Oleh : Halidah
( Aktivis Muslimah Peduli Ibu & Generasi Wilayah Batang Kuis
Aneh rasanya, jika ada yang mengaku muslim tapi sangat sensitif mendengar kata syariah dan khilafah. Apalagi tak sedikit pula di antara mereka yang sangat benci terhadap gagasan penegakannya.
Namun, itulah yang terjadi pada sebagian petinggi di Indonesia. Meski mayoritas mereka beragama Islam, namun kata syariah dan khilafah seolah menjadi kata yang menyeramkan. Ide penegakannya pun dianggap sebagai ancaman berbahaya. Seolah-olah, jika syariah dan khilafah tegak, maka Indonesia ini akan hancur berantakan.
Begitu banyak narasi dilontarkan. Mulai yang bernada ‘positif’ semisal ‘pentingnya menjaga toleransi dan keberagaman’, narasi ‘pancasila sudah final’, narasi ‘NKRI harga mati’ dan narasi soal ‘negara hasil kesepakatan’. Maupun yang negatif, seperti menolak langsung gagasan negara bersyariah. Atau menuding para pengemban dakwah syariah khilafah sebagai pengkhianat bangsa.
Lucunya, terakhir seorang pejabat mengatakan, bahwa syariat sudah tercakup dalam pancasila. Namun, jika betul demikian, mengapa mereka begitu antisyariah dan khilafah ajaran Islam? Bahkan hingga menciptakan berbagai narasi dan situasi yang menggiring umat Islam untuk takut mendakwahkan bahkan turut menolaknya?
Selama ini, umat Islam memang sering disuguhi drama kasus intoleransi maupun kekerasan atas nama agama, yang terkadang diikuti drama-drama penangkapan. Dengan ini semua, seolah ada bukti bahwa dakwah Islam kaffah adalah dakwah intoleran, penyebab kekacauan, dan stigma lain yang memperkuat simpulan bahwa ide syariah khilafah dan pengembannya harus segera disingkirkan.
Apa yang sesungguhnya dimaui oleh para penguasa? Sementara di saat yang sama, berbagai kerusakan akibat penerapan sistem sekuler demokrasi tak bisa lagi disembunyikan.
Di bidang ekonomi dan politik, indonesia sudah sangat hancur-hancuran. Hegemoni asing sudah mencengkeram sendi-sendi politik dan ekonomi atas nama kerja sama, investasi, dan jebakan utang. Bahkan boleh dikata, negeri ini benar-benar sudah tergadai karena tak sedikit para pejabatnya yang rela menjadi perpanjangan asing dan berkhidmat pada kepentingan korporasi. Sementara di dunia nyata, mayoritas rakyat hidup dalam keadaan Bak tikus mati di lubang padi.
Lantas saat semua ini terjadi, di manakah pancasila? Dan di mana pula negara berada?
Selama ini para penguasa terus berkoar-koar, negara dan pancasila sudah final. Namun faktanya negara dan rakyat justru diambang kehancuran. Mereka pun berkoar-koar, wajib menjaga negara dari penjajahan. Padahal mereka sendirilah yang justru menjerumuskan negara ini pada cengkeraman penjajahan.
Sehingga di dunia nyata, pancasila nyaris tak ditemukan wujudnya. Sementara Islam pernah mewujud nyata dalam sejarah peradaban manusia. Mengapa? Karena Islam adalah sebuah ideologi yang bukan hanya mengandung nilai-nilai keyakinan yang luhur, tapi juga memiliki aturan praktis sebagai solusi terbaik.
Oleh karenanya, sudah semestinya para penguasa itu menyadari, bahwa apa yang mereka lakukan selama ini justru adalah wujud pengkhianatan. Karenanya, tatkala mereka menggadaikan negara ini dan menyerahkan kekayaan milik umat serta masa depan generasinya kepada asing, bukankah ini pengkhianatan?
Terlebih tak ada yang bisa menafikan, sebelum Indonesia menjadi negara bangsa dengan asas nasionalismenya, bangsa ini adalah bagian dari kesatuan khilafah Islam.
Dan saat negeri ini dijajah, para ulama serta santrilah yang berkalang nyawa memimpin rakyat berjuang mati-matian dengan spirit Islam dan spirit menjaga persatuan di bawah satu kepemimpinan Islam beserta cita-cita menerapkan syariah Islam.Karena hanya Islam yang memiliki landasan akidah yang sahih,.
Bahkan pertentangan antara Islam dan kekufuran akan senantiasa terjadi hingga akhir zaman. Namun Allah menjanjikan akan memberi kemenangan pada mereka yang sungguh-sungguh beramal dan berjuang. Dan menguji sebagian mereka dengan berbagai cobaan dan rintangan: Allah swt berfirman:
مِنَ الْمُؤْمِنِينَ رِجَالٌ صَدَقُوا مَا عَاهَدُوا اللَّهَ عَلَيْهِ ۖ فَمِنْهُمْ مَنْ قَضَىٰ نَحْبَهُ وَمِنْهُمْ مَنْ يَنْتَظِرُ ۖ وَمَا بَدَّلُوا تَبْدِيلًا
“Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merubah (janjinya).” (QS Al-Ahzab : 23)