Oleh: Devi
Ibu Rumah Tangga
Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Mohamad Nasir akan mendata nomor telepon dan media sosial dosen, pegawai, dan mahasiswa pada awal tahun kalender akademik 2019/2020. Hal ini dilakukan untuk menjaga perguruan tinggi dari radikalisme dan intoleransi. Ia menjelaskan, apabila di kampus tidak terjadi masalah apapun terkait radikalisme atau intoleransi maka tidak akan dilakukan pelacakan. Sebaliknya, apabila terjadi masalah terkait radikalisme atau intoleransi di kampus maka data medsos dan nomor telepon tadi akan dilakukan pelacakan.
Sementara itu, ia memperbolehkan mahasiswa mengkaji paham Marxisme dalam diskusi terbuka. "Kalau itu di dalam ranah akademik, di kelas dilakukan secara terbuka, ini [kajian Marxisme] silakan. Umpamanya mengkaji tentang aliran Marxisme itu silakan. Tapi jangan sampai tidak terbuka. Dosen, pembina mahasiswa harus ada di dalamnya, jangan melakukan gerakan sendiri tanpa ada pendampingan. Ini yang penting," ujar Nasir saat di Kantor Kemenristekdikti, Jakarta Selatan, Jumat (26/7/2019).
Selain paham Marxisme, dirinya pun mempersilakan apabila mahasiswa ingin melakukan kajian terkait Lesbian, Gay, Transgender, dan Biseksual (LGBT). Akan tetapi, kata dia, mengkajinya dari segi positif, seperti mengenai dampak kesehatan yang diterima ketika seseorang melakukan hubungan sesama jenis. "Kalau kegiatan mereka [mahasiswa] untuk kajian akademis, silakan. Yang tidak boleh itu LGBT making love di dalam kampus. Jadi aktivitas LGBT yang terkait pada kegiatan LGBT itu tidak boleh," tuturnya.
Fakta diatas menunjukkan bahwa rezim saat ini sedang terjangkit islamophobia. Stigma negatif dengan pelabelan radikal dan intoleran yag disematkan kepada para aktivis yang menyerukan islam kaffah adalah bukti ketakutan mereka terhadap islam. Padahal paham marxisme dan LGBT jelas lebih berbahaya, karena tidak menutup kemungkinan ada orang yang menanggapnya baik setelah dikaji, jika tidak memiliki standar berpikir yang benar.
Sementara islam, ketika dikaji secara mendalam, maka kita akan mendapatkan solusi dari setiap permasalahan. Karena islam adalah agama sempurna yang Allaah turunkan agar bisa menjadi problem solver bagi setiap permasalahan manusia. Hanya saja, hal itu tidak bisa terlaksana tanpa adanya institusi khilafah yang menerapkan islam secara kaffah. Untuk itu sangat penting kita menegakkan kembali instsitusi ini, agar segala permasalahan manusia mampu diselesaikan dengan benar. Bukan seperti saat ini, yang untuk menyelesaikan masalah yag satu, justru menambah masalah yang lain.
Wallahualam Bi Shawwab