Oleh: Yuli Ummu Raihan
(Member Akademi Menulis Kreatif)
Indonesia tanah surga, tongkat dan batu jadi tanaman, negeri zamrud khatulistiwa, adalah beberapa julukan untuk negeri tercinta ini.
Tapi sayang semua itu tidak serta merta membuat kehidupan rakyatnya sejahtera, terbukti masih banyak kasus anak kekurangan gizi, bahkan gizi buruk di negeri ini.
Padahal SDA berupaya lahan pertanian di negeri ini amat besar, namun sayang tidak dikelola dengan baik, bahkan beralih fungsi menjadi perumahan, industri dan insfraktruktur fisik lainnya.
Pertanian adalah bagian penting yang tidak bisa dipisahkan dari berbagai bidang lainnya seperti industri, perdagangan, jasa, dan sebagainya.
Semua saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Dalam Islam ini menjadi pembahasan yang termasuk dalam politik ekonomi.
Politik ekonomi Islam adalah penerapan berbagai kebijakan yang bertujuan untuk menjamin pemenuhan semua kebutuhan pokok (primer) tiap individu masyarakat secara keseluruhan, disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu untuk memenuhi kebutuhan pelengkapnya (sekunder dan tersier) sesuai dengan kemampuan mereka.
Maka untuk mencapai semua ini maka harus ada politik pertanian Islam yang mengaturnya.
Negara Islam akan menerapkan berbagai kebijakan demi terwujudnya tujuan kesejahteraan masyarakat, diantaranya:
Pertama, kebijakan pertanian. Kebijakan ini dalam rangka meningkatkan produksi pertanian. Bisa dilakukan dengan intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Intensifikasi pertanian yaitu meningkatkan produktivitas lahan. Penggunaaan sarana produksi pertanian yang baik seperti bibit unggul, pupuk,n dan obat-obatan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan produktivitas pertanian. Menyebarluaskan teknik-teknik modern yang lebih efisien dikalangan petani. Negara juga bisa menyediakan modal usaha yang diperlukan oleh para petani. Pemberian modal ini melalui pemberian harta (hibah) oleh negara kepada individu yang memenuhi syarat dan ketentuan. Bukan dengan jalan hutang, atau semacamnya yang justru menjerat para petani pada kondisi yang lebih buruk.
Tidak seperti saat ini, petani diiming-imingi pembuatan akta tanah gratis, yang kemudian dijadikan jaminan untuk meminjam modal dengan bunga yang tinggi, yang pada akhirnya tidak mampu mengembalikan dan akhirnya harus rela melepas lahan pertaniannya, atau ketika diberi bantuan modal atau bibit dengan syarat harus menjual hasil pertanian kepada para tengkulak dengan harga yang murah yang tidak sesuai dengan biaya produksi.
Ekstensifikasi pertanian dilakukan dengan cara meningkatkan luas lahan pertanian. Dalam hal ini negara akan menjamin kepemilikan lahan pertanian yang diperoleh dengan jalan menghidupkan lahan mati (ihyaul mawat).
Negara akan mendorong agar masyarakat gemar bertani, menghidupkan tanah mati, memanfaatkan lahan yang ada, mengolahnya, sehingga memberi manfaat untuk kehidupan orang banyak.
Negara juga akan memberi tanah secara cuma-cuma kepada siapa saja yang mampu dan mau bertani tapi tidak memiliki lahan, atau terbatas. Negara bahkan bisa memaksa warga yang membiarkan tanahnya dibiarkan kosong tanpa dikelola, untuk segeta dikelola atau diberikan pada yang mau dan mampu mengolahnya.
Saat ini betapa banyak lahan kosonh yang terbengkalai, hanya dipagari dan diberi papan nama tapi tidak dikelola.
Dalam Islam tanah yang tidak dipagari dan dikelola lebih dari 3 tahun maka negara akan mengambil alih untuk diberikan kepada yang lain.
Selain dua langkah tadi pemerintah juga akan menyusun berbagai strategi dan kebijakan untuk memingkatkan produktifitas pertanian.
Pemerintah akan meningkatkan produksi bahan pangan khususnya makanan pokok seperti beras yang menjadi makanan pokok rakyat Indonesia.
Para petani akan dibina dan diberi pelatihan khusus agar mampu meningkatkan produktivitas nya. Para ilmuwan dibidang pertanian akan difasilitasi untuk melakukan riset guna menunjang kebijakan ini.
Ini berbeda dengan saat ini, dimana para peneliti tidak dihargai bahkan orang-orang kreatif dikebiri dengan dipersekusi dan dikriminalisasi seperti kasus Kades Munirwan di Desa Meunasah Aceh Utara yang ditahan dengan alasan menjual bibit padi unggul IF8 yang belum disertifikasi, meski akhirnya dibebaskan atas nama kemanusiaan.
Negara juga akan mengantisipasi kekurangan bahan pokok jika terjadi gagal panen, musibah alam, musim kemarau, atau saat negara menghadapi embargo ekonomi saat terjadi perang dan jihad.
Negara yang kuat adalah negara yang mandiri baik secara ekonomi maupun ketahanan pangan nya, ini adalah modal utama. Tidak seperti sekarang yang semua komoditas pangan kita mengandalkan impor, dan saat stok nya digoyang sedikit maka langsung terjadi peningkatan harga.
Selain kebutuhan pangan, negara juga berupaya menyediakan kebutuhan sandang. Dengan ketersediaan bahan sandang ini maka menjauhkan manusia dari bahaya membuka aurat.
Saat ini produk sandang didominasi oleh produk dari China, sehingga mematikan produksi dalam negeri.
Selain itu negara juga berupaya meningkatkan komoditi lain yang memiliki potensi pasar luar negeri yang menguntungkan. Indonesia kaya akan komoditi yang memiliki nilai jual tinggi, bukankah kita pernah dijajah ratusan tahun hanya karena rempah-rempah? Dan saat ini bukan hanya rempah bahkan gunung emas, minyak bumi, gas dan seluruh SDA kita dikuasai asing.
Secara fisik kita memang sudah merdeka, tapi sejatinya kita tetap dan masih terus dijajah oleh kaum kapitalis.
Dalam sektor perindustrian termaduk industri pertanian negara akan mendorong perkembangan sektor riil saja. Sementara sektor non riil yang haram akan dihilangkan. Ini akan tercapai jika negara bersikap adil dan profesional serta tidak pilih kasih dengan memberikan hak istimewa dalam bentuk apapun pada pihak tertentu khususnya asing. Baik hak monopoli, atau fasilitas khusus. Semua pelaku ekonomi mendapat perlakuan yang sama.
Pemerintah juga akan mengatur jenis komoditi dan sektor apa saja yang boleh dan tidak boleh dibuat. Semua pelaku ekonomi akan bersaing dengan sehat, wajar, dan fair. Dan tentunya mereka yang memiliki kualitas dan profesionalitas yang bagus yang menjadi juaranya.
Industri pertanian akan berhasil jika semua ini dilakukan. Tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung. Jaminan harga yang wajar dan menguntungkan serta berjalannya mekanisme pasar secara adil dan transparan.
Selain itu ketersediaan sarana penunjang lainnya seperti jalan, alat transportasi, lembaga pendukung seperti penyuluhan pertanian, sekolah pertanian, perangkat penelitian, lembaga keuangan, dan kebijakan yang mendukung maka industri pertanian kita akan mencapai kemajuan dan kesejahteraan rakyat akan terwujud.
Islam juga mengatur negara agar tidak menetapkan harga baik maksimum maupun minimum.
"Suatu ketika orang-orang berseru kepada Rasulullah menyangkut harga, "Wahai Rasulullah harga-harga naik, tentukankah harga untuk kami, maka Rasulullah menjawab:"Allah yang sesungguhnya penentu harga penahan, pembentang, dan pemberi rizki. Aku berharap agar bertemu kepada Allah tidak ada seorang pun yang meminta kepadaku tentang adanya kezaliman dalam urusan darah dan harta." (HR. Ashabus Sunan)
Maka ini adalah dalil bahwa haram hukumnya negara menetapkan harga. Harga itu adalah keridoan antara penjual dan pembeli yang ditetapkan secara wajar. Memaksa salah satu pihak adalah sebuah kezaliman.
Negara juga harus mencegah terjadinya berbagai penipuan dalam perdagangan hasil pertanian. Baik yang dilakukan penjual atau pembeli.
Negara juga harus mencegah berbagai tindakan penimbunan produk pertanian dan kebutuhan pokok lainnya.
"Sejelek-jelek manusia adalah orang yang suka menimbun, jika mendengar harga murah ia kecewa, dan jika mendengar harga naik dka gembira." ( HR. Ibnu Majah dan Hakim)
Selain itu Islam melarang adanya sistem muhaqalah yaitu penjualan komoditas pertanian yang belum dipanen. Karena terdapat kemungkinan unsur penipuan dan kesalahan.Saat ini praktek semacam ini banyak terjadi.
Satu lagi, Islam melarang adanya penyewaan lahan pertanian. Rasulullah saw bersabda:" Siapa saja yang memiliki sebidang tanah hendakkah ia menanaminya, atau hendaknya diberikan kepada saudaranya. Apabila dia mengabaikannya, makan hendaklah tanahnya diambil".(HR. Imam Bukhari)
"Rasulullah saw melarang pengambilan sewa atas bagian tanah, sepertiga atau seperempat." (HR. Imam Abu Daud)
Demikian beberapa kebijakan negara dan aturan Islam mengenai pertanian. Maka kita bisa simpulkan bahwa hanya sistem Islam yang mampu mewujudkan kemandirian pangan dan meningkatkan produktivitas pertanian. Islam agama yang sempurna yang mengatur segala aspek kehidupan dan rahmatan lil alamin.
Tags
Opini