Jakarta, CNN Indonesia – Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh menyebut Indonesia menganut system kapitalis yang Liberal. Namun Indonesia malu untuk mengakuinya
Negara ini kata Surya Paloh, selalu mendeklarasikan diri sebagai negara Pancasila lantaran malu-malu kucing untuk mengakui bahwa system yang dianut sesungguhnya adalah Kapitalis Liberalis (diskusi bertajuk Tantangan Bangsa Indonesia kini dan masa depan. Di UI, Salemba-Jakarta pusat, Rabu(14/8) )
Definisi Kapitalisme Liberal
Kapitalisme adalah suatu sistim ekonomi dimana sektor industry perdagangan dan alat-alat produksi dikontrol oleh pihak privat atau sektor swasta dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya.
Pengertian tersebut senada dengan apa yang dijelaskan oleh tokoh komunis, Karl Marx, yaitu sebuah sistem dimana harga barang dan kebijakan pasar ditentukan oleh para pemilik modal untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Dalam sistim kapitalis ini, pemerintah tidak dapat melakukan intervensi pasar demi keuntungan bersama, melainkan hanya untuk kepentingan-kepentingan pribadi.
Liberalis sendiri adalah sebuah paham yang menyatakan bahwa kebebasan dan persamaan hak merupakan nilai politik yang harus dijunjung tinggi (https:/www.pengertianmenurutparaahli.net)
Bahaya Kapitalisme Global
Kapitalisme global ini dalam prakteknya, membentuk suatu aliansi dan organisasi yang sistematis dengan agenda tersembunyi (seperti IMF & WTO) yang para petingginya didominasi oleh kapitalis sejati dimana suatu negara menjadi monster serahkah untuk mengalahkan berbagai musuhnya, menindas dan mendominasi kekayaan dunia. Kegiatan ekonomi yang mereka lakukan hanya untuk memperkaya segelintir orang bukan untuk kesejahteraan rakyat. Pendek kata, mereka bisa menciptakan pertikaian di masyarakat, kemiskinan, bahkan peperangan dengan mudahnya.
Jika kita jujur dalam mengindra realitas yang terpapar di depan mata, Indonesia telah lama berada dalam dekapan system kapitalis liberal. Bukti kapitalis liberal mencengkeram Indonesia itu nyata. Hal itu tidak terlepas pada posisi Indonesia yang ‘hanya’ mampu menjadi bangsa pengekor.
Alhasil, Indonesia tak memiliki identitas sebagai bangsa berdaulat akibat dikte negara nomor satu, Amerika Serikat beserta anteknya. Padahal, sebagai system buatan manusia kapitalisme memiliki cacat bawaan. Cacat itu tampak pada karakter kapitalis liberalis yang memberikan kebebasan luar biasa terhadap kalangan pemodal kuat (kapitalis) untuk mengatur negara sesuai kehendaknya. Realisasi system ini menjelma pada penerapan politik demokrasi sekuler yang bersenyawa dengan ekonomi kapitalis liberal.
Realitas buruk kapitalisme demokrasi telah di indra oleh Surya Paloh. Praktik demokrasi seperti pileg, pilpres dan pilkada, bukan lagi kompetisi soal akhlak, kepribadian, attitude dan ilmu pengetahuan, tapi wani piro, money is power. Sudah menjadi rahasia umum jika siapapun yang akan maju menjadi pejabat public di Indonesia harus bermodal tebal.
Akibatnya, politik berbiaya tinggi ini melahirkan korupsi, politik oligarkis, dan tatanan pemerintahan yang lemah. Pemerintah yang lemah ini sungguh tampak pada rezim hari ini. Target kesejahteraan yang digembar-gemborkan demi mengejar pengentasan kemiskinan, kedaulatan pangan dan energy hingga kemandirian sebagai bangsa, tak mampu dicapai hingga 74 tahun umur kemerdekaan
Ancaman kapitalis liberal dalam meruntuhkan kehidupan bernegara tampak jelas ketika ‘berhasil’ membentuk mental koruptif para punggawa rezim. Sumpah jabatan di bawah kitab suci, nyatanya tak membawa kemaslahatan bagi rakyat. Rakyat terbiasa auto pilot, menyelesaikan problemnya tanpa kehadiran pemerintah. Contohnya, kegagalan pemerintah menciptakan lapangan kerja formal, disikapi rakyat dengan menumbuhkan sendiri sektor informal seperti ojek online hingga perdagangan digital. Tidak jelas upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran.
Selamatkan Negeri Ini dengan Islam
Idiologi Islam sebagai rival utama Kapitalisme, tidak hanya mampu melontarkan kritik tanpa menawarkan solusi. Namun Islam juga mampu menjawab persoalan yang tak mampu diselesaikan oleh kapitalisme. Semua bermula dari watak kapitalis yang liberal, membuat ground rules untuk mengatur manusia sesuai selera pemilik kuasa. Wajar jika solusi dalam kapitalisme selalu bersifat zero-sum game. Menguntungkan elit terkuat, dalam hal ini para oligarch. Jadi omong kosong jika dalam system demokrasi kapitalis liberal, rakyat akan mendapatkan perhatian pemenuhan hajat hidupnya.
Dalam Islam, Prinsip dasar tauhid hanya mengizinkan Allah sebagai pengatur dunia dan seisinya. Konsekuensinya, aturan hokum Allah tidak boleh dikalahkan oleh hukum manusia, seberapa besarpun kuasanya.
Untuk menjaga agar kekuasaan tidak berakhir pada kesewenang-wenangan, Islam telah mengatur “Empat Pilar” prinsip kekuasaan, yaitu :
1. Kedaulatan di tangan syara (as-siyaadatu li asy-syar’iy). Artinya, yang berhak menetapkan hukum benar-salah, halal dan haram, terpuji-tercela, dan dosa-pahala adalah hukum syara. “Hukum itu hanyalah milik Allah” (TQS. Yusuf : 40)
2. Kekuasaan di tangan ummat (as-sulthaanu lil ummah). Artinya, pemimpin hanyalah yang dipilih oleh umat untuk menerapkan syariat. Tidak ada kekuasaan untuk melayani sekelompok tertentu dalam masyarakat, seperti putra mahkota misalnya.
3. Adopsi hukum berada di tangan khalifah. Dalam perkara-perkara individual, hokum diserahkan pada hasil ijtihad para mujtahid. Perbedaan pendapat dijamin. Sementara, dalam masaalah system (social, politik, ekonomi) Khalifah mengambil salah satu pendapat terkuat diantara pendapat para mujtahid yang telah digali dari sumber-sumber hokum Islam. Hukum Islam yang diadopsi oleh Khalifah inilah yang berlaku di tengah masyarakat.
4. Menyatukan kaum Muslimin dengan mengankat hanya satu orang khalifah unyuk seluruh dunia.
Empat pilar itu menjadi sebuah tatanan mendasar yang mencegah penyelewengan kekuasaan. Bukti kompabilitas Islam melalui khilafah dalam menyelesaikan persoalan, tampak dalam supremasinya yang mampu bertahan hingga hampir 14 abad.
Para sejarawan telah mengakui bahwa kepemimpinan khilafah atas dunia menjadikan kesejahteraan dirasakan oleh semua bangsa, sekalipun bukan bagian dari khilafah seperti bangsa Irlandia bahkan Amerika.
Itulah system yang mampu menyatukan kesejahteraan dan kemajuan duniawi dengan ukhrawi. Sehingga, kegagalan dan kebobrokan kapitalis liberal hanya dapat diperbaiki bila khilafah tegak kembali. Jadi, mau menunggu apa lagi ???
Mari bersama untuk mewujudkan system yang akan menyebarkan Rahmat bagi seluruh alam. Wallahu a’lam.
Yusra Ummu Izzah, pendidik generasi