Akhir-akhir ini, pembahasan tentang Khilafah mulai menyeruak ke permukaan. Pro kontra pun terjadi bahkan di jagad dunia maya. Tak ayal, bahasan Khilafah akhirnya memiliki ruang tersendiri di beberapa komunitas. Ironisnya, tak ada pihak yang dengan legowo membuka forum diskusi terkait Khilafah. Semuanya serba diasumsikan bahkan diafiliasikan terhadap ormas HTI. Netralitas dan diskusi secara adil seolah hanya menjadi forum yang dihindari bagi pihak-pihak yang ingin menstigmatisasi negatif tentang ide tersebut. Semestinya, dalam era demokratis yang digadang-gadang menjamin kebebasan berpendapat ini, pihak yag menstigma negatif terhadap Khilafah membuka ruang diskusi. Agar publik pun yakin apakah ide tersebut buruk bagi masa depan negeri ini ataukah justru membawa perubahan bagi negeri ini?
Hal inipun senada dengan kemenristekdikti yang membolehkan pembahasan Khilafah dan ide Marxisme di lingkungan kampus, sumber para intelektual muda Indonesia. Dia mengatakan paham-paham di luar Pancasila dapat dibahas dan dikaji dalam bentuk kajian akademik dan secara terbuka atau di mimbar akademik. (https://nasional.republika.co.id, 31/07/2019).
Khilafah, Sebuah Ideologi?
Khilafah didefinisikan sebagai sebuah sistem kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia untuk menerapkan hukum-hukum Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia. Orang yang memimpinnya disebut Khalifah, dapat juga disebut Imam atau Amirul Mukminin. (www.id.wikipedia.org)
Khilafah bertanggung jawab menerapkan hukum Islam, dan menyampaikan risalah Islam ke seluruh muka bumi. Khilafah terkadang juga disebut Imamah; dua kata ini mengandung pengertian yang sama dan banyak digunakan dalam hadits-hadits shahih. Sistem pemerintahan Khilafah tidak sama dengan sistem manapun yang sekarang ada di Dunia Islam. Meskipun banyak pengamat dan sejarawan berupaya menginterpretasikan Khilafah menurut kerangka politik yang ada sekarang, tetap saja hal itu tidak berhasil, karena memang Khilafah adalah sistem politik yang khas.
Sedangkan yang dimaksud dengan ideologi menurut Drs. Moerdiono, bahwa ideologi berarti a system of ideas, akan mensistematisasikan seluruh pemikiran mengenai kehidupan ini dan melengkapinya dengan sarana serta kebijakan dan strategi dengan tujuan menyesuaikan keadaan nyata dengan nilai-nilai yang terkandung dalam filsafat yang menjadi induknya. (www.wikipedia.org)
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Khilafah bukanlah sebuah ideologi seperti pemahaman yang beredar. Bahkan lebih parah lagi, Khilafah selalu dibenturkan dengan ideologi pancasila, dibandingkan dengan marxisme dan komunisme. Kesalahpahaman ini muncul, dikarenakan kurang berimbangnya arus informasi yang berkembang di media dan tidak adanya ruang diskusi terbuka bagi pembahasan mengenai khilafah.
Lantas, apakah bisa ditegaskan bahwa khilafah memberikan angin segar bagi persoalan negeri ini ataukah justru memporakporandakan sebagaimana tudingan beberapa pihak? Tentu tidak bisa sepihak dalam memutuskannya. Butuh ruang diskusi yang terbuka luas dan kemapanan berpikir serta analisis ilmiah yang mendalam mengenai hal itu. Opini masyarakat pun harus terbentuk kuat mengenai sistem kepemimpinan ini. Tidak serta merta ketika tudingan miring mengenai khilafah, maka dia akan menjadi tertolak dan tidak cocok untuk diterapkan.
Islam Mengurai Sengkarut Akibat Kapitalisme
Jika ingin membenturkan antar ideologi, tentu haruslah berimbang. Khilafah tidak bisa dibenturkan dengan pancasila atau kapitalisme, karena khilafah adalah sebuah sistem kepemimpinan. Yang setara adalah Kapitalisme dibenturkan dengan Islam. Saat ini, tak ada yang menafikan kegagalan yang ditimbulkan oleh kapitalisme global, yang kian dirasakan oleh hampir seluruh masyarakat dunia. Ekonomi kapitalis global dengan adidayanya AS, telah mengalami kondisi kepailitan saat ini. Negara-negara kapitalis barat mulai mengalami kemunduran ekonomi. Setelah merosotnya Euro di eropa dan runtuhnya wallstreet di AS, muncullah Cina. Cina sebagai raksasa ekonomi dunia baru pun memberikan warna yang tak jauh beda dengan kapitalis barat sebelumnya.
Ciri khas yang paling menonjol dalam ideologi ini adalah eksploitasi dan penjajahan yang dilakukannya di negeri-negeri yang mereka duduki. Kerjasama yang ditawarkan pun lebih kepada hubungan antara majikan dan budaknya, bukan kesetaraan posisi tawar (bargaining position) bagi negara yang berhubungan. Tentu saja aka muncul ketidakadilan dan ketimpangan ketika hubungan ini dipaksakan. Karena begitulah watak yang dimiliki kapitalisme dalam penerapanya di berbagai negara. Ironisnya, masih banyak negara, apalagi negeri-negeri Islam yang bersanding dengan negara kapitalis ini.
Ciri lainnya yang lebih terlihat adalah hubungan erat yang terjalin antara penguasa dan pengusaha. Dua pihak ini tidak dapat dipisahkan ketika berhubungan dalam konstelasi politik kekuasaan. Bagi penguasa yang ingin menduduki jabatan strategis dalam pemerintahan, maka dia haruslah menggandeng tangan pengusaha. Begitu juga sebaliknya, pengusaha yang masih ingin merajai bisnis usahanya, tentu harus menggandeng tangan penguasa agar tetap langgeng dan makin berlimpah kekayaannya.
Lain hal nya dengan sistem Islam yang memiliki ciri khas tertentu. Dalam Islam tidak ada keterpisahan antara agama dan kehidupan. Islam pun tidak akan memberikan ruang kepada pengusaha dan penguasa untuk bergandengan tangan hanya untuk membuat aturan dan hukum yang memuluskan kepentingan mereka semata. Hal seperti inilah intinya yang ditentang keras oleh Islam. Karena dalam Syari’at Islam, umat Muslim dituntut untuk mengembalikan segala sesuatunya kepada hukum Allah sebagaimana Allah berfirman dalam surat Al-An’am ayat 57 bahwasanya menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah.
Sedangkan dalam aqidah Islam keuasaan mutlak hanya dimiliki oleh Allah subhanahu wa ta’ala bukan oleh rakyat. Karena itulah segala sesuatunya ditetapkan oleh rakyat. Di samping itu, Allah subhanahu wa ta’ala telah memerintahkan Rasulullah untuk mengatur urusan kaum muslimin berdasarkan hukum-hukum yang diturunkan Allah. Hal itu ada dalam surat Al-Ma’idah ayat 48, “Maka putuskanlah perkara di antara di antara mereka dengan apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka (dengan) meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.”
Oleh karena itu, sengkarutnya polemik yang sedang terjadi di masyarakat saat ini, disebabkan karena yang membuat aturan dan hukum adalah penguasa atas restu pengusaha. Solusi paling fundamental dari persoalan ini hanyalah Islam, dengan sistem kepemimpinan yang dibawanya, Khilafah. Wallahua’alam.
Penulis
Drg Endartini
(Pemerhati Sospol Media Daring)