Oleh: Yuyun Pamungkasari
Sobat sholihah, barangkali sering mengetahui atau mendengar tipikal orang yang mudah menjatuhkan vonis pada seseorang tanpa pemastian di awal. Kecurigaan dikedepankan tanpa dasar kuat bahkan setengah jalannya sudah memberikan tuduhan hingga menyebarkan berita bohong atas seseorang. Maka, hati-hati jika berhadapan dengan orang semacam ini atau kita justru bisa menjadi nominator di dalamnya? Na'udzubillahi min dzalik.
Menjadi pihak yang mendapatkan info gratis karena curahan hati seseorang atau pun mendengar dari orang lain, merupakan ujian. Bagaimana tidak! Di bagian itulah integritas seseorang dipertaruhkan. Apakah dia termasuk bagian dari orang-orang beriman sekaligus menfungsikan akalnya untuk meneliti info yang didapatkan. Ataukah menjadi bagian dari orang-orang lemah akal dengan justru berspekulasi bahkan menggorengnya menjadi hot issue. Allah Swt telah menuntunkan pada kita dalam firmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
"Wahai orang- orang yang beriman, jika ada seorang faasiq datang kepada kalian dengan membawa suatu berita penting, maka tabayyunlah (telitilah dulu), agar jangan sampai kalian menimpakan suatu bahaya pada suatu kaum atas dasar kebodohan, kemudian akhirnya kalian menjadi menyesal atas perlakuan kalian." [al-Hujurât/49:6].
Dari ayat tersebut, diperintahkan bagi kita memegang dua hal, yaitu tatsabbut dan tabayyun. Imam Asy Syaukani rahimahullah berkata, “Yang dimaksud dengan tabayyun adalah memeriksa dengan teliti dan yang dimaksud dengan tatsabbut adalah berhati-hati dan tidak tergesa-gesa, melihat dengan keilmuan yang dalam terhadap sebuah peristiwa dan kabar yang datang, sampai menjadi jelas dan terang baginya.” (Fathul Qadir, 5:65).
Ia adalah konsekwensi sikap al-hilmu dan al-Anah yang disebutkan dalam hadis:
إِنَّ فِيكَ خَصْلَتَيْنِ يُحِبُّهُمَا اللَّهُ الْحِلْمُ وَالْأَنَاةُ
“Sesungguhnya pada dirimu ada dua perangai yang dicintai oleh Allah yaitu Al Hilmu dan Al Anah.” (HR Muslim).
Al-hilmu dan al-anah adalah dewasa, berfikir dan tenang dalam menghadapi gejolak serta tidak tergesa-gesa dalam mengambil sikap.
Oleh karena itu, Nabi Saw. melarang kita menyampaikan semua kabar yang kita dengar tanpa diperiksa terlebih dahulu. Nabi Saw. bersabda,
كَفَى بِالْمَرْءِ كَذِبًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَا سَمِعَ.
“Cukuplah bagi seseorang kedustaan; ia menyampaikan semua kabar yang ia dengar.” (HR. Muslim dalam muqadimah shahihnya).
Dan menyebarkan isu adalah perangai yang dibenci Allah dan tidak layak bagi seorang mukmin, Nabi Saw bersabda,
إِنَّ اللَّهَ كَرِهَ لَكُمْ ثَلَاثًا قِيلَ وَقَالَ وَإِضَاعَةَ الْمَالِ وَكَثْرَةَ السُّؤَالِ.
“Sesungguhnya Allah membenci untukmu tiga perkara: kata anu kata anu (isu), menyia-nyiakan harta dan banyak bertanya (yang tidak-tidak).” (HR. Bukhari dan Muslim).
Terlebih bila isu tersebut berhubungan dengan kehormatan seorang muslim, maka hendaknya kita lebih berhati-hati agar tidak menuduh seseorang dengan kebodohan lalu menjadi penyesalan bagi kita kelak. Umar bin Khathab radhiallahu ‘anhu berkata,
لاَ تَظُنَّنَّ بِكَلِمَةٍ خَرَجَتْ مِنْ مُسْلِمٍ شَرًّا وَأَنْتَ تَجِدُ لَهَا فِيْ الْخَيْرِ مَحْمَلاً.
“Janganlah engkau berprasangka buruk terhadap kalimat yang keluar dari mulut seorang muslim sementara engkau masih menemukan untuknya makna dalam kebaikan.”
Lalu, bagaimana sikap yang seharusnya kita ambil saat mendengar isu tentang buruknya atau sesatnya seseorang? Kaidah dasarnya, terhadap mukminin kita husnuzhan. Sementara terhadap orang fasik, kita curiga dulu sampai mampu melakukan tabayyun dengan benar.
Mari kita renungi sejenak firman Allah Ta’ala:
لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ
"Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang mukminin dan mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) berkata: “Ini adalah suatu berita bohong yang nyata.” (QS. An-Nuur, 24: 12).
Bagaimana jika kita hanya share gosip tentang rusak dan sesatnya seseorang? Jika tidak benar, kita terhitung sebagai pendusta dan tukang fitnah. Dan yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar.
إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”. (QS. An Nur: 11).
Ini merupakan kerugian yang sangat besar, musibah yang sangat memilukan. Lalu, apa yang kita perlukan saat mendengar kabar kabur yang belum tentu benar, meskipun tampaknya sangat meyakinkan? Mari kita fikirkan firman Allah Ta’ala:
إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ
“(Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja. Padahal dia pada sisi Allah adalah besar.” (QS. An-Nuur, 24: 15).
Penyebab orang mudah berpartisipasi menyebarluaskan tuduhan, meskipun tidak merasa menyebarluaskan adalah karena menganggapnya sebagai perkara yang ringan. Padahal di sisi Allah Ta’ala itu merupakan persoalan yang sangat besar. Na'udzubillahi min dzalik.
Bagi sobat sholihah yang seringkali jadi korban predator isu sehingga termakan tipu daya nya, saatnya berfikir ulang. Begitupula bagi sobat sholihah yang terkadang khilaf, tidak terasa menempatkan diri sebagai peniup kabar burung, saatnya berfikir ulang pula bertaubat. Tidak bisa dipungkiri dan dihindari, pemberlakuan sistem Kapitalis sekuler hari ini yang menciptakan tatanan masyarakat berbasis fatamorgana, menjebak muslim dalam pusaran kecurigaan. Apalagi isu atau gosip dapat dijadikan komoditi komersiil dan bisnis industri hiburan demi meraup pundi-pundi rupiah. Tentu saja, sedikit banyak kekhawatiran akan dosa bisa terkikis manakala muslim dilingkupi sistem anti Syari'at seperti sekarang.
Dan termasuk bagian ketaqwaan individu yang kokoh, muslim perlu senantiasa meneliti ulang setiap pemahaman Islam yang dimiliki sehingga jernih tanpa sedikitpun 'ternoda' pemahaman sekuler yang tidak berasal dari Islam. Mengapa? Karena kelurusan pemahaman merupakan modal awal untuk bisa terhindar dari godaan melenakan ala 'aqidah sekuler. Dengan pemahaman Islam yang kuat, maka perilaku yang dimunculkan seorang muslim juga islami. Sebaliknya, jika pemikiran Islam-nya lemah, maka perilakunya juga lemah alias menabrak Syari'at Islam. Berikutnya, dibutuhkan kontrol masyarakat yang konstruktif sehingga dapat diciptakan suasana kondusif penuh ketaqwaan. Terakhir yang paling menentukan adalah penerapan aturan Islam kaffah oleh negara serta sanksi bagi yang melanggarnya.
Wallahu a'lam bish-showab.