Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
(Member Komunitas Menulis Revowriter)
Pemerintah tidak menganggap Ijtimak Ulama IV yang salah satu rekomendasinya mewujudkan NKRI syariah sesuai Pancasila. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan yang berlawanan dengan Pancasila harus dilawan. Sebab, tambah Moeldoko, negara Indonesia bukan negara Islam. Indonesia sudah jelas ideologinya dan ideologi lain tidak bisa dikembangkan di Indonesia, terlebih jika berlawanan dengan ideologi Pancasila (detiknews.com, 7/8/2019).
Penolakan NKRI Syariah juga datang dari politisi. Sekjen PPP Arsul Sani mengatakan tidak boleh ada pihak yang mengubah ideologi dan bentuk negara. Asrul menambahkan bahwa Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI telah disepakati sebagai konsensus kebangsaan. Keempatnya merupakan pilar bangsa dan bersifat final.
Di lain pihak, mewujudkan NKRI bersyariah berdasarkan Pancasila memang merupakan salah satu rekomendasi Ijtimak Ulama IV. NKRI Syariah itu ada di rekomendasi nomor 3.6. Penanggung jawab Ijtimak Ulama IV Yusuf Muhammad Martak mengatakan semua ulama telah sepakat untuk menerapkan syariat Islam. Ijtimak Ulama IV juga menyinggung soal penegakan sistem khilafah.
Bak angin segar, Ijtimak Ulama memberikan harapan baru tentang sebuah perubahan. Beginilah memang seharusnya ulama memposisikan dirinya di depan penguasa. Ulama salih akan selalu berada di depan penguasa, dalam rangka bermuhasabah jika penguasa melakukan penyelewengan. Sebab, penguasa adalah pengurus urusan umat, jika penguasa lalai dampaknya akan sangat luar biasa terhadap rakyat yang dipimpinnya. Dan disinilah Islam berperan serta.
Islam adalah agama yang sempurna. Islam adalah ideologi karena didalamnya ada aqidah yang memancarkan aturan atau sistem hidup atau syariah. Yang mana ketika Allah menetapkan sebuah kewajiban dan hak bagi manusia, Allah juga menurunkan cara agar hak dan kewajiban tadi bisa terlaksana dengan sempurna dan mengatur pula tata cara mengembannya menjadi rahmat bagi manusia yang lainnya.
Dan syariah meliputi 3 dimensi. Yaitu sistem pengaturan hubungan manusia dengan Allah, sistem pengaturan hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan sistem pengaturan manusia dengan manusia yang lainnya. Hal inilah yang tidak terdapat dalam Pancasila, jika memang ia adalah ideologi tentu juga memilikinya. Karena tidak mungkin sesuatu itu disebut ideologi jika tidak memenuhi syarat sebuah ideologi. Tak ada satupun sila dari Pancasila yang memuat peraturan baku sehingga bisa dikatakan sebagai ideologi.
Sebagai seorang muslim sebetulnya pantang mengatakan jika syariah Allah jauh dibawah konstitusi atau Pancasila. Bagaimana mungkin, ia yang wajib terikat, tunduk dan patuh kepada syariat Allah dikarenakan syahadatnya namun justru membenci dan tak ingin menerapkan dalam kehidupannya. Alergi maksimal kepada syariah. Sifat munafik inilah yang justru membawa kaum muslim makin jauh dari agamanya dan menjadi santapan empuk pemikiran kaum kafir. Karena tak ada perlindungan hakiki, yaitu syariah.
Jika sudah begitu, bagaimana azab dan bencana tak datang bertubi-tubi? karena penerapan syariah kaffah akan menjamin kemaslahatan dalam berbagai aspek yang justru hari ini dibutuhkan oleh umat manusia dan tidak bisa diwujudkan oleh sistem demokrasi kapitalisme.
Fakta kebobrokan sistem hari ini sungguh nyata terpampang di depan mata. Dimana Pancasila dan UUD 1945 itu berada? mengapa tak mampu menyelesaikan dengan tuntas setiap persoalan yang membelit umat? para koruptor itu ternyata mereka yang paling lantang menyeru saya Pancasilais, para anggota dewan terhormat yang awal kampanye menjanjikan perubahan dan berpegang teguh pada Pancasila, hari ini justru berebut kursi kekuasaan.
Bahkan tak jarang mereka dilantik sebagai anggota dewan sementara mereka berstatus tersangka korupsi. Idealnya pemimpin adalah seseorang yang bersih dan mampu memberikan teladan, apa lacur, Demokrasi membolehkan penjahat sekalipun menjadi pejabat karena yang penting bukan isi kepala atau attitude namun suara mayoritas.
Jelas ini ada ketidaksinkronan antara upaya negara dan para elit politiknya dalam mengambil kebijakan atau sistem aturan guna mengurus negeri . Rakyat kembali menjadi tumbal kebijakan. Berharap pada Pancasila sama saja dengan mengambil harapan kosong, karena nyata ia hanya slogan, menutupi kegagalan pengusungnya. Sejatinya Pancasila hanyalah kumpulan nilai yang belum final. Terbukti sejak pengesahannya yang termaktub dalam piagam Jakarta banyak sekali pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa orang yang masih percaya Demokrasi adalah jalan perubahan.
Salah satunya adalah penghapusan 7 kata yang disepakati ulama untuk diterapkan, yaitu..." dengan ketuhanan Yang Maha Esa dengan kewajiban menjalankan syariat bagi pemeluknya. Dihapus dengan jaminan keputusan ini hanya berlaku sementara. Faktanya, 74 tahun Negara Indonesia "merdeka" kita masih belum sejahtera. Ironi, segelintir orang berhasil mengalahkan mayoritas, yang kemudian diklaim ini adalah kesepakatan ulama. Ulama yang mana? sejak sebelum kemerdekaan itu terwujud, ulamalah garda terdepan yang menghendaki Indonesia diatur oleh syariat. Aturan tertinggi, yang berasal dari Allah SWT sendiri.
Semakin didetili maka didalam narasi penolakan kewajiban menjalankan syariat dan menegakkan khilafah adalah ajaran Islam itu ada upaya-upaya musuh mempertahankan sistem rusak dengan cara menstigma islam dengan stigma negatif agar umat alergi dengan kata syariah, apalagi khilafah.
Dan racun itu tidak ditebar oleh kaum muslim yang ada, namun dari mulut dan lisan-lisan kaum muslim sendiri. Mereka yang punya agenda, rakyat yang harus menderita. Sampai kapankah ini terus terjadi? Allah telah memperingatkan akan hal ini dalam Quran surat Ali Imran 3: 118 yang artinya
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang, di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka adalah lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.”
Kekuatan besar pembawa Islamophobia ini harus dilawan dengan sesuatu yang setara, ideologi kufur harus dilawan dengan ideologi sahih. Demokrasi Kapitalisme harus dilawan dengan Islam.
Wallahu a'lam biashowab.