Liberalisasi Kota Seribu Santri



Oleh: Nadhifah Zahra

( Ibu Rumah Tangga)

        

Ponorogo, selain dikenal dengan kota reyog juga dikenal dengan kota seribu santri karena memang di kota ini banyak pesantren yang jumlahnya sangat banyak juga karena menjadi pioner lahirnya pesantren di Indonesia.       

Sebagaimana kota-kota lainnya, kota seribu santri inipun tidak lepas dari incaran liberalisasi, kali ini proses liberalisasi masuk melalui pagelaran Ponorogo International Mask and Folklore Festival (PIMFF) 2019 yang berlangsung sejak tanggal 27 Juli hingga tanggal 30 Juli 2019. Sebagaimana dilansir radarmadiun.co.id, Bupati Ipong Muchlissoni berharap PIMFF menjadi ruang interaksi antar budaya. Antara seni dan budaya Nusantara dengan mancanegara. "PMIFF adalah ruang akulturasi seni dan budaya, PIMFF meneguhkan Ponorogo sebagai kabupaten seni dan budaya", tegasnya.


Mewaspadai Akulturasi Budaya

Budaya sebuah masyarakat tentulah di pengaruhi oleh ideologi tertentu. Sebagaimana kita ketahui bahwa negara-negara asing yang menganut ideologi kapitalis, dimana asasnya adalah sekularis yaitu memisahkan agama dari kehidupan, maka hasil dari sekularis ini telah melahirkan ide kebebasan yang disebut dengan liberalis.     

Sebagai penganut ideologi, maka negara-negara asing  senantiasa mengkampanyekan gaya hidup bebas ini ke negara-negara lain termasuk di negeri-negeri muslim. Padahal kita tahu betul gaya hidup serba bebas ini telah membawa kerusakan dalam seluruh aspek kehidupan, tersebut dalam aspek moral seperti pergaulan bebas yang telah menghancurkan generasi kita.      

Termasuk juga di Ponorogo, bagaimana kita saksikan pergaulan bebas di kota ini telah melanda kalangan remaja sehingga mereka harus kehilangan masa remajanya. Bahkan akhirnya banyak remaja yang akhirnya mengajukan dispensasi nikah dini ke Pengadilan Agama agar mendapatkan surat keterangan, sehingga bisa dilakukan pernikahan di KUA.      

Inilah salah satu dari bahaya akulturasi budaya asing yang membawa serangan gaya hidup yang serba bebas makin liberal.


Menjaga Kota Seribu Santri dari Arus Liberalisasi      

Maka sungguh sangat disayangkan jika kota ini dibiarkan begitu saja semakin diliberalisasikan  masuknya gaya hidup asing atas nama seni dan budaya.      

Maka kita harus prihatin atas kondisi ini, kita harus mengembalikan fungsi pesantren dalam upaya melakukan amar ma'ruf nahi munkar atas masuknya gaya hidup liberal yang serba bebas.     

Tentunya langkah yang paling efektif dalam menangkal gaya hidup liberal adalah dengan melakukan pembinaan kepada seluruh lapisan masyarakat terutama di kalangan remaja dengan pembinaan keislaman, yang akan mengokohkan keimanan mereka, dan memahamkan Islam secara menyeluruh yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Sehingga Islam dipahami sebagai sebuah ideologi yang akan menangkal penyebaran ide-ide asing yang merusak.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak