Oleh: Tri S, S.Si
(Penuis adalah Pemerhati Perempuan dan Generasi)
Dari pengembangan kasus peredaran sabu dan pil dobel L yang dilakukan 4 orang tersangka diantaranya, YL janda (24) warga Desa Kawedusan, GL alias Gabuk, laki-laki (23) warga Dusun Semanding Desa Kawedusan,SL alias Giran, laki-laki (31) warga Desa Pojok Kecamatan Ponggok dan FS alias Peke, laki-laki (19) warga Dusun Gendis Desa Pikatan Kecamatan Wonodadi Kabupaten Blitar, diketahui ada keterlibatan BK alias Bebek, laki-laki asal Wates Kabupaten Kediri yang saat ini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (Mayangkaranews.com, 23/07/2019).
“Dari 4 orang tersangka yang tertangkap, FS alias Peke merupakan tersangka utama pemasok sabu. FS mengaku mendapat barang haram itu dari Bebek dan Bebek mendapatkan barang itu dari Lapas Madiun. Polisi sudah melakukan pengerebekan dirumah Bebek, namun tidak ditemukan barang bukti,” jelas AKBP Adewira Negara Siregar Kapolres Blitar Kota
Diberitakan sebelumnya, YL ditangkap polisi karena menjadi pengedar sabu-sabu dan pil dobel L di wilayah hukum Polres Blitar Kota. Penangkapan YL berawal dari tertangkapnya GP alias Gabuk tanggal 18 Juli 2019 lalu. Kepada polisi Gabuk mengaku, mendapatkan sabu dari YL. Kemudian polisi melakukan penggerebekan dan penangkapan di rumah YL. Dari pengakuannya, YL tidak hanya mengedarkan sabu-sabu saja namun juga pil dobel L. YL mengaku mendapatkan barang-barang haram itu dari SL alias Giran. Dari penangkapan Giran, Giran mengaku mendapat barang haram itu dari FS alias Peke.
Impor beras, impor garam, gula, dan sebagainya, mungkin sudah menjadi hal biasa bagi kita. Tapi bagaimana kalau impor narkoba? Wow, tentu tidak mungkin. Tapi begitulah faktanya. Indonesia menjadi tumpahan negara-negara pembuat narkoba. Indonesia siaga satu darurat narkoba!
Menurut Kepala Badan Narkotika Nasional, Komjen Pol Budi Waseso, di Batam pada Jum’at (6/1/2017), ada 11 negara penyuplai narkoba ke Indonesia. Inilah faktanya bahwa narkoba itu bermuara di Indonesia. Dari 11 negara tersebut Tiongkok adalah penyuplai terbesar. Bisa kita bayangkan 11 negara memproduksi narkoba dan semuanya sasarannya adalah Indonesia. Artinya, Indonesia kebanjiran narkoba seperti halnya kita kebanjiran beras jika sedang panen. Bisa bisa makanan pokok kita adalah narkoba. Supaya laku, maka narkoba harus dikemas dengan sangat apik dan halus. Maka tidak heran peredaran narkoba menyasar semua lini dari orang dewasa, remaja hingga anak-anak.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menilai kasus narkoba semakin mengancam anak-anak. Jumlah pengguna narkoba di usia remaja naik menjadi 14 ribu jiwa dengan rentang usia 12-21. Menurut ketua KPAI, setidaknya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir, jumlah pengedar narkoba anak meningkat hingga 300 persen. Narkoba sudah menggurita, bahkan hingga ke para pesohor alias artis juga sudah banyak yang tertangkap. Ada yang pemakai bahkan pengedar. Kita tentu sangat khawatir karena narkoba sudah menjadi gaya hidup putra-putri bangsa ini. Tidak terbayang bagaimana nasib negeri ini ke depan.
Efek buruk narkoba baik secara fisik maupun psikis akan menjadikan pemuda-pemudi menjadi manusia yang suram masa depannya. Ketergantungan secara fisik akan menyebabkan sakit yang luar biasa akibat sakaw dan dorongan yang sangat kuat untuk mengkonsumsi. Efek dominonya secara sosial dia akan menghalalkan segala cara demi mendapatkan uang untuk membeli narkoba.
Kehidupan pecandu narkoba identik dengan tindak kekerasan, pencurian, tawuran, bahkan tega membunuh. Selain itu, efek tubuh akibat penggunaan narkoba seperti gagal jantung, penyempitan paru-paru, bahkan HIV AIDS akibat bergantian jarum suntik, sudah mengincar. Jika pun ingin direhabilitasi, biaya yang dikeluarkan amatlah besar.
Indonesia menjadi sasaran empuk karena besarnya konsumen, artinya Indonesia dengan masyarakatnya yang besar menjadi incaran untuk meraih keuntungan bagi para sindikat. Dibutuhkan upaya fundamental agar narkoba benar benar bersih dari masyarakat dan bangsa ini. Bagaimana upaya fundamental itu? Tidak dipungkiri bahwa mengapa Indonesia menjadi darurat narkoba? Tidak lain karena besarnya serangan, baik serangan cara berpikir atau gaya hidup yang tidak diimbangi dengan keimanan.
Diakui atau tidak, masyarakat Indonesia yang agamis sudah bergeser menjadi masyarakat sekuler. Masyarakat yang mementingkan kesenangan hidup di dunia tanpa terikat dengan agama. Apapun yang dilakukan adalah ‘semau gue’, yang penting happy. Begitu juga perilaku konsumtif masyarakat yang tidak diimbangi dengan kesejahteraan ekonomi, membuat masyarakat menghalalkan segala cara. Jadilah anak-anak dan remaja mulai bermimpi jadi kaya tanpa susah payah berusaha, buat apa susah payah jika menjadi bandar narkoba solusinya.
Inilah yang dimaksud fundamental, yakni keimanan menjadi dasar masyarakat dalam bertingkah laku. Tentu saja ini bukan hanya menjadi tugas orang tua, guru atau ulama saja tapi juga pemerintah dan aparatnya. Pemerintah mempunyai tanggung jawab bagi baik buruknya suatu masyarakat. Lebih-lebih penguasa akan dimintai pertanggungjawaban oleh sang Pencipta. Jangan mendekat ke para ulama ketika keadaan genting saja, apalagi memusuhinya.
Islam telah memiliki konsep yang jelas dan nyata hasilnya dalam menjaga generasi dari ancaman, baik ancaman pemikiran ataupun ancaman dari penjajah tanpa wajah seperti narkoba. Narkoba dalam Islam hukumnya jelas yakni haram, maka segala sesuatu yang menjadi celah masuknya barang haram ini harus diawasi.
Pemerintah juga harus memberikan hukuman yang berat karena narkoba memiliki efek buruk dalam jangka panjang. Hukuman yang tegas baik bagi pengedar maupun pengguna, juga para aparat yang mempermudah masuknya narkoba, karena dalam pandangan Islam siapaun yang melanggar hukum hakikatnya dia telah melakukan perbuatan kriminal dan harus diberikan sanksi. Dengan demikian baik pengedar maupun pengguna akan berpikir beribu-ribu kali untuk melakukan kejahatan karena konsekuensi hukum yang besar. [Tri S]