Masa Depan Indonesia Pasca Pilpres



Oleh: Yurike 

(Aktivis Mahasiswi Malang) 

 

Perhelatan demokrasi di Indonesia pada tahun 2019 terasa begitu kuat atmosfernya dibandingkan dengan perhelatan demokrasi pada tahun-tahun sebelumnya. Persaingan kedua kubu paslon, yakni kubu Jokowi-Maruf dan Prabowo-Sandi  terasa dalam dunia nyata maupun dunia maya. Kerasnya kontestasi pilpres juga dirasakan dari isu-isu politik yang dilontarkan kedua kubu. Kubu 01 kerap menuding lawan politiknya ditunggangi kelompok Islam radikal. Para pendukung 01 menuduh Prabowo ditunggangi eks kelompok HTI yang pro Khilafah. Tudingan ini banyak disanggah oleh para pendukung kubu Prabowo-Sandi. Sebaliknya, sebagian pendukung kubu 02 menuduh kompetitornya membawa jaringan kelompok liberal, pro komunis, dan menguntungkan asing-aseng.

Keputusan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan Jokowi-Maruf sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih di pilpres 2019. Penetapan dilakukan melalui rapat pleno terbuka di kantor KPU Jakarta, minggu 30 Juni  2019. “Memutuskan, menetapkan keputusan KPU tentang penetapan pasangan calon presiden dan calon wakil presiden terpilih dalam pemilu tahun  2019. Menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam pilpres 2019 nomor urut 01 saudara Ir. H. Joko Widodo dan Saudara Prof. Dr. KH. Ma’ruf Amin.” Kata ketua KPU Arief Budiman di kantor KPU, jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat. Keputusan tersebut mulai berlaku pada tanggal ditetapkan, yakni di Jakarta 30 Juni 2019.  

Petahana Melemah

Meskipun KPU telah mengumumkan pasangan Jokowi-Maruf memenangkan pilpres 2019, sulit untuk mengatakan bahwa petahana mendapatkan legitimasi penuh dari publik. Hal ini disebabkan sejumlah fakta.

Pertama: Dugaan kecurangan yang dilakukan oleh kubu petahana hingga melibatkan KPU. Kubu 02 berkali kali melontarkan temuan manipulasi suara, yakni penggelembungan suara kubu lawan dan pengurangan suara mereka oleh pihak KPU. Secara resmi, kubu Badan Pemenangan Nasional (BPN) menyatakan terjadi 1200  kecurangan, termasuk klaim adanya 17,5 data pemilih invalid. Kubu 02 juga mengklaim mereka justru mendapat suara terbanyak dengan perolehan suara 54%. Sejumlah lembaga survey seperti Lembaga Survei Pusat Kajian dan Pembangunan Strategis juga jurdil 2019 mengumumkan hasil yang menyebutkan kemenangan ada di kubu 02. Karena itu temuan dugaan kecurangan dan perbedaan hasil perhitungan suara berdampak pada legitimasi keterpilihan kubu Jokowi-Maruf. Andai mereka telah dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden, kedudukan mereka dipandang sebelah mata oleh rakyat Indonesia. 

Kedua: Merosotnya kredibilitas pemerintahan Jokowi-Maruf tampak kuat pada opini publik yang berkembang di jejaring sosial. Meski kubu 01 sudah mengendalikan media massa mainstream untuk membangun citra dan melawan opini publik, usaha itu tidak bisa mencegah terpuruknya citra petahana dikalangan netizen. Jargon pers sebagai kekuatan ke-4 dalam sistem demokrasi, yang jalankan fungsi kontrol, kritik, dan koreksi atas persoalan yang menjadi keprihatinan publik, justru macet dalam pemilu. Media massa mainstream justru menjadi partisan pada kubu yang berkompetisi dalam pemilu. Hal ini disebabkan bebrapa media dimiliki oleh para petinggi parpol. Di kubu 01 ada Surya Paloh pemilik jaringan Media Indonesia dan Metro Tv, lalu Hari Tanoe yang menahkodai Mahaka grup yang memiliki beberapa media. Belum lagi media massa lain seperti Detik.com, CNN Indonesia dan Tirto.Id yang pemberitaannya sarat dengan dukungan kepada petahana dan menyerang kaum oposisi. Hal ini dimanfaatkan oleh kubu 01 dengan menghimbau publik untuk lebih percaya media massa konvensional ketimbang media sosial. Media massa mainstream saat ini idak lagi menjadi pilar demokrasi, namun sudah berkhianat terhadap publik. Mereka yang seharusnya menjaga netralitas, justru menjadi partisan. Sikap media massa yang menjadi corong petahana memicu perlawanan sengit publik melalui media sosial. Massifnya arus informasi langsung oleh netizen akhirnya mendorong Pemerintah melalui Menkopulhukam dan Menkominfo untuk membatasi dan memblokir media sosial dengan alasan melawan berita bohong. Namun, kebijakan Pemerintah di satu sisi merugikan publik terutama pebisnis online. Di sisi lain dicurigai menjadi cara Pemerintah untuk menutupi berbagai kecurangan dan kebrobokan Pemerintah. Kebijakan ini justru membuat kredibilitas Pemerintah semakin anjlok di mata publik.


Prediksi

Dibawah kepemimpinan Jokowi-Maruf diprediksi Indonesia akan tetap mengalami keterpurukan. Setidaknya ada beberapa poin, pertama: Indonesia dapat dipastikan akan tetap menggunakan sistem pemerintahan sekuler, dan tidak menjadikan agama sebagai landasan dalam menjalankan pemerintahan. Hal ini berdasarkan pernyataan dari Maruf Amin ketika terpilih menjadi pendamping Jokowi. Calon Wakil Presiden nomor urut 01 Ma'ruf Amin menyebut pancasila dan UUD 45 merupakan dasar negara sekaligus pemersatu yang paling mampu mempersatukan bangsa Indonesia yang majemuk. Menurut dia, Indonesia berdiri di atas dua fondasi tersebut. "NKRI bisa dibangun berdasarkan dua pilar utama, yaitu Pancasila dan UUD 45. Karena dua pilar utama itulah lahir NKRI, oleh karena itu kita harus menjaga pilar ini tetap kokoh dan kuat. Karena itu upaya upaya maksimal yang harus kita lakukan harus terus kita dalam menjaga keutuhan NKRI" ujar Ma’ruf melalui rekaman yang diperdengarkan pada acara yang digelar di Megawati Institute, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (28/11). Kedua: Janji terancam tidak ditepati. Prediksi ini berkaca pada periode sebelumnya dimana pemerintahan Jokowi banyak mengabaikan janji-janjinya. Wakil Ketua MPR, Ahmad Muzani menyampaikan banyak hal termasuk janji-janji Jokowi yang belum terpenuhi dan perlu dikritisi. Yaitu:

1. Mencipatakan 10 juta tenaga kerja

2. Menaikan posisi honorer kategori II, menjadi PNS

3. Membuat petani beras maupun bawang akan lebih sejahtera

4. Nilai kurs rupiah terhadap dollar AS bisa Rp 10.000

Ketiga: Ekonomi gagal meroket. Dalam bidang ekonomi, Jokowi harus bisa menyelesaikan sekurang-kurangnya lima persoalan besar: kenaikan utang LN, merosotnya mata uang rupiah terhadap dollar, defisit neraca perdagangan, rendahnya terget pertumbuhan ekonomi, dan lesunya perekonomian sektor riil. Berkaca pada pemerintahan sebelumnya, perekonomian meningkat sebesar 5%, prosentase yang kurang jika dibanding dengan target yang direncanakan yaitu 7%. Pakar ekonomi, Dr. Rizal Ramli pun sempat mengingatkan bahwa kondisi ekonomi Indonesia berada pada posisi lampu merah.


Jika sudah seperti ini, awan gelap sepertinya belum akan beranjak dari langit Indonesia. Namun bukan hal yang mustahil untuk menjadikan Indonesia memiliki masa depan yang cerah dan bersinar, selama kita terus berikhtiar sampai Allah memberikan ketetapanNya. Indonesia bisa memiliki masa depan yang cerah ketika sistem sekuler-kapitalis dicampakkan lalu diganti dengan sistem Islam yang sudah terbukti mampu selama 13 abad lamanya memimpin dunia. Diantara kesempurnaan rahmat Allah SWT adalah bahwa Dialah yang memegang kendali dalam membuat Undang-undang aturan bagi tatanan kehidupan manusia baik dalam ruang lingkup individu, keluarga, masyarakat, dan negara. Karena dengan begitu, yang terjadi adalah keseimbangan dalam setiap peraturannya, tersebar keadilan, ketentraman, dan kepuasan jiwa dan jauh dari segala perselisihan dan permusuhan.

Wallahu a’lam bi ash-showab



 


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak