Oleh : Lilik Yani
"Ibadah Haji adalah rukun Islam ke lima, setelah sahadat, sholat, puasa, zakat. Jika dilaksanakan secara benar, akan mengantarkan para jamaah haji menjadi haji mabrur. Yang bisa menjadi teladan kebaikan umat. Hingga bisa membuat perubahan pada negeri menjadi penuh berkah dan umat sejahtera."
*********
Alhamdulillah, segala puji milik Allah, yang telah melimpahkan segala nikmat-Nya kepada kita, terutama nikmat Iman dan Islam.
Selamat buat saudara-saudara muslimku yang sudah kembali ke tanah air dengan selamat. Setelah cukup lama meninggalkan tanah air dan keluarga, untuk menjadi tamu Allah di tanah suci.
Bersyukurlah, atas nikmat kesempatan dan kelancaran dalam menjalankan serangkaian rukun haji. Semoga Allah berkenan menjadikan kalian semua menjadi haji mabrur.
Saudaraku, bersyukurlah jika kalian mendapatkan gelar itu. Haji mabrur yang bisa mengambil hikmah dari setiap proses ibadah yang dilakukan di tanah suci. Kemudian diterapkan terus di tanah air. Haji mabrur bisa membuat perubahan pada keluarga dan orang sekitarnya untuk kembali ke jalan Allah.
Haji mabrur, sudah memahami rukun Islam secara lengkap, hingga bisa melaksanakan dalam kehidupan sehari-hari dengan maksimal. Haji mabrur bisa membuat perubahan dalam negerinya menjadi beriman dan taat kepada Allah. Hingga berkah Allah akan turun dari langit dan bumi.
Tapi bagaimana kenyataanya? Adakah perubahan yang bisa dirasakan umat, dengan banyaknya masyarakat yang berbondong-bondong pergi haji ke tanah suci?
Dari mulai rakyat biasa yang berproses lama untuk bisa berangkat haji karena ikut haji reguler.
Ada para pengusaha kaya, pejabat, direktur perusahaan, para artis, juga pemimpin negeri ini yang memilih haji plus dengan fasilitas mewah dan nyaman.
Semakin tahun, semakin banyak yang menunaikan rukun Islam kelima itu. Tetapi tidak ada perubahan signifikan yang bisa dirasakan umat. Bahkan kalau boleh dibilang, kondisi negeri ini semakin terpuruk dan penderitaan umat makin bertambah.
Apakah ibadah haji yang menjadi penyebabnya?
Tentu saja bukan. Perintah Allah selalu memberikan efek kebaikan. Apalagi ibadah haji adalah puncaknya ibadah. Di mana umat seharusnya mengetahui tentang hikmah dari rukun Islam sebelumnya. Hingga ketika menunaikan ibadah haji, dia bisa memahami makna setiap proses yang dilakukannya.
Ibadah haji adalah puncak dari seluruh rukun Islam yang lima. Syahadat adalah komitmen untuk hanya menuhankan Allah dan mengikuti apa yang dibawa Rasulullah saw sebagai petunjuk kehidupan.
Shalat adalah proses mengakrabkan diri kepada Allah. Membiasakan merasakan kehadiran-Nya secara terus menerus dalam segala aktivitasnya.
Puasa adalah latihan mengendalikan diri. Dengan berpuasa kita menjadi terbiasa untuk mengendalikan hawa nafsu yang cenderung tidak ada puasnya. Orang yang berhasil puasanya akan memiliki daya kontrol baik dalam hidupnya.
Zakat adalah proses pembersihan jiwa dari rasa kepemilikan harta benda duniawi yang berlebihan. Sekaligus memupuk rasa kepedulian kepada sesama manusia yang sedang kesusahan.
Jadi orang-orang telah berproses menjalani semua itu, ketika
menjalankan ibadah haji, maka mereka akan mendapat kesempurnaan dalam agamanya. Hajinya akan mengantarkannya "bertemu" dengan Allah. Allah telah hadir dalam seluruh kesadarannya di mana pun berada.
Hajinya akan mengantarkannya untuk bertemu dengan Tuhannya, dalam kepasrahan yang mendalam.
Bukan sekedar bertemu Allah di baitullah saja. Karena mengira ka'bah atau baitullah itu rumah Allah, sehingga Allah ada di dalamnya. Kemudian setelah pulang haji tidak pernah bertemu dengan-Nya. Allah telah hilang dari kesadarannya seiring dengan selesainya ibadah haji.
Bahkan ada yang tidak merasakan apa-apa ketika di tanah suci. Mereka tidak peduli dengan makna rukun haji yang dijalaninya. Karena ada orang-orang yang ibadah haji hanya mengincar gelar haji atau hajah saja. Kalau perlu akan diabadikan dalam bentuk sertifikat yang dibelinya di sana.
Ada juga yang menunaikan ibadah haji sambil berdagang. Maka tidak heran jika menjalankan proses ibadahnya tidak bisa khusyuk karena hati dan pikirannya tidak fokus pada niat ibadah hajinya.
Maka tidak heran, jika sepulang haji, rasa kedekatan dengan Allah memudar bahkan bisa hilang sama sekali. Sehingga saat kembali ke negeri masing-masing, seharusnya menjadi teladan bagi kerabat, keluarga dan orang-orang sekitarnya. Justru ikut terbawa alur kehidupan seperti sebelumnya.
Jilbab dan kerudung tidak dikenakan kembali. Alasan panas, ribet, menganggu aktivitas. Pergaulannya tidak memberi dampak positip yang mengajak taat di jalan Allah, justru kembali bergaul dengan teman-teman sosialitanya dulu. Yang aktifitasnya hanya berdandan, bejalan-jalan memuaskan hawa nafsu dan bersosialita yang tidak manfaat untuk diri dan lingkungan sekitarnya.
Bagi yang pengusaha, harta kekayaan yang berlimpah tidak menyentuh hatinya untuk berbagi kepada orang yang membutuhkan pertolongannya. Jerit tangis umat tidak menggerakkan hatinya untuk menyalurkan hartanya.
Para pejabat dan pemimpin negeri ini, walau sudah berhaji ke tanah suci, tapi hatinya tidak tergerak untuk memperbaiki negeri. Jangankan membuat rakyat sejahtera, untuk memenuhi hajat hidup umat yang notabene adalah kebutuhan mendasar saja tidak dihiraukan. Yang penting keluarga dan golongannya hidup kecukupan. Peduli amat urusan umat. Astaghfirullahal adziim.
Saudaraku, saatnya merenungi. Mengapa bertambahnya jamaah haji tapi tidak membawa perbaikan negeri. Saatnya memperbarui niat, ketika berhaji bukan sekedar mencari gelar haji atau hajah, tetapi harus menjalani semua rukun haji dengan sepenuh hati. Dilandasi dengan pemahaman rukun Islam yang lima dan diterapkan secara bersama-sama dalam ibadah haji.
Jika tidak, maka pantas saja kondisi negeri ini tidak menjadi berkah dan sejahtera. Karena banyaknya orang yang pergi haji tapi tidak menjadi haji. Sehingga tidak membawa perubahan positif. Baik itu buat diri sendiri, keluarga, lingkungan apalagi negeri ini.
Surabaya, 27 Agustus 2019
#SaatnyaPerbaruiNiatBerhaji
#TotalitasBerserahDiriKepadaAllah