Monopoli Swasta Menjerat Negara




Oleh: Rizka Agnia Ibrahim


Pembentukan BUMN seyogianya adalah bagian dari liberalisasi. Saat ini BUMN dibiarkan berjuang sendiri tanpa tuntunan arah. Ia diasingkan dari kewajibannya sebagai lokomotif penghela sektornya. Semangat orang-orang yang memangku kebijakan lebih mengarah pada liberalisasi yang lebih luas daripada memperkuat BUMN itu sendiri. Terbukti dengan adanya negosiasi perdagangan bebas. Eksistensi BUMN semakin kritis, inilah yang akan membuat sendi-sendi ketahanan runtuh akibat liberalisasi besar-besaran, pengelolaan yang buruk, diperbusuk dengan adanya korupsi di segala sektor. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai dominasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membuat investasi tersendat. Oleh karena itu dia meminta perusahaan berpelat merah mengalah dengan swasta. “Salah satu fungsinya adalah investasi kita tumbuh di atas 7-8% atau bahkan kita double digit maka kita perlu untuk meningkatkan peranan swasta  lebih banyak lagi dan sebenarnya dengan perekonomian yang tumbuh itu memberikan opportunity atau kesempatan bagi swasta,” ujarnya di Menara Kadin, Jakarta, Jumat (2/8/2019)

Fakta yang terjadi tentang penghapusan BUMN dan penyerahan seluruh urusan publik kepada swasta adalah upaya pemerintah saat ini dalam menyempurnakan proyek liberalisasi yang melepas tanggung jawab dalam mengelola berbagai proyek strategis milik umat.

Sistem ekonomi liberal yang diterapkan di negeri ini menjadikan kekayaan alam mengalir ke luar negeri. Sudah semakin terasa merosot dan keroposnya. Dengan SDA Indonesia yang luar biasa besar, membuat negara-negara kapitalis berupaya memperebutkan. Indonesia sangat kaya terbukti dengan penampakan potensi yang ada. Namun, mengapa kini terpuruk dan menjadi permainan pihak swasta yang notabene menjalankan sistem perekonomian kapitalis? 

Pemerintah membuka lebar-lebar pintu kesempatan untuk para investor asing, sehingga Indonesia secara hakikatnya menjadi negara miskin. Dampak buruk kepada masyarakat sangatlah terasa, harus menanggung beban secara langsung melalui pemungutan penggunaan infrastruktur seperti tarif yang semakin mahal atau kenaikan berbagai pungutan pajak. Karakteristik sistem ekonomi kapitalis, biaya pembangunan dan pemeliharaan berbagai macam infrastruktur diperoleh dari sektor pajak dan utang luar negeri melalui skenario kerja sama pemerintah dan swasta (KPS).

Infrastruktur dalam Islam dibagi menjadi tiga: 

(1). Hal yang pertama adalah milik umum. Jenis ini dibagi kembali menjadi dua kategori, yakni; jalan-jalan umum dan sejenisnya seperti laut, sungai, danau, kanal, lapangan umum, dan masjid. Kategori kedua adalah; pabrik/industri, seperti industri ekspolarasi pertambangan, pemurnian dan peleburannya, juga industri eksplorasi minyak bumi dan penyulingannya. Ini boleh dijadikan milik umum, mengikuti (hukum) benda-benda yang dihasilkan pabrik tersebut dan yang berkaitan dengannya. 

Di dalam Islam, pengelola sektor strategis atau pelayanan publik, sepenuhnya menjadi konsekuensi negara serta didanai dari dana milik umum. Bisa juga dari dana milik negara akan tetapi negara tidak boleh mengambil keuntungan dari pengelolaannya. Dalam perspektif Islam ada sejumlah sumber daya terkategori kepemilikan umum yang mencegah hak eksklusif kepada individu atau kelompok tertentu. Seperti pembangunan sekolah, rumah sakit, jalan umum, perguruan tinggi. Negara tidak mengambil pendapatan apa pun, yang ada hanya terus menerusnya subsidi. 

Negara menjadi pihak pengelola kepemilikan umum dan mengelola  milik negara. Terdapat perbedaan di antara dua kepemilikan tersebut. Untuk hal yang termasuk milik umum  seperti minyak bumi, gas, barang tambang yang jumlahnya sangat banyak, laut, sungai, mata air, lapangan, hutan belukar, masjid, dan padang gembalaan, kepemilikannya tidak boleh dialihkan kepada individu atau kelompok. Wajib dikelola khalifah sebagai hak seluruh umat Muslim.

Khalifah dapat menjadikan tanah atau bangunan  yang termasuk milik negara  dimiliki oleh orang-orang tertentu  baik bendanya maupun manfaatnya atau manfaatnya saja tanpa memiliki bendanya. Mengizinkan menghidupkan serta memilikinya. Khalifah mengatur hal dengan melihat kemaslahatan bagi kaum Muslim.

(2). Infrastruktur milik negara; beragam layanan komunikasi termasuk satelit; alat pembayaran berupaya alat tukar, jasa titipan, pertukaran mata uang, dan sejenisnya. Negara melayani berbagai transaksi tersebut selama pelayanannya tidak mengandung riba. Sarana transportasi umum seperti kereta api yang berjalan bukan di jalan umum. Jika berjalan di jalan umum, maka menjadi milik umum. 

Begitu juga untuk pesawat terbang dan kapal laut. Sarana itu bisa dimiliki individu. Pada saat yang sama, negara pun harus memiliki sarana-sarana tersebut. Selama dapat terlihat maslahat untuk umat Muslim agar bisa membantu memudahkan saat bepergian. Begitu juga dengan pabrik/industri yang menjadi milik negara yang berhubungan dengan industri berat dan militer. Individu pun boleh memiliki, akan tetapi ini membutuhkan biaya yang sangat besar sehingga kecil kemungkinan bisa dikelola oleh individu. 

Negara harus memberikan pelayanan kepada umat untuk kesejahteraan mereka, karena infrastruktur ini milik negara maka dimungkinkan negara mendapatkan keuntungan yang menjadi salah satu pemasukan Baitul Mal pada pos fai dan kharaj. Dana tersebut dpergunakan sesuai dengan kebutuhan.

Industri senjata berat saat ini tidak bisa dibandingkan dengan industri senjata perorangan (ringan). Seperti hal yang terjadi di zaman Rasulullah Shallalllahu ‘alaihi wasallam dan para khalifah setelahnya. Sudah menjadi kewajiban negara untuk mengatur dan membangunnya.

(3). Infrastruktur milik individu seperti industri berat dan senjata, landasan pesawat terbang, sarana transportasi seperti bus, dll. Pemerintah tidak boleh melarang. Negara harus mendorong individu untuk berperan aktif membantu negara dalam melayani kepentingan umat sesuai dengan syariat Islam.

Pengelolaan sistem kapitalis dan Islam sungguh berbeda. Sangat bertolak belakang. Islam senantiasa menitikberatkan segala upaya untuk kemaslahatan umat tanpa melanggar aturan syariat. Berbeda dengan kapitalis yang luar biasa bengis padahal SDA yang sedemikian melimpah ruah seharusnya tidak mencipta kemunduran perekonomian kian terpuruk.

Wallahu a’lam bish-shawabi










1 Komentar

  1. Negerinya kaya, tetapi kemiskinan merajalela. Tarif melejit, rakyat semakin menjerit. Sistem yang membuat para pejuang nafkah, akhirnya berdiam di rumah.

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak