Hipokrisi Syariat Islam dalam Pancasila



Oleh: Sri Yana


Apakah makna syariat Islam? Syariat atau syariah Islam berasal dari bahasa Arab. Kata syara' secara etimologi berarti "jalan yang dapat dilalui air", maksudnya adalah jalan yang ditempuh manusia untuk menuju Allah. Syariat Islam adalah hukum atau peraturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Islam, baik di dunia maupun di akhirat.(id.m.wikipedia.org)


Berdasarkan makna di atas, apakah benar syariat Islam sudah dijalankan di Indonesia? Karena ketika ingin menegakkan syariat Islam, malah dikriminalkan.


Sebagaimana dikutip Cnnindonesia.com,16/8/2019 bahwa Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Mahfud MD menilai wacana penerapan NKRI bersyariah sama dengan pedagang ikan memberitahukan dagangannya dengan tulisan di papan atau pelang di pasar ikan. Menurut Mahfud itu tidak perlu dilakukan lagi.


Dia menegaskan bahwa dasar negara Indonesia sudah mengandung makna syariah. Oleh karena itu, tidak perlu lagi ada istilah NKRI bersyariah untuk mempertegas.


Begitulah perkataan dari Mahfud MD, tentang syariah Islam. Tapi pada kenyataannya memang Indonesia jauh dari yang namanya syariah Islam. Aturan-aturan yang dipakai adalah aturan kapitalisme sekulerisme. Dimana sudah tidak berpegang kepada Al qur'an dan Assunnah. Menggunakan hukum buatan manusia. Contohnya saja ada yang namanya Bank Syariah, Koperasi Syariah, Pegadaian Syariah. Namun pada prakteknya lembaga-lembaga tersebut menggunakan praktek Ribawi. naudzubillah.


Sebagaimana firman Allah:

"Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu ia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (TQS: Al Baqarah: 275)


Oleh karena itu, memang praktek ribawi yang berjalan di Indonesia memang banyak terjadi. Hal tersebut berarti tak menjalankan penerapan syariah. Di satu sisi mengatakan syariah Islam ada dalam Pancasila, tapi menolak penerapan syariah. Memang rezim penguasa menggunakan pancasila sebagai alat untuk memberangus aspirasi umat untuk menerapkan syariat.


Dengan dalih syariah itu ada di dalam pancasila. Sila pertama ketuhanan Yang Maha Esa. Melaksanakan syariah ya melaksanakan sila ke satu," kata Ryamizard pada acara silaturahmi dan dialog tokoh bangsa dan tokoh agama yang digelar Kementerian Pertahanan Republik Indonesia (Kemhan RI) dan Forum Rekat Anak Bangsa, di Jakarta, Senin (12/8).


Ryamizard mengatakan bagi umat Islam, pancasila merupakan kompromi yang sudah final antara kelompok Islam, kelompok nasionalis, dan kelompok kebangsaan. Menurut kyai dan ulama pejuang bangsa saat itu, syariah Islam yang diajukan dalam Piagam Jakarta kemudian disepakati sila pertama menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa sudah sama dengan syariah Islam.(m.republika.com,12/8/2019)


Namun, pada kenyataannya, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa, tidak sama dengan syariat Islam. Karena itu mengandung makna yang umum saja, meyakini Tuhan Yang Maha Esa yang belum tentu menerapkan syariat Islam. 


Sebenarnya Ketuhanan Yang Maha Esa dalam piagam Jakarta, awalnya adalah Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Penghapusan kata syariat Islam, pada 18 Agustus 1945, setelah sehari merdeka, karena ada pihak kristen yang melobinya. Padahal syariat Islam tidak hanya untuk mengatur muslim saja, tapi untuk non-muslim juga. Dengan syariat Islam, umat baik muslim dan non-muslim akan sejahtera. 


Sebagaimana firman Allah SWT yang berbunyi:

"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)," (TQS Al-Baqarah: 256)


Sebagaimana dikutip republika. co.id,1/5/2011 pada masa Rasulullah SAW, kaum kristen, yahudi, dan orang-orang kafir diperlakukan sama. Bahwa perjanjian yang dibuat dengan orang-orang Kristen Najran di selatan Semenanjung Arab adalah contoh teladan keadilan Nabi Saw. Salah satu pasal dalam perjanjian itu berbunyi, "Kehidupan masyarakat Najran dan sekitarnya, agama mereka, tanah mereka, harta, ternak, dan orang-orang mereka yang hadir atau tidak, rasul mereka dan tempat-tempat ibadah mereka berada di bawah perlindungan Allah dan perwalian Nabi-Nya (Muhammad)."


Namun tetap menjelaskan agama yang benar untuk semua orang, namun membebaskan mereka untuk membuat menetapkan pilihan sendiri.


Begitulah syariat Islam yang menunjukkan keadilan kepada muslim maupun nonmuslim. Oleh karena itu syariat dibutuhkan sebagai solusi persoalan bangsa yang makin parah di berbagai aspek kehidupan.


Dengan penerapan syariat Islam juga, diperlukan negara untuk menjaganya, yaitu Daulah Khilafah Islamiyah yang akan mensejahterahkan umat.

Wa'allahu a'lam bish shawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak