Oleh : Nur 'Amal
(Pengajar SDIT Cahaya Fikri Bontang)
Tenaga kerja merupakan suatu hal yang perlu ditata. Agar bisa dimanfaatkan secara optimal. Tidak ada pengangguran ataupun tenaga kerja yang bekerja di bidang yang bukan keahliannya. Dalam hal ini tanggung jawab menata urusan ketenagakerjaan ada di pundak pemerintah selaku penyelenggara Negara. Namun sejauh ini isu TKA tidak serius untuk dituntaskan oleh pemerintah pusat, bahkan cenderung abai dan membukakan keran masuknya TKA. Bagaimana tidak sebagaimana Dikutip dari detik.com, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Perpres ini diharapkan bisa mempermudah tenaga kerja asing (TKA) masuk ke Indonesia yang berujung pada peningkatan investasi dan perbaikan ekonomi nasional.
Sungguh kebijakan ini adalah kebijakan yang sama sekali tidak ada kaitannya mensejahterakan rakyat, demikian pula dengan faktor peningkatan ekonomi nasional. Kebijakan ini justru akan memberikan pengaruh terhadap tenaga kerja lokal. Bahkan berakibat meningkatnya angka pengangguran. Ketika jumlah pengangguran meningkat, akan meningkat pula kejahatan dan kriminalitas. Demikian pula terhadap budaya kehidupan masyarakat yang sangat mudah mengikuti pola budaya luar. Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Rofi Munawar menyesalkan kebijakan Presiden Jokowi yang telah meneken Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA). Perpres ini dinilai memperkecil kesempatan bagi pekerja lokal. (Sumber : Republika.co.id. 8/04/2018).
Tahun 2019 dan tahun-tahun yang akan datang dapat dipastikan Tenaga Kerja Asing (TKA) semakin terang bermunculan dimana-mana. Karena selain aturan perpres, kemudahan yang lain juga diberikan yaitu bebas bea cukai dan visa TKA, Penghapusan wajibnya berbahasa Indonesia bagi warga asing (TKA) dan masalah gaji . Ombudsman RI merilis temuan bahwa para tenaga kerja asing (TKA) dibayar dengan gaji tiga kali lipat daripada gaji tenaga kerja lokal. Ombudsman pun meminta Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) agar ke depannya lebih memperketat syarat masuknya TKA ke Indonesia.
Dugaan soal membanjirnya warga negara Cina yang kemudian secara ilegal bekerja terbukti adanya. Pada awal Oktober, Ditjen Imigrasi menggelar razia WNA serempak di seluruh Indonesia. Mereka menangkap ribuan WNA tanpa dokumen yang jelas. Posisi nomor wahid jatuh kepada WN Cina. Bukan tidak mungkin masih ada ribuan WN Cina lainnya yang ngumpet dari razia tersebut.(Republika.co.id 2018). Tolak ukur keberhasilannya pun sudah mulai terlihat. Ombudsman memetakan adanya 10 daerah yang menjadi wilayah dengan jumlah TKA terbanyak di Indonesia. Sepuluh daerah tersebut adalah Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, Sumatra Utara, Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Papua Barat."Ini wilayah dengan konsentrasi tenaga kerja asing paling banyak," kata Laode. Ia mengatakan, 90 persen dari para TKA yang bekerja di Indonesia merupakan pekerja kasar yang bekerja di pabrik smelter. "Tenaga kerja asing itu semestinya level supervisor atau manajer. Tapi ini 90 persennya malah bertopi kuning (pekerja kasar)," ungkap Laode.
Melihat fakta diatas dapat terbaca bahwa masyarakat yang mengeluhkan masalah TKA untuk segera dihapus tidak bisa berharap pada pemerintah, karena pemerintah telah sejalan dengan cara pandang Negara asing yang menjajah Indonesia secara non-fisik. Indonesia pun telah dimasukkan dalam daftar 5 negara terbaik untuk investasi yang menunjukkan dengan menjalin kerjasama dengan TKA maka membuat Indonesia tetap eksis didunia internasional. Meskipun nasib rakyatnya harus dikorbankan asalkan bukan para pemilik modal dan pengusaha-pengusaha liberal.
Cara Islam Mengatasi Pengangguran
Kondisi Negara yang demikian tidaklah ideal dimata Islam. Karena tidak berjalan sesuai tabi’inya/alamiahnya. Dimana dalam pandangan Islam wajibnya menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyat baik dari segi sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Aturan Ketenagakerjaan yang tidak tertata dengan baik akan berimbas pada maraknya pengangguran. Islam mencegah terjadinya hal tersebut dengan melakukan hal berikut:
Pertama, Terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat, dengan menetapkan :
1. Mewajibkan laki-laki memberi nafkah kepada keluarganya
2. Mewajibkan wali atau saudaranya untuk membantu menafkahi saudaranya yang lain, seumpama laki-laki tersebut udzur dan tidak bisa berkerja karena sakit yang dideritanya tidak kunjung sembuh atau bahkan meninggal.
3. Jika dua poin sebelumnya tidak ada juga, maka negara wajib menanggung dari baitul mal
4. Mengingatkan masyarakat yang kaya untuk wajib mengeluarkan zakat dan bersedekah. Sehingga harta tidak menumpuk pada orang-orang yang kaya saja.
Kedua, Negara mengatur kepemilikan dengan jelas. Baik dari sisi jenis seperti kepemilikan pribadi, umum, dan negara. Kemudian juga pengelolaan dan pendistribusian yang sampai kepada masyarakat. Sehingga tidak ada satu wargapun yang diabaikan oleh negara.
Ketiga, Penyediaan lapangan pekerjaan. Pada poin ini, negara wajib menyediakan lapangam pekerjaan bagi masyarakatnya. Bukan justru memberikan peluang ini bagi warga negara lain. Hal ini menyandar pada keumuman hadits Rasululah SAW:
“Seorang iman (pemimpin) adalah bagaikan penggembala, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas gembalaannya (rakyatnya).” [HR. Bukhari dan Muslim].
Keempat, Penyediaan pendidikan gratis. Kemiskinan yang sering dikaitkan dengan kualitas pendidikan dan lemahnya sumber daya manusia dapat diatasi dengan memberikan pendidikan kepada rakyat secara percuma dengan tujuan untuk melahirkan individu yang memiliki berkepribadian Islam yang teguh dan memiliki keterampilan serta kelayakan untuk bekerja.
Demikianlah solusi Islam dalam menyelesaikan TKA dan hal-hal yang berhubungan dengan dampak yang dtimbulkannya. Karena itu kembali kepada Islam adalah sebuah keniscayaan kesejahteraan yang di impikan untuk segera terwujud. Wallaahu a'lam bish showwab.