Oleh : Amalidatul Ilmi, S.Pd. (Freelance Writer)
Alhamdulillah, syukur kepada Allah SWT. Berkat rahmat dan karunia-Nya pada tanggal 10 Dzulhijjah 1440 H tepat pada 11 Agustus 2019 kita menyambut, bertemu dan larut akan suka cita hari raya terbesar bagi umat Islam yakni Idul Adha atau Idul Qurban. Umat Islam diseluruh dunia menggemakan takbir, tahlil, dan tahmid sebagai umat yang satu. Satu akidah, satu syari’ah, satu kiblat dan satu syiar. Pada bulan Dzulhijjah pula jutaan kaum Muslim menunaikan ibadah haji. Mereka bersatu di tempat yang sama, dengan pakaian yang sama, syiar yang sama, syari’ah yang sama dan tujuan yang sama, yakni mewujudkan ketaatan kepada Allah SWT. Semoga pemandangan ketaatan dan persatuan ini bukan hanya dilihat pada hari dimana momen ini terjadi, namun juga pada hari-hari yang lain.
Ketaatan Mutlak
Ibadah Kurban mengingatkan kita akan ketaatan mutlak keluarga Nabi Ibrahim as. Petama: Ketaatan Ibrahim as.kepada Allah SWT yang telah memerintahkan beliau untuk meninggalkan istri dan putranya tercinta di lembah gersang tanpa tumbuhan (HR al-Bukhari dari Ibn ‘Abbas); juga ketaatan beliau kepada Allah SWT yang telah memerintahkan beliau untuk menyembelih putranya tercinta yang baru didapatkan di usianya yang telah lanjut yang telah dinanti-nantikan sejak lama.
Kedua: Ketaatan istri beliau, yakni Hajar, saat ditinggal sendiri bersama putranya Ismail as., di padang pasir tandus, tanpa siapapun yang menemani disana (HR al-Bukhari). Ketiga: Ketaatan puta beliau yakni Ismail as., yang dengan sabar dan berserah diri menerima perintah Allah meski peritah itu berakibat hilangnya nyawanya. Ismail as., bahkan berkata kepada Ayahnya: “Ayah, laksanakanlah apa yang telah diperintahkan kepada engkau. Insya Allah engkau akan mendapati aku termasuk orang-orang yang sabar.”(TQS ash-Shaffat [37]: 206)
Seperti itulah ketaatan sejati seorang Muslim kepada Allah SWT: sebuah ketaatan mutlak, tanpa batas. Ketaatan mutlak ini pun ditunjukkan oleh para jamaah haji. Mereka rela mengorbankan harta yang tak sedikit. Mereka bersusah payah meski tak sedikit dari mereka yang telah lanjut usia dan didera penyakit. Ketika menunaikan rangkaian manasik haji, mereka tidak mempertanyakan: mengapa harus begini dan mengapa harus begitu? Semua rangkaian ibadah haji itu mereka tunaikan dengan penuh ketundukan dan kepatuhan total kepada Allah SWT yang telah menetapkan tatacara manasik haji meski ada yang tidak mereka pahami. Seharusnya ketaatan mutlak semacam ini pun diwujudkan oleh kaum Muslim dalam seluruh aspek kehidupan.
Seorang Muslim akan meyakini bahwa dibalik ketaatan menjalankan semua syari’ah-Nya pasti ada kebaikan. Allah SWT tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya yang taat menjalankan syari’ah-Nya. Sebagaimana perkataan Hajar, istri Nabi Ibrahim as.: “Kalu begitu, Allah pasti tak akan menyia-nyiakan kita.”(HR al-Bukhari).
Allah SWT juga berfirman dalam hadist qudsi: “Sesungguhnya Aku, jika ditaati, pasti Aku ridha. Jika Aku telah ridha, pasti Aku memberikan keberkahan. Keberkahan-Ku itu akan dirasakan oleh umat demi umat.”(HR Ibn Abi Hatim). Jika Allah SWT pasti memuliakan orang taat kepada-Nya, maka sebaliknya, Dia akan menghinakan orang yang maksiat kepa-Nya dan berbuat zalim. “Sungguh, pasti merugi orang yang melakukan kezaliman.”(TQS Thaha [20]: 111)
Karena itu segala malapetaka, krisis multidimensi dan berbagai keterpurukan yang kini menimpa umat Islam adalah karena tidak taat secara total kepada Allah SWT. Musibah dan kesusahan yang menimpa negeri ini dan negeri-negeri kaum Muslim adalah karena telah lama berpaling dari syariah-Nya. Allah SWT berfirman: “Jika mereka berpaling (dari syariah-Nya), ketahuilah bahwa Allah bermaksud menimpakan musibah kepada mereka akibat sebagian dosa-dosa mereka.”(TQS al-Maidah [5]: 49)
Ketaatan kepada Allah SWT secara total dengan menjalankan syariah-Nya adalah jalan yang harus kita tempuh untuk keluar dari segala macam keterpurukan. Jalan ini memang sangat terjal dan penuh dengan tantangan. Namun, kita harus yakin bahwa dimana saja syariah-Nya ditegakkkan, pasti kebaikan yang ada. Yakinlah bahwa di mana saja syariah-Nya ditegakkan, pasti disitu ada kemaslahatan. Dan yakinlah bahwa dimana sana syariah-Nyaditegakkan disitu ada kemuliaan.
Ketaatan kepada Allah SWT secara total dengan menjalankan syariah-Nya dalam seluruh aspek kehidupan hanya bisa dilakukan jika kaum Muslim memiliki kekuasaan (Pemerintahan Islam) yang berfungsi sebagai kiyân tanfîdzi (institusi pelaksana) bagi hukum-hukum Islam. Tanpa adanya daulah (Negara) Khilafah, ketaatan hanya akan menjadi ketaatan semu dan parsial. Betapa pentingnya kekuasaan ini, Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw. untuk berdo’a: “Jadikanlah, ya Allah, bagiku dari sisi-Mu kekuasaan yang selalu menolong.”(TQS al-Isra’ [17]: 80)
Terkait dengan ayat ini, Ibn Katsir berkata “Qatadah berkata tentang ayat ini, ‘Sesungguhnya Nabi Allah saw.tahu bahwa beliau tidak memiliki kekuatan atas agama ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itu beliau memohon kekuasaan yang bisa menolong Kitab Allah; kekuasaan yang bisa menolong hukum-hukun-Nya; kekuasaan yang bisamenolong (pelaksanaan) kewajiban-kewajiban-Nya; dan kekuasaan yang bisa menolong untuk menegakkan agama-Nya.”
Persatuan Umat
Pada hari raya yang Agung ini, kita juga diingatkan tentang jutaan kaum Muslim dari seluruh penjuru dunia yang berkumpul di Makkah al-Mukarramah untuk menunaikan ibadah haji. Mereka disatukan di tempat yang sama, dengan pakaian yang sama, dengan tatacara manasik yang sama dan dengan syiar yang sama.
Namun sangat sayang, saat ini umat Islam sedunia baru bisa bersatu pada saat menunaikan haji. Setelah itu mereka kembali ke negerinya masing-masing, Mereka kembali dipecah-belah dengan nasionalisme sempit. Mereka kembali diceraiberaikan oleh perbedaan mazhab. Mereka kembali berselisih karena berbeda organisasi dan kepentingan. Mereka lemah dan tak berdaya akibat fanatisme kesukuan dan nasionalisme.
Akibatnya, umat Islam menjadi umat yang lemah, tidak berwibawa dan tidak diperhitungkan oleh musuh-musuhnya. Saudara-saudara kita di Palestina yang terus-menerus terhimpit di negerinya. Saudara-saudara Muslim kita yang ada di Rohingya, Uygur dan sebagainya masih mengalami penderitaan. Penyandraan, penganiayaan, penghinaan dan lain sebagainya telah mendera mereka kaum Muslim terutama di negeri-negeri dimana kaum Muslim menjadi minoritas.
Begitu juga di negeri kita yang mayoritas penduduknya Muslim ini, umat Islam terus-menerus dilecehkan dan dipinggirkan. Dimana umat Islam yang lantang menyerukan kebenaran dan mengoreksi kesalahan penguasa di tuduh dengan stigma negatif “radikal,” “teroris,” “makar,” “anti NKRI" dan sebagainya. Saat umat muslim menyuarakan aspirasi dan menuntut keadilan terhadap penghinaan Islam dikatakan anti kebinekaan, radikal, intoleran dan lain sebagainya. Padahal kondisi negeri ini kian memburuk dengan berbagai permasalahan yang mendera akibat neoliberalisme dan neoimperialisme oleh Asing-Aseng. Umat mayoritas sengaja ingin di pinggirkan dan siap dilenyapkan perlahan apabila umat tidak kian sadar kondisi dan posisinya saat ini.
Bahkan di bekas jantung Negara Khilafah, yaitu Suriah dan Irak, kaum Muslim pun tidak aman. Darah, harta dan kehormatan mereka begitu murah. Sesama Muslim saling bunuh demi kepentingan penjajah. Bertahun-tahun mereka hidup dihantui ketakutan yang sangat luar biasa, situasi yang mencekam menyelimuti hari-hari mereka.
Mengapa fenomena menyedihkan ini terus-menerus mendera umat ini? Sampai kapan umat Muhammad saw. ini akan terus-menerusbercerai-berai? Sampai kapan kita akan menjadi bulan-bulanan kaum kafir durjana yang tak henti-henti membuat makar untuk menghancurkan Islam beserta generasi penerusnya dan mengeruk terus-menerus kekayaan alam di negeri-negeri kaum Muslim? Sampai kapan kita akan menjadi umat yang kerdil dan tidak berwibawa? Sampai kapan Wahai Saudaraku kaum Muslim?
Keterpecah-belahan umat ini tidak akan terjadi jika umat memiliki naungan dan pelindung. Umat Islam tidak akan menjadi umat yang kerdil dan kecil dihadapan siapapun terutama di hadapan para kaum Kafir Penjajah apabila umat ini bersatu di bawah naungan institusi yang akan melaksanakan seluruh syariat Islam yakni Khilafah. Umat Islam akan menjadi umat yang kuat dan kembali menjadi umat yang terbaik (khayru ummah) (QS Ali-Imran [3]: 110), jika bersatu di bawah naungan satu daulah (Negara), Daulah Khilafah Rasyidah‘ala Minhajin Nubuwwah.
Akhirnya, sebagai renungan hari Raya Idul Adha kali ini, marilah kita bersatu-padu menyatukan tekad dan tujuan kita menuju kemuliaan Islam dan kaum Muslim. Marilah kita bergabung dalam barisan para pejuang Islam untuk mengembalikan kehidupan Islam dan melanjutkan kehidupan Islam di bawah naungan Khilafah Rasyidah yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dan bisyarah (kabar gembira) dari Rasulullah Muhammad saw. Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []