Oleh : Isti Qomariyah S.Pd
Memasuki bulan Agustus identik dengan perayaan hari kemerdekaan. Tepat di 17 Agustus 2019 tahun ini Indonesia akan merayakan hari kemerdekaan nya yang ke-74 tahun. Semerbak perayaan sudah tercium dari jauh hari. Lampu warna warni, cat merah putih, pengibaran bendera dan tulisan Dirgahayu Bangsa Indonesi sudah mulai bermunculan itu artinya selama 74 tahun sudah kita merdeka, terbebas dari segala bentuk penjajahan.
Namun, tak jarang harapan jauh dari kenyataan didepan mata, harusnya merdeka mengalami kemajuan baik peradaban, pemikiran dan moral, namun kita merayakan kemerdekaan justru ditengah keterpurukan.
Kenapa disebut terpuruk? Karena masih tampak jauh dari nilai-nilai Islam dan edukasi.
Krisis moral dan identitas mengkaburkan peran sejati mereka. Dari kalangan muda maupun tua, hingga kaum intelektual mewarnai bulan kemerdekaan ini. Dan tak jarang konser musik mengundang ramai. Tersentak negera lain sudah ada yang pergi kebulan, menunjukkan kemajuan intelektual nya, namun negeri kita masih merayakan kemerdekaan masih begitu-begitu saja.
Lalu apa sebenarnya makna dari sebuah kemerdekaan?
Dikutip dari KBBI "Kemerdekaan adalah bebas dari penjajahan, penghambaan, tidak terkena atau lepas dari tuntutan, tidak terikat, tidak berrgantung pada pihak tertentu, dan leluasa".
Maka kita temukan lawan dari kemerdekaan adalah penjajahan.
Dikutip dari imam Taqiyuddin an-Nabhani menyebutkan "Penjajah an (isti'mar) adalah pemaksaan penguasaan dominasi militer, politik, budaya dan ekonomi terhadap bangsa-bangsa yang terjajah untuk dieksploitasi".
Penjajahan ada dua jenis.
Pertama, penjajahan fisik. Masih teringat disejarah tentang VOC, penjajah Belanda itu datang ke negeri kita atas nama sebuah misi yang dimotori oleh ambisi kekuasaan. Mereka tergiur dengan sumber daya alam bangsa Indonesia. Mungkin kita juga masih teringat dikepala istilah kerja rodi dan romusha. Bagaiman pendahulu kita berjuang melawan penjajah. Selama ratusan tahun. Namun bangsa Indonesia bernafas lega tatkala proklamasi kemerdekaan dikumandangkan.
Namun, apa perbedaan antara negeri kita sebelum merdeka dengan setelah merdeka bilamana SDA dan SDM kita masih disetir oleh asing?
Adapun bentuk penjajahan yang kedua yakni; Neo Imperialisme (Penjajahan gaya baru). Memang senjata secara fisik tidak menodong kita, namun tangan-tangan mereka dalam menentukan kebijakan-kebijakan negeri ini masih kental terasa.
yang ini lebih berbahaya sebab, menyebabkan hadirnya orang-ornag yang apatis yang kurang peka pada keterpurukan, sebab terasa dari kebijakan-kebijakan multidimensi baik politik, hukum, budaya, pendidikan yang menguntungkan asing dan pemilik modal.
Kita lihat bagaiman dibidang politik?
Menurut pengamat dari Universitas Airlangga Surabaya, Bambang MS M.Sosio mengatakan 72 undang-undang di Indonesia diitervensi asing. Sebagaimana yang dikutip dari Republika.co.id, kepungan tersebut terlihat dari adanya 75 persen pertambangan, 50,6 persen perbankan, 70 persen jaringan telekomunikasi, dan 65 persen agroindustri di Indonesia dikuasai asing. Itukah makna dari kemerdekaan yang kita pahami selama ini?
Dibidang sosial, juga krisis moral pemudanya, dengan diterbitkannya industri film, yang meloloskan film LGBT (Ku Cumbu Tubuh Indahku) dan pergaulan bebas film "Dua Garis Biru" sontak menjadi inspirasi dikalangan pemuda. Menunjukkan generasi muda yang makin tak terarah. LgbT dilegalkan. Tak heran bermunculan artis pengguna narkoba dan miras makin merekbak dan bukan yang terakhir. Tanpa mempertimbangkan dampak buruk bagi generasi mudanya. Karena pertimbangan nya bukan lagi halal haram, tapi untung rugi. Begitulah efek dari diterapkan nya sistem sekuleris kapitalis.
Jika kita memang nenginginkan kemerdekaan, maka Kemerdekaan hakiki hakikatnya adalah terbebas dari segala bentuk penghambaan kepada selain Allah baik dalam dimensi individu maupun negara. Tak lain karena kepada Allah-lah kita tunduk, patuh, dan menghamba. Maka kita harus berhijrah dari peraturan buatan manusia yang saat ini mau
tidak mau harus kita patuhi menuju aturan yang berasal dari wahyu Sang Pecipta yaitu syariat Islam. Kenapa? Karena kita muslim. Islam salah solusi. Semua itu akan menjadi nyata jika umat manusia mengembalikan hak penetapan aturan hukum hanya kepada Allah SWT dan Rasul saw dengan menerapkan syariat Islam.
Namun, penerapan syariat Islam tersebut tak kan terlaksana secara utuh kecuali jika kita mengganti neo-imperialisme yang terlahir dari pemikiran sekuler-kapitalisme dengan syariat Islam itu sendiri dalam bingkai Khilafah.
Oleh sebab itu, dibutuhkan agen perubah harapan bangsa. Maka pemuda harus menjadi agen perubah selain Allah lebihkan kepada potensi, kekuatan dan kecerdasan nya. Karena Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri. Sebagaimana tokoh pejuang agama yang teladan dari kalangan sahabat dan sahabiyah yang kebanyakan adalah pemuda nya menyebarkan dakwah Islam hingga penjuru dunia. Yang sejatinya bukanlah penaklukan akan tetapi pembebasan. Hingga mereka terbebas dari bentuk penjajahan dan penghambaan apapun baik sesembahan, hukum ,maupun ideologi yang tidak shahih.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS. Al a'raf 96)
Dan terpenting dengan menerapkan aturan Islam secara kaaffah nilai-nilai didalam Pancasila akan dapat diterapkan dengan sempurna dan adil. Mari kita kembali kepada sistem Islam yang tak hanya sudah terbukti memerdekaan, tapi juga menyejahterahkan seluruh ummat.