Oleh: Dian Puspita Sari
Aktivis Hentikan Islamofobia dengan Islam Kaffah, Ibu Rumah Tangga dan Member Akademi Menulis Kreatif
Hidup di akhir zaman ini penuh dengan fitnah. Salah satunya adalah fitnah keji terhadap Islam, ulama dan umatnya. Beragam fitnah keji seputar isu terorisme, radikalisme dan berbagai label buruk lainnya dialamatkan kepada Islam dan umatnya. Tak terkecuali ormas pembela dan pejuangnya. Sebaliknya, bahaya laten 2 ideologi kufur kapitalis dan komunis sengaja dilewatkan.
Seperti dilansir oleh detik.com ( 19/7/2019), Menko Polhukam Wiranto menegaskan bahwa eks HTI dilarang untuk menyebarkan paham khilafah.
Wiranto menegaskan pemerintah menyatakan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sebagai organisasi kemasyarakatan (ormas) terlarang karena menyebarkan paham anti-Pancasila dan anti-NKRI.
Statement anti khilafah dan anti ormas pejuangnya adalah bagian dari Islamofobia, fobia Islam, virus akut impor dari rezim kufur Barat. Mirisnya, kini, beragam statemen fobia Islam tersebut marak didengungkan oleh mereka yang mengakui dirinya muslim, dari level awam hingga "ulama" dan pemimpin, namun terhasut oleh doktrin barat yang menyesatkan seputar dikotomi Islam liberal, moderat yang diversuskan radikal.
Infiltrasi dan kontaminasi faham kufur sekularisme, pluralisme, dan liberalisme (sepilis) ala Barat ini diakibatkan oleh gagal faham mereka terhadap ajaran Islam yang hanif dan rahmatan lil 'alamiin.
Islamofobia/fobia Islam akan berakibat bahaya lain yang membawa konsekuensi pada fobia khilafah.
Karena khilafah sendiri adalah ajaran Islam yang dalam istilah modern disebut dengan negara Islam (ad daulah al islamiyyah) atau sistem pemerintahan Islam (nizham al hukm fi al Islam). Dalam istilah para fuqaha terdahulu, khilafah disebut juga dengan istilah Imamah atau Darul Islam. (Wahbah Az Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, 8/407).
Definisi Khilafah adalah :
اَلْخِلاَفَةُ هِيَ رِئَاسَةٌ عَامَّةٌ لِلْمُسْلِمِيْنَ جَمِيْعاً فِي الدُّنْيَا لإِقَامَةِ أَحْكَامِ الشَّرْعِ الإِسْلاَمِيِّ، وَحَمْلِ الدَّعْوَةِ الإِسْلاَمِيَّةِ إِلَى الْعَالَمِ
“Kepemimpinan umum bagi kaum muslimin seluruhnya di dunia untuk menerapkan hukum-hukum syariah Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.” (Taqiyuddin An Nabhani, Al Syakhshiyyah Al Islamiyyah, 2/13).
Berdasarkan definisi tersebut, Khilafah mempunyai 3 (tiga) tugas pokok yang tak dapat terlaksana secara sempurna kecuali dengan adanya Khilafah, yaitu:
1. Mempersatukan umat Islam di seluruh dunia di bawah satu pemimpin dan satu negara.
2. Menerapkan hukum-hukum syariah Islam secara menyeluruh (kaffah) dalam segala bidang kehidupan.
3. Mengemban (menyebarkan) dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan jihad fii sabilillah.
Tugas pokok pertama, yakni mempersatukan umat Islam seluruh dunia di bawah satu pemimpin dan satu negara, adalah suatu kewajiban syar’i atas umat Islam. Dalilnya antara lain: Sabda Rasulullah SAW :
إِذَا بُوْيِعَ لِخَلِيْفَتَيْنِ فَاقْتُلُواْ الآخِرَ مِنْهُمَا
”Jika dibaiat (diangkat) dua orang khalifah, maka bunuhlah yang terakhir dari keduanya.” (HR Muslim, no 1853).
Ijma’ Shahabat (konsensus/kesepakatan para sahabat Nabi SAW) yang terwujud saat para sahabat Nabi SAW dari Muhajirin dan Anshar bermusyawarah di Saqifah Bani Saidah untuk memilih khalifah setelah wafatnya Nabi Saw. Saat itu ada usulan dari kaum Anshar, agar diangkat saja dua pemimpin, satu untuk Anshar dan satu untuk Muhajirin. Akan tetapi Abu Bakar as Shiddiq membantah dengan berkata :
أنه لا يحل أن يكون للمسلمين أميران
”Sesungguhnya tidak halal kaum muslimin mempunyai dua orang pemimpin.” (HR Al Baihaqi, Sunan Baihaqi, 8/145).
Perkataan Abu Bakar Shiddiq itu didengar oleh para shahabat dan tak ada seorang shahabat pun yang mengingkarinya. (Mahmud Abdul Majid Al Khalidi, Qawa’id Nizham Al Hukm fil Islam, hlm. 316).
Tugas pokok kedua, yaitu penerapan Syariah Islam secara menyeluruh (kaffah), juga merupakan kewajiban syar’i atas umat, sesuai firman Allah Swt :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِينٌ
”Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan (kaffah), dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS Al Baqarah [2] : 208).
Bahkan Islam dengan tegas mengharamkan penerapan syariah secara parsial, misalnya hanya menjalankan rukun Islam saja, seraya mengabaikan hukum-hukum Islam lainnya. (lihat QS al-Baqarah [2] : 85).
Tugas pokok ketiga, yaitu mengemban dakwah Islam ke segala penjuru dunia dengan jihad, juga kewajiban syar’i atas umat Islam. Dalilnya adalah ayat-ayat yang mewajibkan jihad (misalnya QS at-Taubah [9]: 29) yang pengamalannya telah dicontohkan oleh Rasulullah Saw dengan melakukan berbagai futuhat (penaklukan) baik ke Jazirah Arab maupun keluar Jazirah Arab semata-mata untuk menyebarluaskan Islam. (Taqiyuddin An Nabhani, Ad Daulah Al Islamiyyah, hlm. 155).
Para ulama, tak terkecuali imam mazhab yang empat, juga telah menyepakati kewajiban adanya khilafah. Syaikh Abdurrahman Al Jaziri telah menegaskan :
إِتَّفَقَ اْلأَئِمَّةُ رَحِمَهُمُ اللهُ تَعَالىَ عَلىَ أَنَّ اْلإِمَامَةَ فَرْضٌ
”Telah sepakat para imam [yang empat, yaitu Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, dan Ahmad] bahwa Imamah (Khilafah) adalah fardhu.” (Abdurrahman Al Jaziri, Al Fiqh ‘Ala Al Mazhahib Al Arba’ah, 5/416).
Selain sebagai kewajiban, institusi khilafah juga merupakan kebutuhan urgen untuk kaum muslimin bahkan seluruh umat manusia.
Ketiadaan khilafah akan berakibat buruk sebagai berikut:
1. Urusan kaum muslimin termasuk ibadah shalat pun akan satu persatu terburai, terlepas dari hukumnya.
Dari Abu Umamah al-Bahili r.a., ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
«لَتُنْقَضَنَّ عُرَى الْإِسْلَامِ عُرْوَةً عُرْوَةً، فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ النَّاسُ بِالَّتِي تَلِيهَا، فَأَوَّلُهُنَّ نَقْضًا الْحُكْمُ، وَآخِرُهُنَّ الصَّلَاةُ»
“Ikatan-ikatan Islam akan terburai satu per satu, setiap kali satu ikatan terburai orang-orang bergantungan pada ikatan selanjutnya. Yang pertama kali terburai adalah al-hukm (kekuasaan/pemerintahan) dan yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad, Ibn Hibban, al-Hakim)
Ungkapan ’Urâ Al-Islâm Yakni Ikatan-Ikatan Islam meliputi: Al-hukm wa Al-Shalât
Ungkapan ’urâ al-Islâm, termasuk di antaranya shalat, menunjukkan bahwa yang dimaksud ’urâ al-Islâm adalah perkara yang sangat penting, terlebih ikatan tersebut ditautkan (al-idhâfah) kepada Diin Islam, sehingga hal ini menunjukkan bahwa perkara pemerintahan adalah salah satu fondasi di antara fondasi-fondasi penyokong Islam.
Jika khilafah lenyap, akan lenyap pula hukum-hukum Islam yang diterapkannya satu persatu. Tak terkecuali hukum shalat. Kini kita melihat semakin banyak kaum muslimin yang mengabaikan kewajiban untuk menunaikan ibadah shalat, termasuk puasa, zakat dan haji yang merupakan rukun Islam.
2. Tak ada perisai yang mampu melindungi umat khususnya umat Islam dari ancaman agresor penjajah dari barat dan timur.
Begitu banyak penistaan dan kezaliman yang diderita kaum muslimin di dunia dan tak berujung solusi hingga detik ini: di Palestina, Kashmir, Rohingya, Suriah, Yaman, Turkistan Timur dan di negeri-negeri lainnya.
Padahal keberadaan sang pemimpin (khalifah/imam) adalah laksana perisai bagi umat.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai, di mana orang-orang akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung dari musuh dengan (kekuasaan)nya. Jika seorang imam (khalifah) memerintahkan supaya bertakwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, An-Nasa’i, Abu Dawud, Ahmad)
3. Umat manusia mengalami kesempitan hidup di dunia dan di akhirat.
Sebagai umat Nabi Muhammad ﷺ, marilah kita melakukan introspeksi bersama.
Berbagai kesempitan hidup melanda umat manusia di dunia.
Ingatlah firman Allah Subhanahu wa ta'ala:
وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنكاً وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى ﴿١٢٤﴾
“Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit dan Kami akan mengumpulkan dia pada hari kiamat nanti dalam keadaan buta…” (QS Thaha: 124)
Menurut imam Ibnu Katsir makna “berpaling dari peringatan-Ku” adalah: menyalahi perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada Rasul-Ku, melupakannya dan mengambil petunjuk dari selainnya (Tafsir al-Quran al-‘Azhim, V/323).
Rasulullah ﷺ menggambarkan bahwa setiap penyimpangan terhadap syariah Islam akan menyebabkan turunnya azab dari Allah Subhanahu wa ta'ala.
إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذابِ اللهِ
“Apabila zina dan riba telah merajalela di suatu negeri, berarti penduduk negeri tersebut telah meminta Allah untuk menurunkan azab bagi mereka” (HR Al-Hakim).
Satu-satunya solusi atas semua kesempitan dan keterpurukan hidup dalam semua aspek yang kita alami saat ini adalah dengan kembali kepada Allah, kembali kepada ajaran Islam yang kaffah.
Seperti firman Allah Swt:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ ادْخُلُواْ فِي السِّلْمِ كَآفَّةً وَلاَ تَتَّبِعُواْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِينٌ ﴿٢٠٨﴾
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah: 208)
Jika kita kembali kepada-Nya dan agama-Nya, ingatlah kedua janji Allah sebagai berikut:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰ ءَامَنُواْ وَٱتَّقَوْاْ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَـٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلأَْرْضِ وَلَـٰكِن كَذَّبُواْ فَأَخَذْنَـٰهُمْ بِمَا كَانُواْ يَكْسِبُونَ
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (QS al-A'raaf:96)
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ ﴿٥٥﴾
“Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman dan beramal salih di antara kalian, bahwa Dia benar-benar akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa; Dia benar-benar akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhai untuk mereka; dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka —sesudah mereka berada dalam ketakutan— menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah Aku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun. Siapa saja yang kafir sesudah janji itu, mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS an-Nuur: 55)
Allah Maha Benar dan Maha Menepati janji-Nya.
Oleh karena itu, statemen-statemen anti khilafah dan ormas pejuangnya yang wira wiri meramaikan berbagai media baik media cetak, elektronik maupun online tak lain adalah termasuk statemen pihak-pihak yang ingin mendiskreditkan dan memfitnah ajaran Islam. Salah satunya ajaran Islam tentang khilafah.
Maka fitnah keji terhadap Islam dan khilafah ini harus kita respon sebagai penyemangat kita untuk tetap berjuang fii sabilillah dan menyuarakan Islam apa adanya.
Wallahu a'lam bishshawab.