Oleh : Irayanti
(Pemerhati Sosial)
“Hari Raya Idul Adha disebut pula Hari Raya Qurban atau Hari Haji”
Berbicara Idul Adha akan selalu mengingatkan umat dengan kisah Nabi Ibrahim dan Ismail. Idul Adha bukan sebatas ritual ceremonial tahunan saja, ada intisari mulia yang mesti di amalkan yakni ketundukkan pada syariat secara total dengan pengorbanan yang kuat.
Pelaksanaan haji sangat terkenal saat Idul Adha dan memiliki banyak hikmah. Pertama , haji adalah ibadah yang menunjukkan ketaatan dan pengorbanan. Kedua, ibadah haji adalah simbol tauhid. Ketiga, berhaji juga menapaktilasi jejak sejarah dan spiritual dari Nabi Ibrahim, Nabi Ismail hingga Rasulullah Shalallahu ‘Alahi Wassalam. Keempat, ibadah haji mengajari kaum muslim untuk mengendalikan amarah dan permusuhan; sebaliknya menjadikan sikap ramah serta tolong menolong antar sesama. Kelima, ibadah haji adalah tempat dan momen bersatunya kaum muslimin dari berbagai dunia yang tidak memandang lagi bahasa, warna kulit dan strata.
Inilah bukti bahwasanya Islam mampu mengikat manusia dalam satu buhul (ikatan) yakni akidah Islam.
Menuju Pengorbanan Total
Semestinya ibadah haji menjadi momen besar untuk membangun kesadaran umat untuk bersatu dan tidak bercerai-berai karena garis imajiner. Banyak problematika umat yang butuh kerjasama agar terselesaikan.
Ironisnya, hari ini kaum muslim tersekat-sekat nasionalisme hingga tidak mempedulikan saudaranya. “Umat Islam bagaikan satu tubuh” seolah menjadi mimpi semata. Bagaimana tidak, ketika belahan negara lain merayakan dengan bahagia, Idu Adha menjadi kesedihan bagi kaum muslimin di Kashmir, Rohingya, Uighur dan lain-lain. Tidak lain tidak bukan akar masalahnya adalah diabaikannya syariat Islam yaitu berislam kaffah. Sehingga umat di atur dengan aturan buatan manusia yang terbatas.
Idul Adha harusnya memberi peringatan kepada kita tentang sebuah pengorbanan secara total pada Ilahi. Seperti pengorbanan nabi Ibrahim yang ridho dengan titahNya untuk menyembelih putra kesayangannya Ismail serta keridhoan nabi Ismail kepada Allah. Perintah Allah adalah yang terbaik dan Allah tidak akan mengecewakan hambanya yang taat kepada-Nya. Sehingga kita ketahui nabi Ismail, atas kehendak Allah di gantikan dengan seekor domba. Masya Allah!
Idul Adha adalah konsekuensi pengorbanan dalam keimanan. Namun, di era demokrasi ada saja fikiran merusak oleh kaum liberal dengan tujuan menyerang ajaran islam. Sebutlah kicauan twitter Ulil Abshar Abdalla, tokoh Jaringan Islam Liberal (JIL), dia pun berdalih melakukan penyembelihan qurban hewan sama dengan menyakiti hewan, ia pun berkilah untuk menggantinya dengan uang cash sebagai tebusan untuk berkurban, Naudzubillah.
Pemikiran seperti Ulil harus dibasmi. Karena dapat merenggut keimanan umat dan ini menjadi tugas negara sebagai penjaga akidah. Sayangnya, kita sekarang berada di sistem sekuler liberal, sehingga pemikiran JIL dianggap biasa. Bahkan terlindungi dengan UUD bebas berpendapat. Akar masalahnya karena tidak diterapkannya Islam sebagai peraturan hidup. Sehingga negara abai dengan tokoh-tokoh liberal yang berulang kali mencuci otak umat untuk menjauh dari syariat Islam.
Bersatu Taat secara Total
Alhasil, marilah merekatkan kembali ikatan ukhuwah islamiyah kita dan mewujudkan keimanan dalam naungan sistem Islam yaitu Khilafah. Menjadikan kalimat tauhid sebagai pemersatu kita. Bukankah kita adalah umat yang satu. Bertuhankan satu, Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Maka mengapa kita tidak menjadikan kehidupan kita di atur dengan Al Qur’an.
"(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Siapa saja yag menetapkan niatnya dalam bulan itu mengerjakan haji, maka tidak boleh berbuat rafats, fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Apa saja yang kalian kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah. Sungguh bekal terbaik adalah takwa. Bertakwalah kepada-Ku, hai orang-orang yang berakal." (QS. Al- Baqarah [2] : 197).
Jangan menjadikan Idul Adha sebagai suatu ceremonial semata. Berlalu begitu saja tanpa memberi pelajaran. Tapi jadikanlah Idul Adha sebagai spirit bagi kita untuk taat secara total kepada Allah yaitu kepada seluruh aturan-Nya. Sesungguhnya manusia adalah mahluk yang lemah dan terbatas. Maka tak layak menggugat hukum yang telah ditetapkan sebagai pelajaran bagi manusia, agar senantiasa mengambil hikmah, semata agar manusia semakin taat kepada Rabb-Nya.
Wallahu 'alam bi shawwab