Oleh : Anisa Pratiwi
Generasi muda adalah penerus kehidupan bangsa. Dan di tangan para pemuda lah dapat terjadi perubahan fundamental. Namun bagaimana keadaan para pemuda Negara kita saat ini?. Gambaran singkatnya lebih identik dengan kehidupan hedon, konsumeris, manja, dan hanya berfkir mengenai kesenagan semata.
Pemuda berasal dari beberapa kalangan, salah satu nya adalah mahasiswa. Ikon bahwa mahasiswa adalah agent of change justru sulit ditemukan. Mahasiswa saat ini lebih senang duduk-duduk manis di pusat perbelanjaan, atau tempat-tempat nongkrong yang modern dan gemerlap.
Kalau kita menoleh ke belakang, mengingat sejarah yang ada, bahwa mahasiswa pada era pergerakan nasional merupakan mahasiswa yang sangat aktif. Misalnya pada masa Revolusi yang di tunjukkan dalam peristiwa perlawanan kepada sekutu oleh pemuda-pemuda Surabaya, yang diorasikan Bung Tomo, kemudian membangkitkan semangat para pemuda, dan berhasil mempertahankan Surabaya dari sekutu.
Lalu, pada era Reformasi yang di tandai dengan peristiwa turunnya Presiden Soeharto dari kursi pemerintahan (1998). Karena di anggap banyak kerugian yang di alami masyarakat, mahasiswa menyuarakan aspirasinya dengan turun di jalan.
Coba sekarang kita perhatikan mahasiswa saat ini. Mereka telah di fasilitasi dengan berbagai kecanggihan teknologi, semua yang serba instan, system online dan berfikir pragmatis. Di tandai dengan bisnis online, pelayanan masyarakat yang menggunakan sistem online, konsumsi makanan dan minuman yang siap saji. Dengan kemajuan yang begitu pesat, dampak positif serata negatifpun bermunculan. Adanya teknologi yang semakin canggih, memunculkan pemikiran yang pragmatis. Yang dahulunya para pelajar khususnya mahasiswa menggunakan literasi sebagai bahan tulisan atau bantuan untuk memecahkan persoalan, kini lebih sering copas di berbagai situs web. Anehnya, kecanggihan teknologi tak banyak membuat mahasiswa mengetahui apa yang terjadi di Negara kita saat ini. Tak sedikit pula yang apatis dengan fenomena yang ramai di perbincangkan. Bahkan ada yang mengatakan bahwa itu bukan urusannya, melainkan urusan orang-orang pemerintahan yang berhak mengatur Negara ini. Dari sini dapat kita simpulkan bahwa tingkat kekritisan mahasiswa dapat di katakana menurun. Mungkin tidak semua mahasiswa, namun rata-rata nya mahasiswa saat ini demikan.
Mengapa hal ini bias terjadi? Para pemuda diij5adikan sebagai pasar signifikan. Misalnya dimanjakan dengan fasilitas-fasilitas yang mendukung untuk merayu mengikuti atas nama trend dan gengsi (hedonisme). Sehingga menjadi mahasiswa hanyalah formalitas untuk mendapatkan pujian semata dari orang lain. Dari hal ini, mahasiwa di butakan dan dilupakan dari definisi maha nya, yang kritis, cerdas, aktif, dan mampu berfikir lebih, dari pendidikan-pendidikan sebelumnya.
Lalu, bagaimana jika kita ingin menjadi mahasiswa yang kritis?.
Cobalah untuk melihat dn melek akan permasalahan-permasalahan yang sedang terjadi. Cari lah informasi sebanyak-banyaknya, kemudian diskusikan bersama-sama. Jangan terus berdiam diri, karena diam adalah wujud dari kematian itu sendiri. Belajarlah dari tempat manapun, karena di sana tersimpan ilmu pengetahuan yang kadang tak di dapatkan dalam ruang kelas.
Pertanyaannya, apakah kamu tergolong mahasiswa kritis atau apatis?
Apakah kamu yang hanya sibuk dengan kehidupanmu sendiri? Menutup mata atas persoalan yang tengah terjadi di sekitarmu.
Coba pikirkan, mungkin saat ini kamu merassa baik-baik saja dengan kehidupanmu. Tapi pernahkah kamu berfikir 10 atau belasan tahun kedepan, ketika kamu telah memiliki keturunan, apa yang akan terjadi? Apakah semua akan tetap baik-baik saja?.
Semua tergantung tindakanmu saat ini. Minimal jika kamu tidak bida melakukan lebih, jadilah mahasiswa yang tidak apatis dan berusaha berfikir kritis.