka rasanya jenuh dan membosankan. Tapi karena tugas, dan aku juga senang menemani anak-anak didikku ujian. Maka aku selalu siap diberi amanah menjaga ujian nasional itu.

Hanya saja, aku harus kreatif mencari cara mengusir rasa jenuh dan bosan. Kalau tidak, bisa saja rasa kantuk yang datang. Jadi malu dong, saat dimintai tolong penguji, kita mengantuk. Hehe. Maka tiada pilihan kecuali dialog sama Allah. Yach, dalam suasana hening itu, aku bisa ngobrol sama Rabb-ku sesukaku. 

Awalnya membaca wirid. Apa saja yang kuingat, kubaca berulang-ulang mengikuti ruas-ruas jariku. Hingga lama-lama terasa bosan juga. Wirid satu berpindah wirid yang lain. Bergantian.

Saat rasa kantuk mulai menyerang, ku-gerakkan tangan, untuk peregangan. Kemudian berdiri sambil mengatur alat-alat setiap bel berbunyi tanda pergantian kandidat yang diuji. Kembali duduk melanjutkan wirid menikmati rasa sepi. Terkadang juga murojaah ayat yang sudah dihafal. Demikian berulang-ulang, terasa jenuh juga.

Hatiku bergolak, mau apa lagi aku. Saat tidak tahu apa yang akan dikerjakan. Dalam keheningan itu, kepada siapa lagi mengadu, kalau tidak kepada Allah. Maka jiwaku mengadu, bicara apa saja pada Rabb-Ku. Sambil muhasabah tentang amal dan aktivitas yang kulakukan. 

Juga melaporkan keadaan dunia yang makin kacau begini. Mau diapakan? Mengapa Allah masih begitu sabar menanti hambaNya untuk kembali? Melakukan pertaubatan atas semua kesalahan yang diperbuat. Bukan sekedar satu dua orang yang bisa dihitung jari. Hampir semua melakukan kesalahan. Karena sistem yang dipakai negeriku salah.

Aku berpikir, Allah begitu baik. Melihat hampir seluruh hambaNya ingkar dan dzalim. Masih saja dibiarkan menghuni dan menguasai alam ini. Rasanya aku sudah marah, tak tahan menyaksikan kezaliman demi kezaliman menimpa umat muslim di negeri mayoritas muslim ini.

Mengapa sesama muslim bertengkar? Hanya karena beda pendapat. Mengapa tidak duduk bersama untuk menjelaskan, jika ada kesalahan saudara muslimnya?
Mengapa  justru menjudgemen, tanpa konfirmasi dahulu? Mengapa justru memihak musuh yang notabene beda aqidah? 

Ya Allah, tidak ada yang sulit jika Allah menghendaki. Apa susahnya Allah menyatukan hati? Agar menjadi umat yang satu? Saling mendukung, saling mengingatkan, saling menguatkan. Bukan seperti sekarang.

Ulama dipersekusi. Tidak boleh menyampaikan ajaran Islam. Padahal ulama berdakwah di hadapan sesama muslim? Mengapa dilarang? Coba didengarkan dulu, salahnya di mana? Jika dalam penyampaian ada yang salah, harusnya diingatkan. Karena sesama muslim bersaudara. 

Kenyataannya, belum juga bicara. Sudah dihadang. Dilarang mengisi pengajian. Padahal umat sudah menunggu. Jika ulama yang mau menyampaikan ajaran Islam saja dilarang, lantas mau menjadi apa negeri ini?

Belum lagi kebijakan-kebijakan para pemimpin negeri ini yang tidak memihak rakyat. Kesenjangan semakin jauh jaraknya. Yang kaya semakin kaya. Yang miskin, makan saja kekurangan. Sakit tak mendapat pelayanan layak. Apalagi pendidikan, jauh dari harapan.

Tak ada perubahan signifikan. Banyak yang tidak bisa sekolah. Dipaksa bekerja membantu orang tua memenuhi kebutuhan keluarga.
Sementara yang bisa masuk sekolah, belajar seenaknya. Sekolah hanya mengejar angka. Sekedar lulus, tak tahu apa yang diajarkannya. Karena hanya fokus materi belaka. Esensi pendidikan kurang mendapat perhatian. Buktinya, habis ujian ditanya lagi tidak bisa. Sudah lupa apa yang dipelajari. Karena mereka belajar dengan sistem SKS (Sistem Kebut Semalam). Sehingga ilmu tak mengendap. Usai ujian, ilmu melayang. Sekedar lulus di angka. Tidak pada pemahaman, apalagi aplikasi di lapangan.

Ya Allah, kuserahkan semuanya kepadaMu. Jiwaku ramai dalam diam. Banyak sekali keluhan yang ku adukan padaMu. Tolonglah ya Allah, beri kami jalan keluar. Keruwetan aturan yang diterapkan di negeriku, tidak sesuai aturan yang Engaku berikan. Makanya tidak heran, jika hasilnya kacau balau. 

Mohon bimbinganMu ya Allah. Lembutkan hati kami semua. Hati pemimpin kami, para pejabat di atas sana, para rakyat semuanya, kembalikan kami ke jalan yang benar. Hamba yakin, Engkau sangat mencintai kami. Tiada yang sulit bagimu, ya Allah. Berikan solusi terbaik untuk negeriku ini. Agar kembali ke jalan-Mu. Jalan kebenaran. Jalan keselamatan. Islam Rahmatan lil aalamiin.

Yach.. Tak terasa, satu demi satu kandidat tuntas selesaikan semua soal ujian. Jam 17.00 bel berbunyi tanda ujian usai. Selesai berkemas, mengatur kembali alat dan bahan usai dipakai ujian. Maka aku pun bisa menghirup udara luar. Melihat senja sudah beranjak menuju peraduan. 

Yach, ternyata rasa jenuh dan kantuk bisa teratasi dengan dialog sama Rabb-ku. Ramai dalam sepi. Tak ada yang mengetahui. Karena jiwaku yang bicara. Tak ada suara. Tak mengganggu jalannya ujian. Penguji dan kandidat pun tak mendengar. Cukup Allah yang mendengar seluruh keluh kesah dan curhatanku. Tak harus menunggu waktu malam nan sahdu. Di siang bolong, di sela menunaikan tugas pun. Kita boleh berkhalwat sama Allah. Mesra, tak ada yang tahu. 

Wallahu a'lam bisshawab

************

Impianku, menjadikan setiap detik hidup selalu ada Allah yang kuingat. Tidak peduli dalam kesibukan atau santai. Saat sepi atau ramai. Selalu menyertakan Allah dalam segala urusan, di setiap kesempatan. Semoga jadi pemberat amal kebaikan, karena kita menghadirkan Allah.


Surabaya, 27 Agustus 2019


#RamaiDalamSepi
#DialogMesraBersamaAllah









Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak