Oleh: Fina Fadilah Siregar
Baru-baru ini Munirwan, Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Kecamatan Nisam, Aceh Utara, Aceh, ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan karena diduga memproduksi dan mengedarkan benih padi unggulan, yaitu bibit padi jenis IF8 yang disebut belum disertifikasi atau berlabel. Kasus itu diadukan oleh Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh. Kasus tersebut bagi Muksalmina Asgara, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Asosiasi Pemerintah Desa seluruh Indonesia (Apdesi) Provinsi Aceh, terkesan janggal. Pasalnya, sepengetahuan Muksal, benih IF8 ini sudah menjadi icon Kabupaten Aceh Utara dalam Bursa Inovasi Desa tingkat nasional tahun 2018 lalu. “Begitu juga di awal 2018 lalu dalam Bursa Inovasi Desa Kabupaten Aceh Utara. Benih ini di promosikan sebagai simbol keberhasilan produk desa yang layak di contoh dan diberi apresiasi oleh Bupati Aceh Utara,” terang Muksal, Jum’at (26/7/2019). Dia juga menjelaskan, bibit padi IF8 telah dilaunching pada tahun 2017 lalu oleh Irwandi Yusuf, Gubernur Aceh saat itu. “Kemudian benih ini dikembangkan oleh Tengku Munirwan dan menjadi andalan produk unggulan desanya yang dipasarkan melalui BUMDes (Badan Usaha Milik Desa). Tapi sayangnya saat kemampuan BUMDes masih terbatas dalam akses khususnya perizinan pemda, dan Pemprov Aceh Melalui Dinas terkait tidak pernah berupaya memfasilitasi agar mereka mampu. Dan yang terjadi adalah sebaliknya, penanganannya langsung dititik beratkan pada proses hukum,” kata Muksal menyesalkan tindakan Pemerintah Provinsi Aceh. (desapedia.id).
Peristiwa yang terjadi ini sesungguhnya adalah bukti paradigma berpikir rezim sekuler kapitalis tidak pernah serius meri'ayah rakyatnya dengan baik. Dalam segala hal, Pihak asing dianakemaskan, rakyat sendiri dizhalimi. Kebutuhan pihak asing dipenuhi, kebutuhan rakyat diabaikan. Pemerintah hanya berfokus pada keuntungan pribadi dan kelompok, sementara rakyat hanya mendapatkan kesulitan yang tak berkesudahan. Pemerintah di rezim ini tidak pernah berpikir untuk membuat kehidupan rakyat makmur dan sejahtera. Dalam semua bidang, negeri kita dibantu pihak asing yang mempunyai modal besar yang berakibat ketergantungan kita pada pihak asing yang menganut sistem kapitalis yang berasaskan manfaat. Segala sesuatu yang diberikan disertai dengan imbalan, tidak diberikan secara cuma-cuma begitu saja. Oleh sebab itu, semua yang ada di negeri kita dikelola dan diberikan pada pihak asing. Pengabdian dan dedikasi penguasa ditujukan kepada para pemilik modal, bukan kepada rakyat.
Apa yang dilakukan oleh Kepala Desa Meunasah Rayeuk, Aceh Utara, Munirwan, sesungguhnya adalah suatu kreativitas yang semestinya di dukung penuh oleh pemerintah, bukan malah dihambat perizinannya melalui pemerintah daerah, karena selama ini Munirwan sudah berhasil mengembangkan padi jenis IF8 di daerahnya dengan hasil melimpah setiap kali panen. Keberhasilan ini juga menjadi jalan bagi kemandirian ekonomi desa dan sudah sepantasnya di contoh oleh daerah-daerah lain di Indonesia. Kejadian ini menggambarkan kegagalan negara dalam memandirikan bangsa dengan menutup kran kreativitas rakyat mengembangkan kemampuannya dan membuka kran impor seluas-luasnya bagi korporasi kapitalis untuk mendominasi produksi dan pasar. Sebagaimana yang kita ketahui, di negeri kita saat ini hampir semua komoditas di impor dari luar negeri, padahal Indonesia adalah negeri yang kaya akan sumber daya alam yang melimpah. Impor itu terjadi karena sumber daya alam kita dikuasai oleh pihak asing. Padahal, bila kekayaan alam dikelola oleh negara dan digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat serta mekanisme pasar kita atur sendiri, maka hal tersebut tidak akan terjadi. Pada kenyataannya, rakyat di negeri ini pun mampu menciptakan suatu kreativitas yang dapat memandirikan bangsanya sendiri. Namun yang terjadi saat ini adalah komoditas yang dihasilkan rakyat pribumi dijual dengan harga yang sangat murah karena negara mengimpor hampir semua komoditas dan mekanisme pasar dikuasai oleh pihak asing. Akibatnya, perekonomian rakyat semakin hari semakin sulit, penderitaan rakyat kian hari kian bertambah.
Untuk itu yang dibutuhkan umat saat ini adalah sistem yang tegak diatas paradigma Islam yang menjadikan kepemimpinan sebagai washilah pengaturan urusan umat. Kepemimpinan dalam Islam bukan hanya sekedar menduduki kursi kekuasaan semata, namun lebih dari itu, pemimpin adalah orang yang mewakili rakyat untuk menerapkan syariat Islam dan menjalankan aturan Allah, bukan aturan yang dibuat oleh manusia yang sarat akan kepentingan. Pertanggungjawabannya pun hanya kepada Allah semata. Jadi, pemimpin dalam Islam tidak ada yang menzhalimi rakyatnya, karena takut akan azab Allah. Kebutuhan dan kepentingan umat adalah yang utama dibandingkan kebutuhan dan kepentingan pribadi. Pemimpin dan orang-orang yang membantunya bersinergi untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan umat, sehingga tidak ada satupun umat yang merasakan penderitaan, karena semua kebutuhannya terpenuhi. Dalam sistem Islam, negara memegang prinsip kemandirian, baik dalam produksi produknya maupun mekanisme pasarnya, sehingga tidak bergantung pada pihak asing.
Oleh sebab itu, sudah saatnya kita jadikan kepemimpinan sebagai washilah pengaturan urusan umat, yakni kepemimpinan Islam yang membawa rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a'lam bish shawab.