Impor Melanda Negeri, Kedaulatan Tak Lagi Milik Sendiri



Oleh: Kareema Syaheeda


Indonesia membuka keran import untuk kesekian kali, untuk berbagai komoditi. Contoh kasus yang terjadi pada komoditi ayam ras/broiler.   Hingga sempat menghebohkan publik dengan aksi bagi-bagi ayam gratis.


Asosiasi Peternak Ayam Yogyakarta membagi-bagikan ribuan ayam broiler gratis di sejumlah titik di Yogyakarta. Aksi ini menyikapi anjloknya harga ayam broiler di tingkat peternak yang turun menjadikannya merugi. (detikFinance.com)


Hal tersebut disinyalir karena

Pemerintah Indonesia akhirnya membuka keran impor ayam usai kekalahan saat menjalani dispute settleme (penyelesaian sengketa) melawan Brasil terkait importasi ayam di World Trade Organization atau WTO. Keran impor ini dibuka sejalan dengan rekomendasi dari WTO terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia.


Adapun, WTO memutuskan bahwa Indonesia telah melanggar empat gugatan Brasil mengenai importasi ayam ras beserta turunannya. Empat pelanggaran itu mencakup pelanggaran aturan mengenai kesehatan, pelaporan realisasi mingguan importir, larangan perubahan jumlah produk, serta penundaan penerbitan sertifikat kesehatan. 


Sekiranya benar kondisi yang terjadi, perlu dipertanyakan juga mengapa semua sektor pun tak lepas dari kebijakan import yang dipaksakan.


Hingga Agustus ini, impor beberapa komoditas lain yang dilakukan pemerintah juga sempat menjadi sorotan. Salah satunya impor beras yang diberikan saat petani sedang panen raya. Bahkan impor sempat dipaksakan saat kapasitas Gudang Bulog sudah berlebih. Kemudian ada juga kritik pada impor gula yang sempat meroket hingga Indonesia menjadi importir terbesar di dunia per tahun 2017-2018. 


Impor jagung sebanyak 60 ribu ton per Maret 2019 juga menjadi polemik karena diberikan saat kesalahan data belum dibenahi. 


Lalu impor baja yang masuk ke Indonesia sempat berimbas pada produsen baja lokal akibat Permendag Nomor 22 Tahun 2018 membuka celah masuknya penjualan baja karbon yang lebih murah dari pasar domestik.


Tak hanya itu, masuknya produk semen asing ke Indonesia juga menuai persoalan. Sebab, produksi semen Indonesia masih surplus 35 juta ton per tahun. (Tirto.co.id)


Kebijakan Import Bukan untuk Mensejahterakan Rakyat


Prinsip dasar suatu kebijakan seharusnya mencerminkan pemerintahan tersebut berupaya sungguh-sungguh agar negaranya berdaulat. Sehingga setiap kebijakan  adalah representasi dari kesungguhan membela hajat hidup rakyat sebagai pemilik kedaulatan. 


Akan tetapi dari sejumlah kebijakan impor yang dikeluarkan juga kerap bersinggungan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pada 9 Agustus 2019 lalu, KPK menangkap 11 orang terkait suap impor bawang putih.


Bahkan, nama Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita bahkan terseret dalam kasus dugaan gratifikasi impor pupuk oleh anggota DPR RI nonaktif, Bowo Sidik Pangarso. KPK pernah menggeledah kantor Enggar dan menyita dokumen impor gula rafinasi. 


KPK juga sudah tiga kali memangggil Enggar untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut, namun ia mangkir. Presiden Joko Widodo sebenarnya mengetahui bila dampak dari derasnya impor ini membuat defisit neraca perdagangan Indonesia masih melebar di angka 1,93 miliar dolar AS per Juli 2019 dibandingkan capaian year on year 2018


Belum lagi, sepanjang 2018 defisit neraca perdagangan tercatat menjadi yang terdalam dengan nilai 8,70 miliar dolar AS selama periode pertama Jokowi. (Tempo.co.id).


Lalu untuk siapa sejatinya kebijakan ini berpihak?


Kebijakan Import  Sebagai Ciri Khas Sistem Kapitalisme


Kebijakan import merupakan cara praktis yang khas dalam sistem kapitalisme.  Kebijakan yang justru mematikan pertanian di Indonesia. Pasalnya kebijakan ini justru hanya memiskinkan petani-petani lokal dan hanya memperkaya para cukong-cukong kapitalis yang bersembunyi dibalik kebijakan impor ini. 


Peternak lokal yang modalnya terbatas, harus berhadapan dengan para kartel yang bekerjasama dengan kebijakan. Perusahaan-perusahaan raksasa asing menguasai sektor hulu sampai hilir.  


Petani tidak mampu menggarap lahan pertaniannya dengan optimal, untuk membeli bibit unggul saja sudah tidak mampu apalagi membeli pupuk, bahan-bahan pestisida dan bahan-bahan lainnya, maka tidak heran jika Indonesia hanya dipenuhi dengan lahan-lahan mati. 


Hal ini tidak terlepas dari sistem kapitalisme yang mencengkram negeri ini.  Kapitalisme-lah yang mengubah negeri agraris ini menjadi negeri importir pangan. Kebijakan-kebijakan yang dilahirkan pemerintah akan senantiasa diarahkan untuk kepentingan para kapitalis. 


Maka tidaklah mengherankan jika kebijakan-kebijakan yang dilahirkan malah semakin menyengsarakan kaum mayoritas (rakyat) dan mensejahterakan kaum minoritas (kapitalis).


Komitmen Islam Berdaulat Tanpa Import


Impor tanda terjajah, karena harus tunduk pada WTO, bukan tunduk pada kepentingan rakyat. Sedangkan ideologi Islam kita dilarang untuk tunduk kepada kekuasaan kafir. 


Allah ‘Azza wa Jalla melarang memberikan jalan apapun bagi orang kafir untuk menguasai orang-orang beriman dalam firman-Nya:


وَلَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ لِلْكَافِرِينَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ سَبِيلًا


“Dan sekali-kali Allah tidak akan pernah memberi jalan kepada orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang mukmin.” (QS. Al-Nisâ’ [4]: 141).


Akan tetapi, sikap yang kontras justru ditunjukkan oleh para pemberi kebijakan.  Bahkan seringkali mereka pemberi pernyataan "heran" setiap kali ada kondisi supply and demand yang terjadi di pasar.  Dimana tanggung jawab mereka sebagai pemimpin?.


Padahal seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya.


عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ أَلَا كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ فَالْأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ عَلَيْهِمْ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ وَالْعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ


Ibn Umar r.a berkata : saya telah mendengar Rasulullah saw bersabda : "Setiap orang adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannnya. Seorang kepala negara akan diminta pertanggungjawaban perihal rakyat yang dipimpinnya. Seorang suami akan ditanya perihal keluarga yang dipimpinnya. Seorang isteri yang memelihara rumah tangga suaminya akan ditanya perihal tanggungjawab dan tugasnya. Bahkan seorang pembantu/pekerja rumah tangga yang bertugas memelihara barang milik majikannya juga akan ditanya dari hal yang dipimpinnya. Dan kamu sekalian pemimpin dan akan ditanya (diminta pertanggungan jawab) dari hal-hal yang dipimpinnya," (HR. Bukhori dan Muslim) .


Adapun pemimpin seharusnya menjadi tempat bernaung rakyatnya. Dimana rakyat memperoleh solusi atas setiap urusannya. 


Ada beberapa solusi yang bisa ditempuh menghadapi kebijakan WTO agar Indonesia dapat berdaulat di negaranya sendiri. diantaranya:  

a.  Produktivitas dan efisiensi usaha. 

b. Meningkatkan skill dan manajemen mengikuti perkembangan iptek dalam bidang peternakan ayam. 

c. Meningkatkan kualitas produksi agar bisa bersaing di pasar. 

c. Meminta pemerintah menjaga ketersediaan bahan baku pakan secara lokal yang melimpah dan berkualitas, terutama jagung agar harganya lebih murah.


Indonesia harus berani merdeka. Merdeka dari penjajahan dalam bentuk apa pun, termasuk ekonomi.  Pemerintah juga harus mengutamakan kepentingan rakyat dengan membatasi gerak perusahaan kartel.  


Selain itu hal yang terpenting adalah komitmen mencampakkan sistem Kapitalisme untuk keberkahan negeri.


Dan jika penduduk negeri beriman dan bertaqwa ( kepada Allah sesungguhnya Kami ( Allah ) bukakan kepada mereka ( pintu-pintu ) berkah dari langit dan bumi; Tetapi mereka mendustakan ( ayat-ayat Kami ), maka Kaminsiksa mereka lantaran apa yang telah me- reka kerjahan.” ( Qs. Al-A’raf: 96 ). 


Wallahu'alam bi shawab.


Sumber Referensi:


https://tirto.id/menteri-enggar-ugal-ugalan-dalam-impor-kok-jokowi-diam-saja-efW


https://bisnis.tempo.co/read/1233361/keran-impor-ayam-dibuka-mendag-impor-bisa-asal-ada-pengusaha-yang-mau?utm_term=Autofeed&utm_medium=Echobox&utm_source=Facebook#Echobox=1565224403


https://kolom.tempo.co/read/1232966/jerat-wto-pada-industri-unggas

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak