Oleh : Jatri Maulidia
Alumni Mahasiswi Kampus Swasta Banjarmasin
Ada satu sisi menarik ketika Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN, Bappenas Rudy S Prawiradinata memberikan penjelasan perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari sisi lingkungan hidup. Dikatakan Rudy menyampaikan tema besar pemindahan ibu kota baru yakni forest city, bukan lagi membangun taman kota tapi didesain sebagai kota hijau. "Kita ingin memastikan Kalimantan sebagai paru-paru dunia. Saat ini, baru satu kota di dunia yang mengklaim sebagai forest city, yaitu London. London awalnya bukan kota hijau, namun kemudian didesain dan dikembangkan menjadi forest city,” jelas Rudy S. Prawiradinata ketika di Banjarbaru dalam acara dialog perpindahan Ibukota Negara, Senin (15/7/2019). Melihat peluang ini, Kalsel sudah tidak diragukan lagi. Menurut Gubernur Kalsel H Sahbirin Noor Kalsel sudah menjalankan revolusi hijau, dan ini kian membaik kualitas lingkungan hidup di Kalsel pada BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU.
Pemindahan pemerintahan ibu kota negara Republik Indonesia ke Kalimantan, sudah dipastikan akan terjadi. Namun, di Provinsi mana nanti akan ditentukan oleh Presiden RI, Joko Widodo. Ada tiga calon Provinsi yang akan dijadikan perpindahan pusat pemerintahan RI yang baru, yakni Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Namun dipastikan perkantoran yang akan dipindah itu tidak akan dibangun tersebar di tiga provinsi. "Semua di tiga provinsi ini ada kelebihan dan kekurangannya. Tapi tidak disebar, karena konsepnya tetap akan terpadu di satu provinsi. Kenapa kita memindahkan ke ibu kota yang baru karena untuk efektivitas dan efisiensi pemerintahan. Tidak seperti di Jakarta kan selama ini terpecah ada yang dikuningan, ada yang di pasar minggu, merdeka utara, pisah pisah sementara itu Jakarta sudah padat, " kata Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN, Bappenas Rudy S. Prawiradinata dalam BANJARMASINPOST.CO.ID, BANJARBARU.
Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Prof. Dr. Sutarto Hadi, M.Si, M.Sc hadiri dialog nasional pemindahan ibu kota negara yang bertema Kalimantan untuk Indonesia. “Menuju Ibu Kota Masa Depan: Smart, Green, Beautiful, dan Sustainable“. Kegiatan bertempat di Hotel Novotel Banjarbaru, pada hari Senin, 15 Juli 2019. Dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini hadir Gubernur Kalimantan Selatan H. Sahbirin Noor, dan Menteri LHK dan Ristek Kabinet Indonesia Bersatu II Dr. Ir. H. gusti Muhammad Hatta, M.S.. Kegiatan dibuka dengan penyampaian rencana pemindahan ibu kota negara oleh Rudy S Prawiradinata selaku Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian BPN/Bappenas. Beliau menyampaikan, ancang-ancang rencana pemindahan ibukota ini telah dimulai sejak 2017. Hal tersebut dilandaskan karena 3 alasan, yang pertama yaitu daya dukung pulau jawa yang sudah tidak mampu untuk menyokong pertumbuhan penduduk, kelangkaan air, pertumbuhan pembangunan dan perekonomian yang tidak merata. Tercatat, hingga tahun 2019, 57% penduduk Indonesia menetap di pulau jawa, dan perekonomian sebanyak 58,48% dari seluruh Indonesia berputar di pulau jawa, sehingga diperlukan pusat perekonomian baru yang bisa menjangkau seluruh daerah di Indonesia. Beliau menyatakan daerah yang saat ini paling tepat dalam kriteria tersebut yaitu Pulau Kalimantan.
Wacana yang awalnya dinilai hanya wacana, tampaknya diseriusi benar oleh Presiden Jokowi. Dalam rapat terbatas beberapa hari lalu, Presiden mengundang sejumlah menteri untuk rapat terbatas di Istana Kepresidenan. Jokowi kala itu membahas soal rencana pemindahan Ibu Kota.
Bahkan Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika menegaskan, wacana pemindahan Ibu Kota bukanlah rencana dadakan. Kajian pemindahan Ibu Kota bahkan sudah dilakukan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas sejak 1,5 tahun lalu. "Presiden memberikan tugas kepada Bappenas untuk melakukan kajian terkait pemindahan Ibu Kota kurang lebih sudah 1,5 tahun. Jadi ini bukan rencana dadakan. Setelah kurang lebih 1,5 tahun Bappenas sekarang sudah memiliki kajian yang memadai," katanya dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (4/5). Lebih lanjut ia menjelaskan dalam rencananya hanya pusat pemerintahan dan negara saja yang pindah. Sedangkan, untuk pusat bisnis dan keuangan bakal tetap berada di Jakarta.
Gubernur Kalsel pun terlihat bersemangat menyambut wacana ini. Namun, sudah siapkah rakyat Kalsel menerimanya? Sudahkah terpikirkan bagaimana kondisi masyarakat Kalsel yang religius akan berubah mendadak kehidupannya menjadi masyarakat kota metropolitan? Lalu bagaimana dengan biaya pemindahan ibukota ini, dan dari mana sumbernya?
Dr. Fahmi Amhar dalam sebuah tulisannya "Ketika Khilafah Pindah Ibu Kota" mengungkapkan bahwa pemindahan ibu Kota memerlukan suatu perencanaan yang luar biasa. Pemindahan itu harus optimal dari sisi kota yang baru dibangun, kota yang ditinggalkan, dan selama transisi, semua urusan pelayanan rakyat tidak boleh terganggu. Lalu setelah pemindahan selesai, efisiensi pemerintahan harus meningkat.
Sejarah peradaban Islam mencatat sedikitnya empat kali perpindahan Ibu Kota Negara. Namun alasan utama saat itu semua adalah politik. Perpindahan pertama adalah dari Madinah ke Damaskus pada awal Bani Umayyah. Perpindahan berikutnya adalah saat kebangkitan Bani Abbasiyah dari Damaskus ke Baghdad. Baghdad adalah kota yang dibangun baru, menggantikan Ctesiphon, ibukota Persia.
Pada 30 Juli 762 M, Khalifah al-Mansur mendirikan kota Baghdad. Al-Mansur percaya Baghdad adalah kota yang akan sempurna menjadi ibukota Khilafah. Modal dasar kota ini, lokasinya yang strategis dan memberikan kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Tersedianya air sepanjang tahun dan iklim yang kering juga membuat kota ini lebih beruntung daripada ibukota khilafah sebelumnya yakni Madinah atau Damaskus.
Namun modal dasar tadi tentu tak akan efektif tanpa perencanaan yang luar biasa. Empat tahun sebelum dibangun, tahun 758 M al-Mansur mengumpulkan para surveyor, insinyur dan arsitek dari seluruh dunia untuk datang dan membuat perencanaan kota. Lebih dari 100.000 pekerja konstruksi datang untuk mensurvei rencana-rencana, banyak dari mereka disebar dan diberi gaji untuk langsung memulai pembangunan kota.
Kota dibangun dalam dua semi-lingkaran dengan diameter sekitar 19 kilometer. Setiap bagian kota yang direncanakan untuk jumlah penduduk tertentu dibangunkan masjid, sekolah, perpustakaan, taman, industri gandum, area komersial, tempat singgah bagi musafir, hingga pemandian umum yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.
Sebagaimana laporan para pengelana Barat, baik Baghdad maupun Cordoba adalah kota-kota yang tertata rapi, dengan saluran sanitasi dibawah tanah serta jalan-jalan luas yang bersih dan diberi penerangan pada malam hari. Ini kontras dengan kota-kota di Eropa masa itu, yang kumuh, kotor dan di malam hari gelap gulita sehingga rawan tindak kejahatan.
Dalam Islam, posisi Ibu Kota Negara menjadi penting karena di sanalah Khalifah dan seluruh perangkat negara dipusatkan. Namun, di mana pun kedudukan ibukota, yang lebih penting lagi adalah aturan yang diterapkan untuk seluruh masyarakat berlandaskan pada Islam. Begitupun kekuatan negara, seluruhnya berada dalam tangan kaum muslimin. Sehingga seluruh kendali pengurusan urusan umat tetap di tangan Khalifah, di manapun posisi ibukota negara. Tidak melihat sisi untung rugi secara ekonomis, apalagi mengacu pada arahan negara asing. Wallahua'lam bish shawwab.