Oleh : Dina Evalina
(Aktivis Dakwah)
Tak dapat kita pungkiri bahwa kondisi ekonomi negeri ini kian terpuruk. Hal ini mendapat komentar dari mantan Menteri Koordinator Bidanh Kemaritiman Rizal Ramli, Rizal Ramli merasa pesimis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pasalnya, ia meramal bahwa ekonomi Indonesia tak bisa tumbuh tinggi, bahkan terpuruk. Menurut Rizal, keterpurukan ekonomi Indonesia ini terlihat dari indikator-indikator pertumbuhan ekonomi. Salah satunya,defisit transaksi berjalan atau current accounting defisit (CAD) yang melebar. Selain itu, Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian ini menuturkan, neraca dagang yang terus defisit juga memupuskan ekonomi Indonesia bisa tumbuh sesuai target.
Ditambah hutang luar negeri Indonesia yang telah mencapai US$389,3 miliar atau setara Rp5.577,4 triliun (kurs Rp14.326 per dolar AS) pada akhir April 2019 kemarin. Serta Fenomena gulung tikar usaha retail yang sejak dua tahun lalu, selain PT Hero Supermarket tercatat juga 7-Eleven (Sevel), PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (Ramayana), PT Matahari Departemen Store Tbk dan Lotus juga mengalami nasib yang sama.
Masih melekat diingatan, Salah satu BUMN PT Krakatau Steel Tbk (KRAS) yang terancam bangkrut karena terlilit hutang, berencana melakukan restrukturisasi organisasi dan bisnis mereka. Langkah ini akan berbuntut pada Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terhadap karyawannya yang diperkirakan angka PHK mencapai 1.300 orang.
BUMN yang bergerak di bidang produksi baja ini mulanya dibentuk sebagai wujud pelaksana Proyek Baja Trikora yang diinisiasi oleh Presiden Soekarna pada tahun 1960 untuk memiliki pabrik baja yang mampu mendukung perkembangan industri nasional yang mandiri, bernilai tambah tinggi serta berpengaruh bagi pembangunan ekonomi nasional. Namun kenyataannya hingga kini Salah satu BUMN besar yang bergerak di obyek vital nasional negeri ini diambang kehancuran.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengomentari BUMN yang beroperasi dengan negeri ini, menurut Sri Mulyani dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membuat investasi tersendat. Oleh karena itu dia meminta perusahaan berpelat merah mengalah dengan swasta. "Salah satunya adalah investasi. Kalau investasi kita tumbuh di atas 7-8% satu bahkan kita ingin double digit maka kita perlu untuk meningkatkan peranan swasta lebih banyak lagi dan sebenarnya dengan perekonomian yang tumbuh itu memberikan opportunity atau kesempatan bagi swasta," ucapnya di Menara Kadin, Jakarta. Menurutnya dengan membatasi peranan investasi BUMN maka akan bisa meningkatkan investasi di sektor swasta. (Detik.com)
Membuka lebar pintu investasi pihak swasta serta meminta perusahaan BUMN mengalah dengan pihak swasta merupakan bentuk upaya rezim mengokohkan liberalisasi di negeri ini. Memenuhi kebutuhan hajat hidup rakyat, penyediaan pelayanan publik yang terbaik, penyediaan lapangan pekerjaan yang luas, serta menciptakan perekonomian yang maju merupakan kewajiban negara dalam mewujudkannya.
Menyerahkan tanggung jawab tersebut ke pihak swasta yang tidak ada niat untuk memajukan negera, dengan membuka pintu investasi sebagai pemasukan negara hanyalah sebuah pola pikir yang keliru. Selain negeri ini mendapat keuntungan yang sedikit, ditambah obyek vital yang menyangkut kebutuhan hajat hidup rakyat jika diserahkan kepada pihak swasta, yang kemudian dapat mereka komersialkan untuk kepentingan mereka. Walhasil rakyat dalam negeri harus mengeluarkan biaya lebih untuk mendapatkan manfaat dari obyek yang diserahkan kepada pihak swasta.
Ketika sektor strategis diserahkan kepada pihak swasta terlebih itu adalah para kapital Asing menjadi bukti bahwa negeri ini masih ketergantungan dengan pihak lain, negeri ini belum menjadi sebuah negeri yang maju, unggul, dan mandiri ditengah kekayaan alamnya yang mengelilingi . Langkah itu sejatinya akan membuat negeri ini lemah tak berdaya di mata dunia kendati obyek vital yang sangat penting bagi negara telah di kelola bahkan dikuasai pihak swasta. Seperti misalkan dalam pengelolaan baja yang dibutuhkan dalam sebuah negara untuk memperkuat pertahanan militer sebagai bahan pembuat berbagai macam senjata. Bagaimana mungkin sebuah negara akan menjadi negara adidaya jika obyek vital untuk pembuatan Alutsista diserahkan kepada para kapitalis ?
Semua itu tak lepas dari Sistem yang dianut negeri, sistem sekuler liberal akan memuluskan jalan para kapital untuk menjarah kekayaan alam sebuah negara serta merebutnya dari para pemiliknya. Rezim yang menyokong sistem ini telah kehilangan peranya sebagai pelayan rakyat hanya untuk meraih kepentingan pribadi. Sehingga layak disebut rezim antek penjajah.
Hal itu berbeda dalam Islam. Islam yang hadir dengan seperangkat sistem yang sempurna dalam menyelesaikan berbagai persoalan dalam sebuah negara sangat layak untuk diadopsi dan diterapkan untuk mewujudkan negara yang maju, berdaulat dan unggul di mata dunia. Tujuan dari penerapan hukum-hukum Islam selain untuk meraih ridho Allah namun juga sebagai jalan yang ditempuh untuk memenuhi harapan-harapan umat manusia yang menginginkan kesejahteraan, kemakmuran, keadilan, dan keamanan menyertai hidup mereka.
Untuk mewujudkan itu semua, Islam memiliki strategi-strategi jitu yang telah terbukti selama 13 abad lebih. Salah satunya dalam Sistem Islam, negara bertanggung jawab penuh terhadap proyek pengelolaan sektor strategis atau layanan publik. Negara secara maksimal akan mengelola sektor-sektor tersebut demi kemajuan negara dan kesejahteraan rakyat didalamnya. Sedangkan pihak swasta hanya bisa dilibatkan dalam masalah teknis tanpa menyerahkan kepada mereka pengelolaan sektor strategis tersebut.
Sehingga hanya dengan menerapkan Sistem Islam secara sempurna dalam sebuah negara Khilafah akan mampu mewujudkan negara yang maju dan adidaya hingga menggetarkan negara-negara Lain. Masih adakah alasan untuk kita mempertahankan Sistem Sekuler Liberal yang terbukti membuat negeri ini diambang kehancuran, buktikan kecintaan kita terhadap negeri ini dengan terus Istiqomah berjuang berada di garda terdepan perjuangan demi tegaknya hukum-hukum Allah di atas bumi.