Oleh : Siti Fatimah (Praktisi Pendidikan)
Sekilas apa yang akan kita pikirkan apa bila mendengar kata Komunisme dan LGBT ? Secara spontan pastilah yang ada dalam fikiran kita adalah sebuah gambaran tentang paham yang tidak mengakui adanya Tuhan, Allah Sang Pencipta manusia dan alam semesta.
Sementara LGBT identik dengan Gay dan Lesbian serta virus HIV/AIDS-nya yang mematikan. Komunisme dan LGBT adalah isu yang sangat sensitif dan penuh kontroversi. Namun begitu, Menristekdikti memberikan lampu hijau kepada para mahasiswa di kampus-kampus untuk bebas mengkaji keduanya.
"Kalau itu di dalam ranah akademik di kelas dilakukan secara terbuka, silahkan. Tapi jangan sampai tidak terbuka. Dosen pembinaan harus ada di dalamnya, jangan melakukan gerakan sendiri tanpa ada pendampingan. Ini yang penting", ujar Nasir di kantor Kemenristekdikti, Jakarta Selatan. ( tirto.id, 26/07/2019)
Selain paham tersebut, Nasir juga mempersilahkan mahasiswa melakukan kajian LGBT namun dari segi positif. Mengenai dampak dan konsekuensi yang diterima akibat perilaku menyimpang tersebut. Bahkan ia juga tidak mempermasalahkan apabila mahasiswa melakukan kajian terkait paham Radikalisme dan Intoleransi. Namun yang dilarang adalah menyebarkan paham tersebut di dalam kampus.
Satu hal yang sangat perlu untuk di jelaskan secara gamblang adalah definisi dari Radikalisme itu sendiri seperti apa, agar tidak menimbulkan kesalahpahaman selanjutnya.
Apabila makna Radikalisme dan intoleransi dimaknai sebagai sesuatu yang negatif yang mana saat ini keduanya tengah mengalami transformsi makna yang disengaja untuk mendiskreditkan ajaran Islam. Inilah yang kemudian menjadi sesuatu yang tidak fair. Paham Marxisme dan LGBT bebas dikaji lalu Ide tentang Khilafah yang tengah booming di masyarakat dilarang untuk diperbincangkan.
Islam tidak mengajarkan paham Radikalisme. Islam adalah agama damai dan umat Islam sangat menghargai yang namanya toleransi. Bila ada tuduhan atas ajaran yang dibawa Rasulullah SAW ini sebagai ajaran Radikal, tidak mungkin peradaban Islam berjaya hingga ratusan tahun lamanya. Bila Islam adalah ajaran radikal dan intoleran umat nasrani di Indonesia dan yang lainnya TIDAK akan pernah hidup aman tentram seperti halnya dengan nasib etnis uyghurs di China dan etnis Rohingya di Myanmar.
Tidak ada yang namanya Islam Radikal, Islam garis lurus, Islam fundamentalis ataupun istilah-istilah Islam Moderat, Islam Liberal juga Islam Nusantara. Islam adalah Islam yang seharusnya menerapkan ajarannya dan hukum-hukum Allah Azza Wa jalla secara kaffah (menyeluruh). Allah SWT berfirman:
يٰۤاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ کَاۤ فَّةً ۖ وَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِ ۗ اِنَّهٗ لَـکُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 208).
Istilah-istilah tersebut di atas hanyalah propaganda dari kaum kuffar, musuh-musuh Islam yang hendak memecah belah persatuan antara sesama saudara seiman agar tetap lemah dan mudah dikuasai dan dikendalikan oleh mereka.
Fakta yang terjadi saat ini adalah adanya pihak-pihak yang sengaja menghembuskan isu Radikalisme dimana definisinya masih ambigu sehingga digunakan untuk menggebuk siapa saja yang dinilai terpapar radikalisme, yang melakukan kegiatan tidak sejalan atau bahkan bertentangan dengan kepentingan penguasa. Isu Radikalisme dan Intoleransi ini di manfaatkan demikian rupa guna menghadang kebangkitan Politik Islam yang sedikit demi sedikit sedang mengalami kebangkitan.
Tersebarnya kedua isu tersebut secara massif oleh orang-orang yang mendukung penguasa adalah merupakan bentuk ketakutan mereka.
Paham sekulerisme membuat mereka terjangkiti virus Islamophobia. Mereka kehilangan akal sehat dan kewarasan berfiki. Kebijakan-kebijakan yang bertentangan dengan kehendak rakyatnya jelas merupakan indikasi dari kecintaan penguasa terhadap jabatan, kekuasaan dan harta.
Kini umat semakin sadar akan kebobrokan penguasa dalam mengelola kekayaan negara. Kebijakan-kebijakan yang tidak masuk akal dan merugikan rakyat kecil dengan beban hidup yang kian bertambah berat. Penangkapan anak-anak bangsa yang berprestasi dalam berbagai penemuan-penemuannya menunjukkan ketidak berpihakan negara kepada rakyatnya. Ditambah dengan berbagai kecurangan-kecurangan dalam setiap pesta Demokrasi yang menghabiskan banyak harta, tenaga, bahkan nyawa. Seabrek problematika di masyarakat atas tindak kriminalitas dan moral generasi yang semakin terjun bebas. Hal-hal seperti inilah yang memicu umat untuk bangkit melalui politik Islam dengan penerapan hukum syariah.
Ide tentang solusi seluruh problematika bangsa melalui penegakan Khilafah menyebar diberbagai kalangan tak terkecuali dalam lingkungan universitas di seluruh Indonesia. Maka tak heran apa bila Menristekdikti akan mendata Medsos para Dosen dan mahasiswa dengan alasan untuk menjaga perguruan tinggi dari paham Radikalisme dan Intoleransi.
Namun, alih-alih menjaga dari paham berbahaya penguasa justru mendzalimi dosen-dosen yang berseberangan dengan kepentingan mereka dengan tuduhan anti Pancasila dan mengancam keutuhan NKRI.
Penguasa kemudian menggaet ulama-ulama yang rela menjual akhiratnya untuk mengoreng isu-isu tertentu, mengiring opini masyarakat untuk menolak konsep Khilafah yang menerapkan hukum-hukum Allah SWT. Rela memerangi ide Khilafah sementara mereka sendiri mengetahui bahwa Khilafah adalah ajaran Islam yang merupakan sistem pemerintahan warisan Rosulullah SAW. Mereka lebih memilih Demokrasi dengan sistem ekonomi Kapitalisme yang berbasis pada riba, menjalankan paham Sekulerisme dengan memisahkan agama dari kehidupan dan kenegaraan. Bersikeras bahwa politik tidak boleh di campuradukkan dengan agama padahal dalam Islam kegiatan politik adalah meriayah (menjaga dan memelihara) umat. Mengelola keuangan dan kekayaan negara untuk kesejahteraan rakyat. Bagaimana mungkin rakyat bisa di penuhi hak-haknya sementara para pejabatnya tidak amanah dan gemar melakukan tindakan korupsi uang negara? Mereka sama sekali tidak takut dosa, menjual berbagai macam aset, hutang sana hutang sini seakan negeri ini milik mereka sendiri.
Demokrasi dan ideologi Kapitalisme jelas-jelas bertentangan dengan Islam dan harus di campakkan. Ajaran Sekulerisme serta Liberalisme yang dibawa serta oleh ideologi Kapitalisme tidak seharusnya berkembang karena dapat merusak akidah dan pemikiran umat Islam. Hanya Khilafah yang mampu melindugi dan mensejahterakan umat Islam di seluruh dunia walaupun banyak ulama dan cendekiawan yang menentangnya.
Allah SWT berfirman:
وَاِذْ قَا لَ رَبُّكَ لِلْمَلٰٓئِكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَا لُوْۤا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَآءَ ۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَـكَ ۗ قَا لَ اِنِّيْۤ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, Aku hendak menjadikan khalifah di bumi. Mereka berkata, Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu? Dia berfirman, Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 30).
Allah SWT berfirman:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْـعُوا اللّٰهَ وَاَ طِيْـعُوا الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْ ۚ فَاِ نْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَا لرَّسُوْلِ اِنْ كُنْـتُمْ تُؤْمِنُوْنَ بِا للّٰهِ وَا لْيَـوْمِ الْاٰخِرِ ۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ تَأْوِيْلًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan ulil amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu, lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."
(QS. An-Nisa' 4: Ayat 59).
Allah SWT berfirman:
اَفَحُكْمَ الْجَـاهِلِيَّةِ يَـبْغُوْنَ ۗ وَمَنْ اَحْسَنُ مِنَ اللّٰهِ حُكْمًا لِّـقَوْمٍ يُّوْقِنُوْنَ
"Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? (Hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang meyakini (agamanya)?"
(QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 50).
Lantas apa dalil dalam menegakkan Sistem Demokrasi ?[].