Oleh Lulu Nugroho*
Seremonial kemerdekaan Republik Indonesia menghiasi seluruh sudut kota dan desa. Bendera merah putih berkibar di sepanjang jalan, di rumah-rumah, sekolah, dan perkantoran. Seluruh warga menyambutnya. Berbagai lomba pun diadakan. Mengiringi kemeriahan suka cita memperingati kemerdekaan negeri ini.
Hanya saja masih menjadi bahan renungan, akan arti merdeka yang sesungguhnya. Melihat banyaknya persoalan yang membelenggu kehidupan umat, membuat kita harus berpikir lebih cemerlang. Jika memang merdeka, mengapa tidak semua warga merasakan kesejahteraan. Sulitnya memenuhi kebutuhan dasar dan pokok, adalah bukti masih adanya bentuk penjajahan di negeri ini.
Sebagaimana disampaikan oleh mantan Presiden Habibie, agar pemerintah eksekutif maupun legislatif lebih proaktif peduli dan bersungguh-sungguh memanfaatkan produk dalam negeri dan perebutan jam kerja. Kerja sama pemerintah daerah dan pusat dengan wakik rakyat harus ditingkatkan konvergensinya ke arah yang lebih pro rakyat, pro pertumbuhan dan pro pemerataan.
Dikutip dari Republika.co.id, "Ini adalah penjajahan dalam bentuk baru, neo kolonialism atau VOC dengn baju baru," kata beliau saat memberikan sambutan di Upacara Hari Kebangkitan Teknologi Nasional 2012, di Halaman Gedung Sate, Jumat (10/8).
Kondisi anak bangsa, tak pelak menjadi perhatian mantan Presiden Republik Indonesia yang ketiga ini. Pengalihan sumber daya alam yang merupakan aset negeri ini, kepada asing. Kemudian diolah dan dijual oleh negara asing tersebut ke negara asal. Hal ini memprihatinkan, sebab melemahkan bangsa ini. Menyerahkan kekayaan alam kepada bangsa lain.
Inilah salah satu bentuk penjajahan dari sektor ekonomi. Minimnya kepercayaan penguasa terhadap keahlian bangsa sendiri, membuat negeri ini dalam dominasi pemikiran asing. Jika saja ditumbuhkan semangat kemandirian bangsa, kemudian ditopang dengan daya dukung yang melimpah dari sisi penguasa, tentu akan banyak kreasi anak negeri yang berkelas dunia.
Sebab tidak sedikit para ahli dan ilmuwan yang mendedikasikan hidupnya untuk berdaulatnya bangsa ini. Dengan berbekal takwa, mencintai perdamaian juga kesejahteraan. Kekayaan alam yang melimpah semestinya bisa berbanding lurus dengan kondisi masyarakat negeri ini. Jika masih dijumpai kesulitan di sana sini dalam mengakses kebutuhan pokok dan kebutuhan dasar, berarti ada pengurusan yang salah.
Perlu menjadi perhatian pesan dari Habibie. Baru satu sektor yaitu ekonomi, yang beliau kritisi, belum yang lainnya. Maka kita perlu menelaah kembali, kilas balik kemerdekaan. Tentang capaian yang sudah kita raih selama 74 tahun usia kemerdekaan. Tidak perlu hiruk pikuk gegap gempita, jika pada faktanya umat masih bermandi peluh mengejar kesejahteraan.
Mencari batasan yang tepat tentang hakikat kemerdekaan untuk kemudian kita menyamakan persepsi. Sebab kemerdekaan bukan hanya tidak adanya bom dan musuh bersenjata. Akan tetapi kemerdekaan hakiki sejatinya adalah bebas dari segala bentuk penindasan, tekanan dan dominasi pemikiran kufur. Kemudian kembali kepada penghambaan mutlak menuju Allah Subhaanahu wa ta'ala semata.
* Muslimah Penulis dari Cirebon