Oleh : Dara Millati Hanifah, S.Pd (Pemerhati Pendidikan)
.
Minggu (04/08/2019) lalu, terjadi pemadaman listrik massal di daerah Banten, Jakarta hingga Jawa Tengah. Ini diakibatkan karena adanya gangguan Transmisi Jabodetabek, Unggaran, Pemalang juga daerah Jawa Barat. Akibat adanya pemadaman ini beberapa kegiatan ekonomi mengalami kerugian. Tak hanya itu, transportasi seperti KRL (Kereta Rel Listrik), MRT (Mass Rapid Transit) di Jakarta lumpuh total.
.
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta Perusahaan Listrik Negara (PLN) memberikan kompensasi pada konsumen. Tulus Abadi, ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menuturkan bahwa masyarakat mengalami kerugian secara material. Begitu pun dengan pelaku usaha. Bahkan kerugiannya lebih besar dibandingkan masyarakat yang ada di perumahan. (m.cnnindonesia.com 04/08/2019)
.
Pengamat politik Maksimus Ramses Lalongkoe menilai presiden Jokowi harus bersikap tegas terhadap Kementerian BUMN sebab hal yang tersebut sangat merugikan pelaku ekonomi. "Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Direktur Utama (Dirut) Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus dicopot karena terjadi pemadaman berjam-jam, bahkan lebih dari 10 jam. Ini mengakibatkan kerugian yang besar dalam sisi ekonomi" kata Maksimus Ramses (Republik Merdeka Banten 04/08/2019)
.
Femona ketersediaan listrik menjadi problematika yang tak kunjung usai. Krisis listrik hingga tata kelolanya menjadi PR (Pekerjaan Rumah) besar bagi negeri ini. Padahal Indonesia merupakan negeri yang sumber daya alamnya (SDA) berlimpah. Sayang, Negara gagal dalam pengelolaannya. Tak heran, jika sering terjadi pemadaman listrik khususnya di daerah Kalimantan yang notabene merupakan daerah penghasil batu bara. Di mana, itu dijadikan sebagai sumber energi.
.
Saat ini, pemerintah hanya sebagai fasilitator saja. Sedangkan pengelolaannya dilimpahkan ke swasta. Alih-alih sumber energi digunakan oleh rakyat tetapi dimanfaatkan untuk kepentingan Asing. Komersialisasi listrik ini menyebabkan chaos dalam pengelolaan listrik. Ini dikarenakan adanya Kepres (Keputusan Presiden) no. 37 tahun 1992. Di mana, swasta diperbolehkan ikut dalam bisnis penyedia listrik. Hal tersebut diperkuat dengan UU (Undang-Undang) no. 32 tahun 2009 tentang tenaga listrik.
.
Dalam Islam, listrik merupakan kepemilikan umum. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda : "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara : padang rumput, air dan api" (HR Ahmad). Karena menjadi kepemilikan umum, maka haram dikelola juga mengkomersilkan oleh pihak asing dan swasta.
.
Seharusnya pengelolaan tersebut diserahkan oleh negara yang menjadi penanggung jawabnya. Negara menjamin kebutuhan listrik masyarakat dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Dengan harga yang terjangkau tanpa memandang kaya maupun miskin. Semua mendapatkan pelayanan listrik secara merata.
Islam telah mengatur semua aspek kehidupan, termasuk pengelolaan energi dan listrik. Hal tersebut tidak mungkin terlaksana selama sistem ekonomi negara ini menganut sistem liberalisme. Hanya dalam sistem Islam itu semua akan terwujud dan masyarakat tinggal menikmati tanpa memikirkan beban biaya listrik yang sangat mahal.
.
Wallahu 'alam bi shawab.