Oleh : Faizul Firdaus, S.Si
(aktifis dakwah, penulis, dan pemerhati kebijakan publik)
Awal bulan september 2019, bertepatan dengan penanggalan 1 muharram. Penanggalan yang menandai peristiwa hijrahnya kaum muslimin dari mekah ke madinah. Peristiwa besar yang menandai tegaknya Daulah Islam pertama.
Hijrah seringkali disematkan pada orang yag berpindah untuk menjadi lebih shalih. Ungkapan tersebut memang tidak salah. Demikianlah memang istilah hijrah. Berpindah dari keadaan yang buruk (tidak shalih) menuju keadaan yang lebih shalih. Akan tetapi yang menjadi penting untuk dibahas adalah levelitas keshalihan yang menjadi tujuan dari hijrah.
Sesunggunya hal tersebut telah diterangkan Allah SWT di dalam Al-Qur'an. Allah meminta kaum muslimin untuk masuk Islam secara kaffah. Dan sungguh ini adalah keshalihan yang sebenarnya yang harus menjadi tujuan hijrah. Yaitu menuju penarapan Islam kaffah.
Adapun memang benar bahwa dalam tataran individu ber-Islam secara kaffah itu harus berproses. Oleh karena itu proses tersebut harus segera dimulai. Di saat Allah masih memberi kita kesempatan untuk hidup.
Ber-Islam secara kaffah tentu tidak bisa hanya bertumpu pada invidu. Betapa ternyata banyak sekali peraturan yang ditegakkan pada level negara yang ternyata menjadi kondisi terhambatnya proses kita menjadi induvidu yang shalih. Sebagai contoh sederhananya saja, ketika negara tidak mewajibkan shalat sebagi bagian dari hukum negara, akan tetapi dikembalikan menjadi urusan masing-masing personal, betapa akhirnya masih dijumpai institusi kerja yang membatasi atau bahkan menghambat kesempatan untuk melaksanaan shalat. Belum lagi misalkan berkaitan dengan keharaman riba. Hal tersebut juga tidak diadopsi oleh negara sebagai bentuk pengembangan ekonomi yang terlarang untuk dilakukan. Sehingga akhirnya institusi riba masih bertebaran di tengah-tengah masyarakat dan menjadi sarana untuk bekerja atau mengatasi problematika ekonomi. Padahala dalam Islam riba adalah dosa besar. Ini adalah bukti bahwa keshalihan sistem bernegara juga menjadi penopang shalihnya warga negara. Begitu pula sebaliknya. Ketidak sholihan sistem bernegara akan mengkondisikan ummat menjadi tidak shalih.
Oleh karena itu menjadi sangat relevan untuk kita membicarakan kembali levelitas keshalihan yang harusnya menjadi tujuan hijrah. Dan jawabannya adalah hijrah menuju penerapan Isla kaffah baik secara individu maupun bernegara. Demikian karena memang sejatinya Syariat Islam tidak hanya mengatur aktifitas pribadi, melainkan juga mengatur bentuk peradaban masyarakat. Dan selama 14 abad Syariat Islam diterapkan utuh dalam bingkai Daulah Khilafah Islam terbukti mampu membawa keshalihan individu dan mampu menghadirkan kesejahteraan baik bagi muslim maupun non muslim.
Wallahua'lam bisshowwab
Lereng semeru 30 Agustus 2019