Oleh: Endah Husna
Telah viral video remaja 21 tahun menginjak kepala ibunya, apa yang telah merasuki fikirannya hingga tega melakukan hal demikian. Hanya karena permintaan uang sepuluh ribu yang tidak dikabulkan sang ibu yang sedang berbaring sakit jantung, membuatnya ringan kaki hingga melayangkan ke kepala sang ibu.
Miris, marah dan seabrek rasa kesal kepada remaja tersebut. Tidak pantas seorang anak yang dilahirkan dengan susah payah, memperlakukan ibunya sedemikian keji. Inikah balasan atas segala kebaikan yang telah dilakukan ibu, dosa sebesar apa yang dilakukan ibu hingga patut diganjar demikian.
Video viral ini hanya satu dari ribuan video yang mempertontonkan perilaku bejat anak kepada orangtuanya. Mulai dari permasalahan sepele hingga serius menjadi pemicunya. Mulai dari meminta uang sepuluh ribu untuk membeli makan siang hingga harta warisan yang menjadi rebutan, orangtua menjadi korban keserakahan anaknya. Sulitnya mencari pekerjaan salah satu pemicu bagi anak yang seharusnya bisa berdikari sendiri, utamanya anak laki-laki, menjadikannya ibarat parasit bagi orangtua. Didikan akhlak baik yang mungkin kurang dari beberapa orangtua, menambah anak makin brutal saat permintaanya tak terkabulkan.
Lingkungan yang mengitarinya telah menjadikannya buta akan bagaiman gambaran berbakti kepada orangtua. Desakan ekonomi yang semakin berat, desakan perut yang perlu terpenuhi, membuat akal sulit berfikir normal.
Kapitalis adalah lingkungan yang mengitari kita, menjerat kita erat-erat. Dialah pemikiran yang menonjolkan kapital, menonjolkan uang sebagai segalanya. Sehingga tidak menghiraukan aturan Ilahi sebagai panutan, tapi aturan manusia yang bertangan besi dalam hal ekonomi. Halal haram bukan ukuran, tapi untung dan rugi jadi kejaran. Segala macam cara ditempuh untuk meraih sebanyak banyak keuntungan. Bahkan Sang Pencipta pun tak dihiraukan.
Indonesia dalam dekapan Kapitalis yang liberal, demikian disebut oleh tokoh politik ternama. Tidak heran, karena kenyataan dilapangan memang berbicara demikian. Bukan tahun ini saja, tapi sudah sejak berpuluh puluh tahun yang lampau, Indonesia mengambil aturan ini.
Dampak dari diterapkannya aturan Kapitalis inii adalah semakin sulitnya rakyat mendapatkan kesejahteraan. Sulit mendapatkan haknya sebagai warga yang mempunyai pemimpin. Dimana kewajiban pemimpin adalah menjadi pelindung, perisai bagi rakyatnya. Pun urusan ekonomi, pemimpin seharusnya terdepan memenuhi segala perangkat terkait kebutuhan orang banyak. Semua ini hanya ilusi di nusantara yang berproyeksi memandirikan para santri.
Maka tidak heran jika negara yang ber-aturan kapitalis akan berlepas tangan dalam mengurusi urusan rakyatnya. Semua satu demi satu akan diserahkan kepada pihak swasta. Karena keuntungan lagi yang menjadi incaran. Bukan pelayanan yang menjadi tujuannya. Banyak pula di negeri ini pengganguran karena sulitnya pribumi menemukan pekerjaan meski title sarjana sudah dipundak. Karena impor tenaga asing menjadi kenyataan mulai dari pekerja kasar hingga ahli pun berdatangan. Negeri katulistiwa, riwayatmu demikian menyedihkan.
Berbeda jika kita mengambil aturan Ilahi Rabbi, Zat Pengatur dan pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Melalui Rasululaah saw, sebagai utusan untuk umat manusia. Islam nama AgamaNya, telah menetapkan bahwa segala sesuatu ada aturannya. Menurut Alquran dan Sunnahnya. Mengenai perekonomian, Islam menawarkan sistem Non Riba, yang di negeri kapitalis ini menjadi basis utamanya dengan alasan agar ekonomi bergerak.
Mengenai akhlak anak kepada ibu, Islam menyampaikan bahwa "Surga dibawah telapak kaki ibu", menjadikan annak-anak "manut" kepada orangtua yang taatnya kepada Allah SWT semata. Mengenai kepemimpinan, Islam menetapkan agar memilih pemimpin laki-laki, muslim, mampu, merdeka dan Taat kepada Allah SWT dan RasulNya. Pemimpin yang menjadi teladan bahkan dalam berbakti kepada orangtua, karena orangtua cintanya sepanjang masa, dan kebarokahan hidup ada pada mereka. Dialah bertitle Kholifah dalam sistem Khilafah, bukan sistem Demokrasi seperti negeri antah brantah ini.
Wallahu a'lam bish shawab.