Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fobia diartikan sebagai ketakutan yang sangat berlebihan terhadap benda atau keadaan tertentu yang dapat menghambat kehidupan penderita. Ketika disandingkan dengan kata lain maka akan menggambarkan jika penderita fobia mengalami ketakutan berlebih terhadap hal tersebut. Misalnya Islamofobia.
Akhir-akhir ini isu islamofobia kembali menyeruak. Mirisnya, masif terjadi di negeri-negeri kaum muslim termasuk Indonesia. Sebagaimana penjelasan sebelumnya, pribadi yang terpengaruh isu ini akan menolak apapun yang berhubungan dengan Islam, baik dari segi benda maupun ide meski telah tertera dalil yang menjelaskan.
Tentu masih segar dalam ingatan bagaimana sebagian oknum mempermasalahkan bendera tauhid yang bertuliskan kalimat “Laa ilaaha illallah muhammadur rasulullah”, bahkan ada yang sampai membakarnya seperti kejadian ditahun 2018 lalu. Persoalan terbaru mengenai kasus bendera tauhid yakni tindakan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin yang langsung menugaskan tim khusus untuk menelusuri kebenaran dari foto siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Sukabumi, Jawa Barat, pasca mereka mengibarkan bendera tauhid. Menurut kemenag, untuk sementara pengibaran bendera tersebut tidak ada kaitannya dengan HTI, ormas terlarang. Namun untuk tindakan selanjutnya akan dilakukan pembinaan terhadap guru serta murid untuk diberi pembinaan lebih lanjut (www.liputan6.com, 22/7/2019).
Penolakan terhadap ide Islam yang dianggap radikal (seperti Khilafah) juga terjadi. Hal ini ditegaskan oleh Menko Polhukam Wiranto ketika menjelaskan mengapa ormas pengusung ide Islam patut dijegal. "Organisasi itu dibubarkan karena pahamnya. Ideologinya, visi-misinya sudah jelas-jelas bertentangan dengan Pancasila dan NKRI. Kalau individual atau mantan-mantan anggotanya beraktivitas tetapi aktivitasnya masih melanjutkan paham-paham yang anti-Pancasila, anti-NKRI, ya masuk ke ranah hukum. Harus kita hukum," kata Menko Polhukam Wiranto seusai rapat koordinasi terbatas tingkat menteri di kantornya, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta, Jumat (19/7/2019).
Penolakan-penolakan yang terjadi tentu saja menimbulkan pertanyaan. Jika non muslim yang menolak itu masih wajar, karena mereka tidak beriman atau yakin terhadap ajaran Islam. Tapi jika yang menolak merupakan seorang muslim yang beriman akan keberadaan Allah dan mengaku kerasulan Muhammad saw., maka perlu ditelisik penyebabnya secara mendetail.
Islamofobia dan Deislamisasi
Ketakutan sebagian muslim terhadap sesuatu yang berasal dari ajaran Islam sendiri merupakan sebuah ironi. Apalagi kalau terjadi di negeri dengan mayoritas penduduk menganut agama Islam. Tapi satu kesimpulan yang bisa kita jelaskan, jika upaya-upaya deislamisasi yang dilakukan oleh musuh-musuh Allah berhasil. Mereka berhasil menyusupkan makna berbeda hingga menghasilkan pemahaman salah kepada umat, yang mengakibatkan kaum muslim fobia terhadap simbol maupun ajaran agamanya.
Lihat saja, bagaimana mereka menanamkan ide bahwa Khilafah tidak cocok atau tertolak untuk ditegakkan, bahkan pada negeri berkaliber Indonesia. Terbukti bagaimana penjelasan sosok salah satu Cawapres (KH. Ma’ruf Amin) yang diketahui sebagai seorang kyai. Cawapres menjelaskan mengenai penyebab paham Khilafah tidak berhasil atau tertolak di Indonesia seperti yang disampaikannya dalam halal bi halal Dewan Masjid Indonesia di Grand Sahid Jaya, Jakarta (17/7), bahwa “Kenapa Khilafah ditolak di Indonesia? Bukan ditolak, tapi tertolak. Karena menghalangi kesepakatan (bersama)," kata Ma'ruf.
Ma'ruf yang juga ketua umum non aktif Majelis Ulama Indonesia ini mengakui paham Khilafah atau kerajaan adalah sesuatu yang Islami. Meski Indonesia bukan negara kerajaan sesuai UUD 1945 dan menganut ideologi Pancasila, namun tak bertentangan dengan hukum Islam. "UUD 45 adalah kesepakatan nasional. Indonesia adalah negara kesepakatan," Pungkas beliau (m.viva.co.id, 17/7/2019).
Tentu aneh mendengar pernyataan tersebut keluar dari lisan seorang kyai, yang menyamakan Khilafah dengan kerajaan. Terlebih mengatakan jika Khilafah yang merupakan ajaran Islam (Dari Sang Pencipta manusia) tertolak hanya karena dianggap tidak sesuai dengan atura hasil kesepakatan manusia itu sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari pun kerap kita dapati penolakan, paling sederhana mungkin dari segi pakaian, terutama bagi akhowat (perempuan). Tatkala seorang akhowat memutuskan untuk hijrah secara totalitas dan mengenakan pakaian sesuai yang diperintahkan oleh Allah swt (Surah al-ahzab : 59 & an-nur : 31), maka detik itu juga dia akan diberondong berbagai ejekan, dilabeli “Seperti ninja” hingga pernyataan “Jangan terlalu fanatik dalam berislam, cukup yang biasa-biasa saja”.
Itulah realitas saat ini ketika agenda deislamisasi yang dilancarkan oleh musuh Islam telak dan berhasil menyasar umat. Islamofobia semakin menyebar dan umat kian jauh dari agamanya.
Dampak buruk lainnya akan menghambat kebangkitan Islam yang hanya bisa terwujud ketika syariatnya diterapkan secara totalitas. Bagaimana tidak? Mendengar kata Khilafah saja sebagai salah satu syarat penerapan syariat islam kaffah mereka sudah ketakutan, bagaimana mau menerapkan aturannya secara menyeluruh?
Jika saja situasi ini terus dibiarkan tanpa ada upaya-upaya untuk membendungnya, bisa diprediksi nasib kaum muslim dimasa depan akan semakin suram.
Upaya-upaya untuk Membendung
Sebagai seorang muslim tentu wajib bagi kita untuk meluruskan pemahaman yang salah ataupun tidak tepat, karena akan menghasilkan aktivitas yang tidak benar sebagaimana islamofobia ini. Jika dibiarkan, virus islamophobia akan semakin menenggelamkan kaum muslim dalam kubangan sekularisme.
Disatu sisi umat tetap mengakui Islam sebagai agamanya, namun dalam aspek lain mereka enggan menerapkannya secara menyeluruh (Kaffah). Padahal memeluk dan mengamalkan Islam secara kaffah adalah perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh setiap mukmin, siapapun dia, apapun profesinya, dizaman apapun dia hidup, baik pribadi maupun masyarakat, semua termasuk dalam perintah ini. Sebagaimana seruan-Nya dalam surah Al – Baqarah ayat 208 :
“Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu.”
Namun, melihat kondisi kaum muslim sekarang, menerapkan Islam secara kaffah menjadi sesuatu yang sulit. Terlebih ketika berhadapan dengan realita umat yang ‘sakit’ akibat Islamofobia. Maka, para pengemban dakwah butuh ‘resep’ untuk menyembuhnya. Beberapa diantaranya adalah:
1. Tatsqif wa takwin, yakni melakukan pembinaan ditengah-tengah umat untuk membangun kesadaran umat yang benar. Pada tahap ini, umat akan dididik dan dibina dengan aqidah dan syariah Islam, dengan menjelaskan pemahaman yang benar seperti apa.
2. Sira’ al-fikr. Tentu penting menjelaskan kepada umat mengenai pertentangan antara ideologi Kapitalisme dan Komunisme berikut semua turunan pemikirannya dengan Islam dan bahayanya bagi umat. Serta bagaimana islamofobia akan abadi dalam negara yang menerapkan 2 sistem kufur tersebut.
3. Khasf al-khuththat, yakni membongkar berbagai konspirasi musuh-musuh Islam (Seperti imperialis Amerika) untuk menghancurkan umat dan mencegah kebangkitan Islam. Karena musuh-musuh Islam beserta antek-anteknya lah yang memasifkan aktivitas-aktivitas deislamisasi kepada kaum muslim
Itulah beberapa upaya yang bisa kita lakukan untuk menyadarkan umat agar tidak teracuni oleh virus islamofobia. Selain itu harus senantiasa diingatkan mengenai urgennya sebuah negara berbasis Islam (Khilafah). Karena hanya Khilafahlah yang akan menghalau musuh-musuh Islam, melindungi kaum muslim serta menghilangkan virus Islamofobia dengan tuntas. Wallahu a’lam bi ash-shawab.
Devita Nanda Fitriani, S.Pd_pemerhati sosial