Oleh: Asma Ramadhani (Siswi SMA IT AL AMRI Probolinggo)
Dilansir dari beberapa situs media, ketua partai Nasdem, Surya Paloh meminta ke UI untuk meneliti ideologi yang ada di Indonesia dengan alasan sebelum Indonesia dimasuki ideologi baru karena adanya ancaman akan hal itu. Secara spesifikasi, berarti Indonesia menerapkan lebih dari satu ideologi. Benarkah?
Jika kita mengintip sejarah, penguasa di awal kemerdekaan Indonesia itu pro terhadap orang-orang komunis. Sedangkan di penguasa tahap selanjutnya pro terhadap kapitalis liberal. Akibat dari penerapan ideologi yang berbeda, orang-orang komunis memberontak dan menginginkan negara ini menerapkan ideologi komunis. Namun, pertahanan penguasa saat itu mampu untuk memendam keinginan orang-orang komunis. Sehingga, sampai saat ini Indonesia menerapkan ideologi kapitalis. Jangka waktu yang lama bagi Indonesia menerapkan ideologi yang didasari asas manfaat ini.
Di sisi lain, Indonesia sebagai negara pengekor juga mewarisi ideologi yang diterapkan oleh Belanda, yakni kapitalis liberal sejak masa-masa penjajahan berlangsung. Tidak heran jika Indonesia masih betah dan bertahan untuk menerapkan sistem demokrasi kapitalis ini, padahal sistem tersebut bukannya memberikan ketentraman dan menyelesaikan problematika umat, tapi malah mencekik rakyat dengan kebijakan-kebijakan yang hanya akan menambah kemerosotan kondisi rakyat.
Terpendamnya ideologi komunis bukan berarti mematikan ideologi tersebut. Seiring bergantinya periode penguasa di Indonesia, pewarisan ideologi dari penguasa di awal kemerdekaan muncul dibalik tabir penguasa saat ini. Hal inilah yang menyebabkan ancaman berkuasanya ideologi baru di Indonesia yang akan menggantikan kapitalis liberal.
Namun, kedua ideologi ini berarah pada patokannya masing-masing. Jika komunis berpatokan pada China, maka kapitalis berpatokan pada Amerika. Karena itulah kedua negara adidaya ini mampu untuk menjadikan Indonesia sebagai bayangan mereka.
Di kesempatan lain, Surya Paloh juga mengatakan bahwa sebenarnya Indonesia itu malu-malu kucing untuk mengaku sebagai negara berideologi kapitalis. Memang benar, ideologi yang sedang bertengger di negeri ini adalah kapitalis. Hal itu dibuktikan dengan kebijakan para penguasa yang lebih berpihak kepada "pemilik modal" daripada kepada rakyat. Seperti pada kasus Tax Amnesty, yakni pengampunan pajak. Bagi persahaan-perusahaan besar sebagai "pemilik modal" diberi keringanan waktu dalam membayar pajak, alhasil pajak tersebut nunggak dan akhirnya diputihkan.
Berbeda dengan kebijakan kepada rakyat, rakyat justru ditekan untuk membayar pajak tepat waktu dengan banyaknya pajak yang harus dibayar, seperti ajak kendaraan, BPJS, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, apabila paak kendaraan telat dibayar satu hari saja, maka harus membayar setara dengan pajak kendaraan selama 2 tahun. Juga dalam kasus hukum dan penjara. Apakah sebanding hukuman atas seorang koruptor dengan pencuri ayam? Tentu berbeda, bahkan hukuman bagi si pencuri ayam bisa lebih berat daripada hukuman seorang koruptor dan hukuman bagi koruptor tidak akan sebanding dengan pencuri ayam selama pelaku tersebut adalah "pemilik modal".
Problematika negeri ini tak akan pernah bisa terselesaikan jika masih bertahan dengan sistem demokrasi yang notabene-nya berideologi kapitalis liberal. Meski slogan demokrasi itu "Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat", tapi fakta mengukirkan bahwa problematika itu berasal dari kebijakan penguasa yang berlandaskan sistem demokrasi.
Demokrasi juga memakan biaya mahal, seperti saat keberlangsungan PEMILU yang dapat memakan biaya hingga mencapai angka milyaran. Padahal, PEMILU merupakan aktivitas dari sistem demokrasi untuk memilih seorang pemimpin melalui suara rakyat. Tapi kenapa justru pemerintah harus mengeluarkan biaya yang mahal dengan uang rakyat? Sedangkan uang tersebut bisa digunakan untuk hal lain dalam mengayomi rakyat. Pemerintah juga tak peduli pada kondisi rakyat, yang mereka pikirkan hanya materi belaka. Apakah pemerintah memikirkan tentang korban KPPS pasca PEMILU kemarin yang memakan korban hingga ratusan nyawa?
Inilah bukti hitam kebobrokan dari sistem. Sistem yang serba bebas ini hanya memandang asas manfaat dari keuntungan sebuah materi. Meski rakyat hidup sengsara, para penguasa hanya akan memikirkan keuntungan yang mereka dapatkan, dan itu pun dari uang rakyat.
Kerusakan sistem ini bukanlah hal yang kecil dan tidak patut untuk disepelekan. Demokrasi harus bertanggungjawab atas rusaknya negara dan merosotnya kondisi rakyat. Kesejahteraan bagi negeri ini bagaikan "Panggang yang Jauh dari Api" dan hanya bisa menjadi harapan para rakyat jika demokrasi masih berdiri tegak.
Dan jika tetap menerapkan sistem ini, berarti merelakan rakyat hidup dalam bayangan hitam negara "Penjajah", yang tidak pernah berhenti menjadikan Indonesia sebagai boneka demokrasi.
Apa yang harus dilakukan untuk melepas cengkraman sistem ini?
Hanya satu, yakni ganti sistem. Dari sistem yang merusak kepada sistem yang menyejahterakan rakyat, yakni sistem Islam. Sistem yang sesuai degan fitrah manusia karena sistem ini berasal dari Allah, Tuhan yang menciptakan seluruh kehidupan. Sistem yang mengatur seluruh kehidupan dengan hukum Allah, sistem yang mampu menjadi Rahmat bagi Seluruh Alam. []
Tags
Opini