Politik butuh biaya tinggi sudah menjadi rahasia umum bahwa peserta pemilu harus menyiapkan dana tak sedikit untuk maju menjadi kepala daerah, anggota legislatif atau pun presiden. Kementerian Dalam negeri menyebutkan, calon bupati atau wali kota butuh dana Rp 20 hingga Rp 100 miliar untuk memenangi pilkada. Contoh (KPU) kabupaten Bandung mengajukan da na hibah sekitar Rp 99 miliar kepada pemerintah kabupaten Bandung untuk penyelenggaraan pemilihan Bupati Bandung 2020. Anggaran tersebut diklaim memiliki indeks pemilih yang rasional, dengan angka sekitar Rp 41ribu per pemilih. Ketua KPU Kabupaten Bandung Agus Baroya menyatakan, pihaknya telah mengirimkan surat pengajuan anggaran pilgub 2020 ke pemkab Bandung sejak Juli 2019. Agus mengakui, anggaran pilkada 2020 yang diajukan jauh lebih besar dibandingkan anggaran pilkada lima tahun lalu, yang nilainya sekitar Rp 56 miliar.
Mahalnya biaya menjadi salah satu persoalan dalam sistem pemilu di Indonesia baik pilkada, peleg maupun pilpres. Pasalnya negara tak banyak memberikan bantuan dana, sementara partai politik dilarang mencuri uang. Tokoh-tokoh yang akan maju pilkada maupun pemilu terpaksa menggalang pendanaan sendiri. Walhasil banyak diantara tokoh yang maju pilkada tersebut terkena operasi tangkap KPK. Padahal, kata Zull "hampir semua yang maju pilkada pasti melakukan pencarian dana. "Sekarang yang ketiban sial ( kena OTT) ada yang gak ketahuan padahal semua itu, (pilkada) Jateng. Jatim dimana yang tidak cari dana?. Cuma ada yang ketahuan Terima ada yang tidak." Kata Zulkifli. Tapi kata wakil ketua KPK Basaria juga, mahal nya biaya politik ini lah, yang menyebabkan beberapa calon terkena OTT. "Dari hasil analisis kami calon kepala daerah rata-rata mengeluarkan Rp 7-9 miliar, ada yang diatas rata-rata harta kekayaannya." Kata Basaria dalam pembekalan calon kepala daerah se-Jatim digedung negara Grahadi, Surabaya.
Dalam islam mekanisme pemilihan pemimpin sangat simpel namun esensial. Pemimpin dipilih berdasarkan kesanggupan menerapkan syariat islam khafah dan kapabilitas nya dalam mengurus urusan rakyat. Selain itu kepemimpinan dalam islam berdimensi dunia akhirat. Karena kelak kepemimpinan nya akan dimintai penanggung jawabannya. Jika pemimpin tidak amanah dalam mengurus urusan rakyat dan hanya sekedar memberikan janji-janji tanpa menepati nya, maka Allah memberikan ancam berupa diharamkan nya surga baginya sebagaimana sabda Rosulullah SAW. "Tidaklah seorang hamba, yang Allah minta untuk mengurus rakyat, mati pada hari dimana ia menipu (mengelabui) rakyatnya, kecuali Allah mengharamkan bagi dia surga." (H.R. Al Bukhari dan muslim). Dengan demikian memiliki keinginan menjadi pemimpin tentu berbeda dengan kondisi saat ini. Bahkan bagi yang paham betul dalil diatas, maka akan berpikir berulang kali untuk mengajukan dirinya sebagai pemimpin sekali pun rakyat sudah mempercayakan kepada nya. Berbeda dengan saat ini yang justru dijadikan ajang mencari eksistensi dan juga keuntungan. Yang pada akhirnya ketika sudah menang, pemimpin melupakan rakyat yang menjadi bagian dari amanah yang harus dipertanggung jawabkan. Oleh sebab itu, seberapa keras usaha pemimpin negeri ini dalam mengupayakan kemaslahatan rakyat pada akhirnya tidak akan terlaksana selama masih menerapkan sistem kapitalisme dan sekuralisme. Sudah saatnya umat sadar bahwa hanya dengan kepemimpinan Islamlah kemaslahatan umat akan terjamin yaitu dalam negara yang menerapkan syariat Islam. Wallahualam bi Showab.
Tags
Opini